49. Dilema

60 4 0
                                    


Votes terlebih dahulu supaya berkah.


****

"Bu, saya mohon penuhi ini."

Wanita paruh baya berkerudung itu meremas kedua tangannya. Dilema berada di situasi seperti ini.

"Tapi Pak, apa harus saya?"

"Iya, Bu. Anda satu-satunya harapan kami dari rumah sakit ini."

"Saya pikirkan dulu, Pak."

"Baiklah. Bu Ainun, saya menyarankan anda menerima ini karna di sana kehidupan dan pendidikan anak ibu akan terjamin. Kami selaku pihak rumah sakit akan menanggung semua biaya pendidikan anak ibu sampai sarjana. Sebagai tanda terimakasih dan balas budi."

"Terimakasih, Pak. Tapi saya harus membicarakan hal ini dengan anak saya dulu."

"Saya harap Bu Ainun memutuskan yang tepat."

Flashback off

"Bunda, lagi ngapain?"

Ainun mengerjap kaget mendapati sang putra yang sudah merebahkan kepalanya di pangkuannya.

Ainun tersenyum lalu mengelus puncak kepala Ibnu sayang. Mengelusnya pelan seperti yang biasa ia lakukan sebelum putranya tidur. Mata Ibnu terpejam menikmati sentuhan lembut Bundanya yang terasa amat sangat nyaman.

"Bunda."

"Hmm?"

"Tadi ngelamun apa?"

"Kamu bangun gih, Bunda mau ngomong."

"Gini aja."

"Mulai deh manjanya."

Ibnu berdecak lalu bangkit dan duduk di samping Ainun. Menatapnya menunggu Ainun berbicara.

"Kalo kita pindah kamu mau?"

"Pindah kemana?"

"Jawab dulu mau enggak?"

Ibnu menggeleng cepat. "Enggak."

Ainun menghela napas berat. Sudah ia duga putranya akan bereaksi seperti ini. Padahal dia belum membicarakan topiknya.

"Kamu dengerin Bunda ya."

"Kepala yayasan mindah tugaskan Bunda  ke luar negeri. Di sana kita dijamin kehidupannya, Nak. Dari kamu SMA sampai sarjana. Bunda bilang gini ke kamu mau minta izin sama kamu."

"Kenapa harus Bunda? Banyak dokter lainnya, Bun."

Ainun mengangguk lalu menggusar rambut Ibnu halus. "Karna mereka percaya Bunda. Bunda belum pernah dikasih amanat sebesar ini. Di terima di rumah sakit itu aja Bunda bersyukurnya luar biasa. Kamu ingat kan apa kata Abi?"

Ibnu merunduk sambil mengangguk lemah. "Abi pengen Bunda jadi Dokter yang hebat."

Ainun tersenyum menatap Ibnu. "Kamu pikirin ini baik-baik, Nak. Bunda sama sekali nggak maksa kamu. Tapi, nggak ada salahnya kita lakuin ini. Toh hanya 10 tahun. Kita bisa balik lagi kesini."

Ia hanya menatap kosong ibunya. Memikirkan apapun yang ada di kepalanya. Dan bisa-bisanya Rere langsung terbesit begitu saja saat Bundanya mengatakan ingin pindah.

"Negara mana?"

"Korea."

Ibnu sangat asing dengan nama negara itu. Yang ia tahu hanya manusianya berwajah kecil dan sipit. Ia sangat buta dengan Korea.

AREYNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang