Sudah dari kemarin Abra memikirkan Papanya. Ia hanya punya waktu disini hanya sampai besok pagi. Jika sampai besok pagi ia tidak segera mengetahui motif Ayahnya meninggalkannya, entah apa yang harus Abra lakukan.
Semuanya memang sudah cukup jelas. Abra hanya merasa ada sesuatu yang disembunyikan Mamanya darinya dan kedua Adiknya. Terlebih sikap Mamanya yang keras dalam melarang mereka bertemu Papanya.
Sebejat apapun Fadli, ia tetap Papa mereka.
"ABANG!!" pekik Rere tepat di telinga Abra.
Abra terperanjat kaget dan mengelus dada seraya menjitak kepala adeknya dengan keras.
"Auww," ringisnya.
Rere menarik-narik kaos depan Abra sampai sang pemilik menatapnya tajam ia tak berganti posisi sama sekali.
"Apa sih dek?" jengah Abra melihat tingkah adek kembarnya yang satu ini.
"Jalan yuk?" ucap Rere seraya mengerling jahil.
"Gak!"
"Loh!" kaget Rere dan langsung menjambak rambut Abra dengan kencang.
"Ck, lepasin! Sakit, Rey!" ronta Abra yang wajahnya sudah memerah menahan sakit.
"Gak! Pokoknya harus jawab iya dulu baru aku lepasin."
"Kendorin dulu, Abang mau ngasih ngomong."
"Ngomong-ngomong aja."
"Ya tapi kendorin dulu. Sakit ini!"
Rere sedikit melonggarkan cengkramannya di rambut hitam Abra.
"Mau ngomong apa?"
"Kalo kamu Abang ajak keluar, nanti Mama marah. Besok kamu udah ujian."
"Ya maka dari itu Abang, sebelum ujian Rere harus refreshing dulu."
"Lagian besok pagi Abang juga udah balik ke Jakarta." Tambah Rere memanyunkan bibirnya ke depan.
"Lain kali 'kan bisa pas waktu Abang balik ke sini."
"Tapi lama! Aku juga gak tau Abang baliknya kapan 'kan?"
"Dek...,"
"Oke-oke, aku nurut." Akhirnya Rere mengalah atas bujukan Abra.
"Besok yang bener ngerjainnya."
"Jangan mikirin cowok pager itu." Bisik Abra membuat Rere melotot kaget.
Cowok pager?
Abra segera berjalan pergi dan tersenyum penuh kemenangan.
Cowok pager Ibnu bukan sih?
Rere menepuk dahinya berkali-kali kala mengetahui maksud Abangnya.
Ia berteriak dalam hati ketika Abangnya tertawa terpingkal-pingkal saat melihat wajah merah adiknya sampai menepuk-nepuk pahanya.
Sayangnya keadaan berubah sekejap. Sekarang ganti Rere yang tertawa menjerit ketika Abangnya menyandung karpet dan terpeleset jatuh didahului bokongnya. Sontak sang Mama dan Riri ikut terkekeh geli melihat kebodohan Abra.
****
Ujian berlangsung dengan lancar. Walaupun otak semua siswa terasa panas apalagi Yasmin yang mengumpat berkali-kali saat tidak bisa menjawab salah satu jawabannya.
Nana hanya tersenyum dan menasehatinya agar belajar lebih giat lagi.
"Gitu tuh kalo temenan sama orang pinter." Jengah Yasmin yang sudah daritadi direcoki oleh Nana yang gregetan dengan Yasmin yang tadi mengganggunya saat ujian.
KAMU SEDANG MEMBACA
AREYNA
RomanceGimana kalo awalnya kalian ogah-ogahan sama seseorang tapi berakhir peduli dan suka sama dia? Areyna, gadis kembar yang mempunyai sifat galak, jutek tapi lembut dengan keluarga jatuh hati pada seorang Ibnu Zidan Ma'arif yang terkenal religius dan di...