Votes terlebih dahulu supaya berkah.
****"Abang kapan balik lagi ke Jakarta? Kok betah banget di sini. Bentar lagi skripsi inget."
"Suka-suka Abang lah. Yang kuliah juga Abang," sahut Abra sewot.
Rere mencibir Abra. Ia menyuapkan sesendok nasi goreng ke mulutnya.
"Nanti malam Bang Abra berangkat." Tutur Dyana yang baru saja bergabung.
"Kok mendadak banget?" tanya Riri sedikit kaget.
"Kenapa nggak besok aja sih, Bang. Harus banget malem ya?"
"Katanya suruh cepetan balik. Dikasih tahu balik entar malem malah suruh besok."
Rere menghentikan kunyahannya. "Ya aku kirain masih berapa hari lagi. Ternyata nanti malam to," lesunya.
Abra dan Dyana tersenyum kecil melihat reaksi keduanya. Otak dan mulut mereka memang tidak sinkron. Abra tahu adiknya tidak bermaksud untuk menyuruhnya pergi.
"Ya mau gimana udah keburu beli tiket."
"Kuliahnya kurang berapa bulan lagi sih, Bang?" tanya Riri.
"Tergantung skripsi Abang di terima atau nggak. Doain aja cepet, terus di sidang. Wisuda deh." Pungkas Abra cengengesan.
"Pokoknya harus lulus dengan gelar cumlaude!"
"Setuju! Supaya nanti Abang bisa pidato di depan dan nyebutin kalimat terimakasih ke Mama sama aku dan Riri." Antusias Rere sampai tak sengaja menyenggol air putih di sampingnya yang akhirnya tumpah.
"Bukan karna bangga sama Abang?"
"Nggak lah!"
"Nggak lah!"
"Kurangajar ya." Desis Abra diakhiri tawa.
Dyana tersenyum bahagia melihat kerukunan anak-anaknya. Walaupun banyak mereka isi dengan bertengkar tapi mereka tahu cara mengerti satu sama lain.
Di saat seperti ini, Dyana merasa menjadi ibu paling bahagia. Dengan status single momynya ia masih bisa merasakan keharmonisan keluarga.
"Ayo di habisin sarapannya."
"Mama kemarin habis ketemu Bu Ainun loh." Ucap Dyana setelah menyelesaikan sarapannya.
"Di mana, Ma?"
"Di jalan. Pas mau ke pasar, eh Bu Ainun juga mau belanja. Kita barengan deh."
Abra manggut-manggut lalu meraih jus jambunya.
"Ibnu sekolah di mana sih, Re? Nggak satu sekolah sama kamu kan?"
Rere mendongak lalu menggeleng cepat. "Nggak tahu Bang."
"Kok nggak tahu sih."
"Tahu itu. Cuman lagi salting dia." Celetuk Riri santai lalu meraih tasnya.
Rere mencubit lengan Riri ganas. Ucapannya benar-benar tidak di filter sama sekali.
Dyana berdeham keras dan tersenyum jahil. "Adek ada apa-apa ya sama Ibnu?"
"Nggak!" Rere menjawab keras sedikit membentak membuat Dyana mengelus dadanya.
"E ... maksudnya, Rere cuman temen. Kita semua temen." Lanjutnya merasa bersalah.
"Lebih dari temen juga nggak apa-apa kok, Dek."
"Mama!"
Dyana tertawa keras melihat reaksi kedua anaknya kecuali Riri yang asyik nyemil.
"Itung-itung Mama bisa besanan sama Dokter." Ucap Dyana yang masih menggoda mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
AREYNA
RomanceGimana kalo awalnya kalian ogah-ogahan sama seseorang tapi berakhir peduli dan suka sama dia? Areyna, gadis kembar yang mempunyai sifat galak, jutek tapi lembut dengan keluarga jatuh hati pada seorang Ibnu Zidan Ma'arif yang terkenal religius dan di...