Votes terlebih dahulu supaya berkah.Siap baca 3000 word lebih?
Jangan berlebihan untuk peduli. Nanti terlanjur percaya diri akhirnya malah dibuang lagi
- Areyna -
****
Pagi hari yang cerah menemani kepulangan Fadli di tempat peristirahatan terakhir. Masih terdengar rintihan tak terima kala sosoknya pergi meninggalkan nama. Air mata terus mengucur membasahi nisan dan tanah merah yang sudah ditaburi banyak bunga. Meskipun dari hati keluarga yang paling dalam masih enggan menerima kenyataan yang nyata. Namun, siapa kita memiliki kuasa atas takdir seseorang.
Untuk sejenak Ibnu melihat sisi kerapuhan Rere yang selalu terlihat jutek dan galak. Ternyata gadis itu tidak seperti perempuan-perempuan lain yang memiliki kesenangan berarti. Patut diacungi jempol karna telah berhasil membuat topeng sandiwara untuk mengkamuflase teman-temannya. Tapi disisi lain Ibnu juga merasa bangga pada seorang Areyna. Gadis yang ia pikir pemarah dan jutek kepada semua orang ternyata mempunyai sisi lembut kepada keluarga.
Kali ini mata itu tidak memancarkan ketidaksukaan pada dirinya. Rere hanya memandangi Ibnu sesekali lalu beralih pada nisan sang Papa. Terus begitu sampai semua orang hampir habis berlalu.
"Gak mau pulang?"
Gadis itu tetap diam jika diajak bicara. Dari kemarin Papanya mulai dibawa pulang, dimandikan, disholatkan bahkan sampai dikubur Rere hanya diam menatap kosong ke arah Papanya tanpa mau beranjak sedikit pun. Tentu Ibnu tahu karna selama proses pemakaman Ibnu dan sahabat-sahabat Rere ikut membantu. Hanya saja Ibnu yang terus mengawasi di sisi Rere tanpa mau membuatnya terganggu.
"Gue pulang." Ucapnya lagi ingin memancing Rere. Tapi lagi-lagi Rere hanya menatap nisan sang Papa kosong.
Ibnu menghembuskan napas gusar. Jika Abra tidak memesannya untuk membawa Rere sampai pulang, mungkin ia sudah berada di rumahnya sekarang. Tapi Ibnu tidak setega itu.
"Mau ngapain lo disini?"
Bukannya menjawab pertanyaan Ibnu, Rere malah tersenyum dan mengusap nisan Fadli seraya berkata. "Papa bahagia ya di sana? Kenapa nggak ajak, Reyna?" Rere mengusap kasar sudut matanya sebelum menelungkupkan kepalanya di tanah basah sang Papa beristirahat.
Ibnu yang sudah geram dengan tindakan konyol Rere segera mendekatkan diri dan ingin menarik Rere untuk berdiri. Tapi sebelum tangannya mencapai Rere ia dikejutkan sekali lagi oleh perkataan gadis itu.
"Papa tahu nggak..."
"Orang yang Rere suka sekarang peduli banget sama Rere." Ucapnya sambil terkekeh membuat Ibnu mematung di tempat.
Sebelum melanjutkan ucapannya, Rere berdeham pelan. "Gak tahu kenapa, Rere juga bingung. Padahal dulu nengok ke Rere aja nggak mau... nyebelin, ya, Pa?"
Ibnu yang masih setia di samping Rere hanya bisa mendengar dan mendengar belum berani menyanggah perkataannya. Apa gadis itu akan menyatakan perasaannya di hari pemakaman sang Ayah? Di depan Ibnu? Ibnu segera mengenyahkan pikiran itu sebelum berpikir bahwa yang dimaksud Rere itu dirinya. Sungguh Ibnu ingin tahu siapa yang dibicarakan Rere.
Rere kembali terkekeh membuat Ibnu ngeri sendiri. "Bahkan sekarang aja dia gak peka, Pa."
Ibnu mengerjapkan matanya bingung. Apa yang dimaksud dirinya itu dia? Kejanggalan itu semakin mengerucut saat Rere melanjutkan ucapannya.
"Namanya Ibnu Zidan Ma'arif. Papa pernah lihat kok orangnya. Dia dingin, cuek dan...., jahat." Jedanya tanpa mau mendongak menatap Ibnu yang sudah kalang kabut dan kesusahan bernapas di sisinya. Padahal ini tanah lapang tapi entah kenapa ia sulit sekali menghirup udara. Pernyataan jujur dari Rere membuat ia bungkam tanpa berniat menyanggah.
KAMU SEDANG MEMBACA
AREYNA
RomanceGimana kalo awalnya kalian ogah-ogahan sama seseorang tapi berakhir peduli dan suka sama dia? Areyna, gadis kembar yang mempunyai sifat galak, jutek tapi lembut dengan keluarga jatuh hati pada seorang Ibnu Zidan Ma'arif yang terkenal religius dan di...