15. Awalan

113 16 0
                                    

"Kamu kenapa, Mas?"

"Aku mikirin anak aku. Udah lama banget aku nggak ketemu mereka." Liana menghela napas gusar, sering sekali Fadli mengeluh tentang ini. Tapi mau bagaimana lagi, kalau Dyana sudah melarang keras Fadli untuk bertemu ketiga anaknya. Entah apa alasannya.

"Kamu coba bilang baik-baik sama, Mbak Dyana, mungkin dia mau ngizinin kamu."

"Dyana itu keras kepala, aku tahu dia. Dia gak bakalan ngizinin aku semudah itu."

"Kamu temui mereka langsung aja."

"Maksut kamu?"

"Ya, kamu temui mereka diam-diam."

"Kenapa aku gak kepikiran yah, Li?" Liana tersenyum kala melihat kekasihnya mulai menemukan jalan.

"Makasih, Li, besok aku akan coba temui mereka. Semoga mereka nggak nolak kehadiran aku."

"Semoga, Mas." Ucap Liana sambil mengusap punggung tangan Fadli.

****

Brukkkk

Rere berdecak keras melihat kakinya yang tersandung tempat sampah yang cukup besar. Rere menepuk belakang roknya menghilangkan kotoran yang menempel di roknya. Matanya menatap orang yang ada di depannya sekarang.

"Gak punya mata, lo?"

"Punya."

"Kalo punya kenapa gak dipake?"

"Dipake, kok. Nih," tunjuknya sambil melebar-lebarkan kedua matanya.

"Ck, nyebelin banget sih, lo!" Rere melenggang pergi meninggalkan Azam yang merasa tidak bersalah dengan kesalahannya.

Di sisi lain, Azam menahan tawanya melihat kekesalan Rere. Azam tertawa keras mengingat Rere yang terjatuh karena Azam lari dan menabrak pundak Rere. Dan akhirnya terjatuh duduk di depan tempat sampah.

Azam segera membalikkan tubuhnya dan mengejar Rere sambil tertawa keras. Rere yang mendengar itu melepaskan sepatu pantofelnya sebelah dan melemparkannya ke belakang tanpa mau menoleh. Azam dengan sigap menangkap sepatu Rere dan segera menyamai langkah Rere.

"Jangan marah gitu dong." Ucap Azam kala melihat mulut Rere yang terus menggerutu.

"Minggir lo!" sarkas Rere mendorong bahu Azam. Tapi Azam dengan cepat menarik tangan Rere dan menggenggamnya. Rere berhenti berjalan, tatapannya masih ke depan. Saat ini wajahnya sangat malu mengingat mereka sekarang ada di depan kelas.

"Re?" panggil Azam memastikan.

"..."

"Re?!" teriak Azam tepat di telinga Rere tapi tangannya masih setia menggenggam.

Rere menepis kasar tangan Azam dan menatap nyalang padanya.

"Apa-apaan lo?!"

"Apa?" tanya Azam polos. Rere memalingkan wajahnya. Laki-laki di depannya ini sudah terlalu menyebalkan sehingga membuat Rere menahan amarahnya. Rere menarik napas berkali-kali guna menenangkan amarahnya.

"Minggir." Lirih Rere sambil masuk ke dalam kelas

Azam menatap punggung Rere dengan rasa bersalah. Ia baru sadar akan kemarahan Rere. Dia tahu pasti perempuan itu merasa tidak enak dan risih saat Azam menggenggam tangannya. Azam mengusap wajah kasar, harusnya dia sadar Rere bukan seperti perempuan lainnya yang mau disentuh sesukanya.

Di bangku paling belakang, Rere membelah kedua temannya yang sedang asyik menonton bias dari negeri ginseng itu.

"Lo apa-apan sih?" sungut Yasmin yang merasa terganggu dengan kehadiran Rere.

AREYNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang