25. Kucing Menggemaskan

85 14 0
                                    


Votes terlebih dahulu supaya berkah.


Dyana sedari pagi buta sudah berkutat di dapur. Sudah menjadi rutinitas hariannya untuk menyiapkan sarapan ketiga buah hatinya.

Menjadi ibu tunggal membuat Dyana lebih mandiri dan kuat. Dengan bertumpu pada pekerjaan menjahitnya ia mampu menghidupi keluarganya. Ditambah Dyana sudah mau menerima pesanan kue dari tetangganya. Apalagi Abra juga sudah bisa membiayai dirinya sendiri. Membuat beban Dyan sedikit terangkat.

"Reyna..., bangun, Nak."

"Ryna..., bangun, Nak."

Dyana mengetuk pintu kedua putrinya bergantian. Jam sudah mau menunjukkan pukul enam tapi putri kembarnya sama sekali belum ada tanda untuk bangun.

"Mandi terus sarapan." Ucap Dyana melihat Riri keluar kamar sambil mengucek matanya.

"Reyna bangun!" teriak Dyana lagi sebelum masuk ke dapur.

Rere menyingkap selimutnya malas. Kenapa pagi cepat sekali. Dilihatnya ponsel yang menunjukkan jam enam pas dan hari Rabu.

"Minggu masih lama." Gerutunya sambil berjalan keluar kamar dengan handuk di pundak.

"Pagi, Ma,"

"Pagi sayang."

"Kemarin pulang jam berapa, Bang?" tanya Dyana mengolesi roti selai kacang untuk Abra.

"Jam sebelas."

"Kemana aja?"

"Mabar sama temen, Ma."

"Jangan keseringan pulang malam, Bang."

"Iya, Ma."

Dyana sudah sering memergoki Abra yang sering pulang malam. Awalnya Dyana memaklumi itu tapi lama kelamaan Abra terlalu sering pulang malam membuat Dyana cemas.

"Mama bukan larang kamu buat main sama temen-temen kamu. Cuma ya ingat waktu. Kamu udah besar harus sesekali Mama kasih tahu supaya nggak kebablasan." Ujar Dyana menasehati.

"Iya, Ma. Besok-besok nggak lagi." Jawab Abra tersenyum.

"Abang kemarin pulang malam?" tanya Riri tiba-tiba.

"Hm,"

"Kirain lupa rumah." Sahut Rere yang menyodorkan piring meminta nasi goreng ke Dyana.

"Enak aja."

"Lagian kemarin di telpon gak diangkat. Kirain lupa adeknya."

"Handphone gue lowbat."

"Alesan. Kalo kemarin Abang jemput Rere kemarin, pasti Rere gak bakal diikutin." Cerocos Rere yang teringat kejadian kemarin.

"Di--ikutin?"

"Diikutin siapa, Reyna?" tanya Dyana panik.

Rere merutuki mulutnya yang tidak ada remnya. Rere harus bagaimana menjelaskannya sekarang. Mulut laknat.

"Bukan gitu maksutnya."

"Aduh gimana ya ngejelasinnya...," kelakar Rere memutar bola matanya mencari alibi yang pas.

"Lo kemarin kenapa?" tanya Riri mengunyah rotinya tidak santai.

"Diikutin siapa, Dek?!"

"Kak Diki." Jawab Rere sambil menunduk takut melihat kemarahan di wajah Abra.

"Siapa Diki?"

"Yang nelpon Abang waktu itu." Sahut Riri santai.

"Ngapain dia ngikutin kamu?!" ucap Abra tak santai membuat Rere gelagapan.

AREYNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang