Votes terlebih dahulu supaya berkah.Hai, siap baca 2000 word lebih?
****
Seorang gadis berjalan menyusuri lorong demi lorong menuju kelasnya. Hawa di sekolah ini masih sama. Sekolah masih sepi mungkin karna ia terlalu pagi datang kesini. Tukang sapu saja masih belum menyelesaikan pekerjaannya.
Rere memang sengaja berangkat pagi bersama Riri. Takutnya ia telat kalau tidak mendapatkan angkutan umum. Kata Abangnya, angkutan umum itu datang saat pagi jam enam dan jam tujuh kurang lima belas menit. Dari pada ia terus-menerus telat lebih baik mereka datang awal mulai sekarang.
Senyum Rere tak pernah luntur saat berpapasan dengan kakak kelasnya. Rere bukan anak organisasi yang mengenal semua seniornya. Tapi dia juga bukan anak pasif sehingga tidak mengenal satu pun dari mereka. Rere cukup dikenal banyak seniornya karna bakatnya menulis dan sudah beberapa kali maju ke depan saat upacara sedang memegang piala. Dan lagi, Rere juga lebih mudah di kenal karena memakai kerudung bersama kembarannya Riri jadi senior sudah pasti hapal adik kelas yang memakai kerudung pastinya mereka berdua. Karna selain Rere dan Riri tidak ada yang menutupi kepalanya menggunakan kerudung di angkatan mereka.
Rere duduk di depan kelas sambil menunggu Pak Santo-- Tukang kebun yang biasanya membawa kunci membuka kelasnya. Ia membuka kembali novel yang kemarin dibelinya. Jadi ingat Diki kan? Rere ingat kemarin setelah pulang ia di spam habis-habisan olehnya.
Rere senyum-senyum sendiri menghayati setiap part di dalam novel bersampul ijo itu. Tidak sadar ada seseorang di balik pohon sana yang mengamati kegiatan membacanya.
Dia berjalan mendekat. Rasanya sudah lama sekali tidak menatap wajah garang itu. Entah Rere juga merasakannya apa tidak tapi orang itu merasa prihatin dengan gadis di depannya sekarang. Jelas berita Papa Rere meninggal sudah terdengar di seluruh penjuru Gajah Mada. Dia orang berpengaruh di sini jadi berita apa saja yang update pastinya langsung ia ketahui.
"Ekhm..."
Rere masih larut dalam bacaannya. Mungkin kupingnya sudah masuk ke haluan dunia cerita yang ia baca sampai tidak mendengar deheman pelan dari sosok di hadapannya yang tengah berdiri mengamati.
"Ekhm." Ulangnya lebih keras.
Rere tercekat. Betapa kagetnya dia saat Firdaus sudah berdiri di depannya dengan gaya ya taulah menyebalkan itu.
"Apa?"
"Gitu sama senior?" sambil menaikkan satu alisnya.
Rere berdecak malas. Paginya sudah diganggu lagi dengan kecebong yang satu ini. "Ada apa, Kak?" dihalus-haluskan.
"Setuju nggak kalo anak rohis takziah ke rumah lo?" tanyanya to the point.
Rere sangat memaklumi banyak sekali temannya yang ingin juga bertakziah ke rumahnya. Apalagi Firdaus yang notabene masih ketos dan berhak mengatur agenda apa saja yang akan ia gerakkan. Tapi masalahnya di sini mereka tidak tahu kalau pemakaman Papanya bukan di Jakarta tapi di Semarang. Dan itu pun Rere malas menceritakannya. Cukup keluarga, sahabat sekaligus Dara saja yang tahu. Lainnya jangan.
"Gini, Kak...," Rere membasahi bibir bawahnya berusaha sesopan mungkin dalam memberi alasan.
"Papa udah meninggal dua minggu lalu. Gue rasa nggak perlu ada takziah ke rumah. Cukup doain aja." Jelasnya hati-hati sambil tersenyum canggung.
Firdaus mendudukkan dirinya di samping Rere sambil menatap depan. "Ini udah jadi kewajiban anak rohis buat takziah ke keluarga murid yang meninggal. Kenapa nggak mau?"
KAMU SEDANG MEMBACA
AREYNA
RomanceGimana kalo awalnya kalian ogah-ogahan sama seseorang tapi berakhir peduli dan suka sama dia? Areyna, gadis kembar yang mempunyai sifat galak, jutek tapi lembut dengan keluarga jatuh hati pada seorang Ibnu Zidan Ma'arif yang terkenal religius dan di...