16. Berkunjung

109 13 0
                                    

Gerombolan pemuda memenuhi Warung Gubis yang selalu menjadi tempat berkumpul saat waktu luang. Ibnu yang sedari tadi fokus dengan handphonenya dan menghiraukan lelucon teman-temannya merasa risih dengan Jimmy yang bernyanyi koplo disampingnya.

"Apa salah dan dosaku sayang, cinta suciku kau buang-buang..." Dengan kedua tangan diangkat dan digoyangkan ala holik, ia mengundang banyak gelak tawa temannya kecuali, Ibnu.

"Nu! Ikutan joget dong, nih, nih gue ajarin." Celetuk Azam yang menggoyangkan pinggulnya dan menarik Ibnu agar berdiri.

Ibnu memutar bola matanya jengah dan pasrah dengan kelakuan teman-temannya. Dengan sangat terpaksa, Ibnu akhirnya bergabung berjoget dengan semua temannya. Dan akhirnya Warung Pak Gubis pun diricuhkan dengan suara dangdut koplo dengan goyangan-goyangan yang membuat orang yang lewat tergelak ketika melihatnya.

"Udah-udah." Ucap Ibnu mematikan musiknya.

"Lah kunyuk, kenapa lo matiin?" sahut Azam yang berantusias.

"Capek, mending kita makan."

"Lo yang bayarin?" Azam langsung mendekati Ibnu ketika Ibnu berkata 'mending kita makan'.

"Hmm,"

"Tapi selama seminggu, jangan nyontek gue." Lanjut Ibnu ketika Azam sudah memesan banyak makanan di Pak Gubis.

"Eh-eh, kok gitu? Lo bercanda 'kan?

"Nggak, gue serius."

"Sukurin lo, Zam. Makanya jadi orang tuh jangan miskin-miskin amat lah." Tukas Jimmy yang asyik menyantap makanannya.

"Bacot lu, kayak lu gak doyan barang gratis aja." Jimmy melotot dan melempar sendoknya tepat ke wajah Azam.

"Gob-"

"Gak usah banyak omong, pesen sekarang." Ibnu segera membungkam mulut Azam dan menyerahkan uang dua puluh ribuan kepada Azam.

Mata Azam mengerling hebat dan mengangkat uang Ibnu atas-atas.

"Nih, lo lihat semua. Gue gak minta ya, Ibnu yang ngasih." Sombong Azam sembari memesan makanan dengan suara yang keras.

"Halah, gratisan aja sombong." Sahut Dino yang menyandarkan punggunya ke tembok.

"Bodo amat."

Ibnu hanya bisa tersenyum melihat kekonyolan teman-temannya ini. Sambil menunggu pesanan yang di pesan Azam, mata Ibnu terus menerawang jalanan yang ramai akan pengendara motor dan orang lewat.

Sekejap ia melebarkan matanya ketika melihat seseorang yang menurutnya tidak asing lagi baginya sedang berbincang serius dengan laki-laki paruh baya. Mereka berbincang dengan raut wajah tegang dan kekesalan masing-masing.

Ibnu terus mengingat siapa laki-laki itu.

Mata Ibnu menyipit ketika ia sadar bahwa laki-laki itu adalah kakak Rere, Abra. Yang baru tadi bertanya kepadanya ada hubungan apa dirinya dengan Rere.

Ya, Ibnu yakin itu kakaknya Rere. Lalu, siapa laki-laki paruh baya yang sekarang sedang diajaknya bicara. Seingatnya, orangtua Rere sudah berpisah, apa mungkin itu Papa Rere?

"Ngelamun aja lo, ada apa?"

Pertanyaan Jimmy membuat kesadaran Ibnu kembali.

"Bukan apa-apa."

"Siapa yang lo lihat?" tanya Jimmy mengarah ke arah pandangan Ibnu.

"Bukan siapa-siapa."

"Kalo gitu makan pesanan lo. Kalau nggak, gue yang makan." Ucap Jimmy yang sudah menarik satu piring nasi goreng miliknya.

AREYNATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang