20 : Haikal

160 22 9
                                    













Kalau William Hendrick Kimiza bilang pertemanan yang mereka rakit adalah definisi toxic, mari lihat ke-toxic-an apa yang dimiliki seorang Haikal Hassabi. Pemuda yang bahkan jarang sekali punya kesempatan untuk menuai ceritanya di buku ini.

Lembar ke sembilan belas ini di khusus kan untuk Haikal Hassabi, pemuda berwajah rupawan dengan segelintir bakat yang dimilikinya, termasuk bakat bermain perempuan.

Pemuda itu melipat kedua tangannya sembari menyandarkan punggung bidangnya pada beton tak tertata, tepat disamping warung pojok.

"Ngapa lo?" Tanya Felix, sembari jemarinya sibuk menarik korek api yang bergelantungan di antara snack - snack. Tau kan warung kalo naro korek gimana? Iya, digantung pake tali.

Pertanyaan pemuda itu belum dijawab, muncul lemparan pertanyaan dari lisan pemuda Prabuming itu. "Lo jadian gak sih, Kal?"

"Sama siapa anying? Jomblo gue" Elak Haikal, sembari dahinya berkerut, seolah - olah tidak mengerti maksud dari rekannya itu.

"Nanya lagi, ya sama Syahla lah. Kata Jidan lo deketin dia? Gimana si" Cibir Raka.

Nakala menimpuk paras pemuda Prabuming itu dengan gulungan tissue dari saku rok abu - abunya. "Et dah tai, biarin aja sih dia mau deket sama siapa kek, ngurusin amat lo Rak." Tuai gadis itu. "Urusin noh cewe lo si Chelsea, punya cewe gak pernah diajak jalan najis amat."

Haikal tertawa, seraya gestur tubuhnya bergerak mengamati wajah gadis yang tengah duduk disebelahnya. "Cemburu?" Timpa pemuda itu.

"Lo ganteng kali begitu?" Cibir Nakala.

"Et alah gue lagi dah yang kena." Sambung Raka. "Gue juga mau jalan sama Chelsea, tapi gak pede ah, bingung mau diajak jalan kemana." Elaknya, sembari telapak sepatunya sibuk menginjak gulungan tissue yang di hempaskan sang teman.

Nakala mendecakkan lidahnya. "Ck, ajak kek nonton, apa kek, bego amat." Sungutnya, sebal.

Raka mengajukan jari tengahnya tepat ke hadapan si gadis, seolah - olah tidak mau mendengar celoteh dari gadis itu. "Lo sendiri sama Gama gimana?"

Haikal terkekeh, disusul Syammi disebelahnya.

"Lah? Jadi gue?" Sahutnya. "Gue mah gak ada apa - apaan."

Kepala jenjang pemuda Hassabi itu mengangguk. "Ya sama gue juga gak ada apa - apaan sama Syahla."

"Wah parah lo ga di akuin." Cibir Felix.

"Lahhh gue mah emang gak ada apa - apaan, Jidan kali noh jodoh - jodohin gue sama Syahla." Elak pemuda bertitel Hassabi itu. "Gue udah bilang jomblo lebih asik, kagak ada yang ngatur - ngatur."

Nakala mendecih. "Cih, lo di atur tuhan aja enggan, apalagi di atur cewe."

Raka menyoraki penuh supportive. "Iya sok - sokan gabutuh diatur padahal kekurangan kasih sayang orangtua"

"Dark banget anjing HAHAHAHAA!" Timpal Felix.

"Kayak kasih sayang orangtua lo cukup aje, Rak." Cibir Nakala.

Perbincangan mereka sirna tatkala bell masuk mengarungi gendang telinga, membuat beberapa dari mereka berhamburan memasuki ruang kelas. Namun etah mengapa, hari ini Haikal Hassabi menuai nyaman pada kursi kayu yang melintang di teras warung itu.

"Gak masuk lo?" Tanya gadis berambut sebahu itu, mempertanyakan eksistensi dari manusia yang biasanya tidak pernah gemar berlama - lama di destinasi itu.

Kepala pemuda itu menggeleng, seraya jemarinya membakar kembali gulungan nikotin yang terbungkus rapih pada kotak cokelat itu. "Nggak ah, belum ngerjain tugas bahasa sunda gue."

"Deh? Tumben? Gamau nemuin cewek lo tuh dikelas?"

Mendengar pernyataan dari mulu gadis berwajah tegas itu, pemuda bersurai hitam tinta itu menyahut arogan. "Bukan cewek gue tai, jangan kebiasaan manggil cewek gue - cewek gue aja."

"Katanya lagi deket?" Sambung si gadis.

"Iya kata Zidan kan bukan kata gue?"

Hari itu, Nakala mengetahui dengan pasti bahwa pemuda yang bernaung paras tampan itu, benar - benar bukan pemuda yang baik nan jauh dari ekspektasinya. Haikal Hassabi hanya satu dari milyaran laki - laki brengsek diluaran sana, ia hanya contoh kecil dari sebuah kalimat. "Never trust a boy." Because it was right.

Gadis itu mengangguk faham, seolah - olah mengetahui jati diri pemuda aksara itu. "Gue kira lo beda, ternyata sama aja."

Dahi Haikal berkerut, seraya bibirnya mengerucut heran. "Sama apanya?"

"Sama aja kayak laki - laki lain."

Seolah tak terima, pemuda itu merubah gestur tubuhnya yang semula terlentang kini terduduk kaku pada ujung kursi kayu itu. "Beda lah, jangan sama - samain. Gue sama Gama beda kan? Gue sama Raka juga beda, gantengan gue."

Gadis itu menyeringai. "Ganteng gak penting yang penting waras." Cibirnya, seraya telunjuknya membanting pelan puntung filter yang menyisakan busa. "Udah ah, mau ke kelas gue, Rak lo mau ikut gak?"

Pemuda berkulit masam itu lantas mengikuti langkah gadis didepannya, menyisakan Haikal berdua dengan Felix disisinya.

"Menurut lo Haikal beneran deketin Syahla gak sih?" Tanya Raka, pemuda itu punya hobbi menguak - nguak sesuatu, alias ingin tahu, alias kepo.

Gadis itu mengangkat kedua bahunya, sebagai pertanda bahwa ia tidak tahu. "Gak tau, dia ngedeketin itu cewek tapi gak di akuin, kan dongo."

"Katanya foto sama Syahla itu cuma gimmick doang biar dia gak kena masalah gara - gara ketauan fotbar sama lo pas futsal." Ucap Raka.

Langkah gadis itu terhenti, seraya pandangnya bersebobrok memandangi pemuda berjagat Prabuming itu. "Hush, tau darimana?"

Raka menggaruk pelipisnya. "Haidar bilang ke gue gitu."

Gadis berponi itu menyingkap pelan separuh poni yang menutupi pandangnya. "Padahal kalo mau ngejauh dari gue gak perlu jadiin cewek lain alibi." Ucapnya. "Gue juga cuma butuh sosok dia sebagai temen gue aja, gak lebih."

"Faham gue" Sahut Raka, sembari setapak sepatunya mengikuti langkah si gadis Ayu. "Tapi Haidar bilang gak ada jalan keluar buat ngejauh dari lo selain punya pacar."

Gadis itu terdiam, separuh pandangnya merutuki bumi dan sepatu putihnya yang menghitam akibat tanah. "Mau pada ngejauh emang?"

"E-eh?" Pemuda itu bercakap gagap. "Bukan ngejauh, udah pada capek aja katanya kena masalah dan kena cecer BK gara - gara lo sama Gama."

"Termasuk Haikal?"

Raka terdiam, langkahnya berhenti tepat di atas rumput hijau yang mendasari sekolah itu. "H-haikal sih gak bilang gitu, itu kan kata Haidar."

"Rak." Panggil Nakala, yang membuat atensi pemuda itu langsung menoleh ke arahnya. "Tapi kan kemaren Haikal main dirumah Haidar, artinya mereka ngobrolin ini bareng dong?"

Raka menghela nafasnya, seraya telapak datarnya menepuk pelan bahu gadis yang lebih tinggi darinya itu. "Jangan suudzon dulu, mereka gak mungkin ada niat ngejauh Kal, percaya sama gue." Ucapnya, mencari jalan aman. "Mungkin cuma sekedar ngobrol aja, lagian Haikal tadi masih mau gabung kan sama lo sama gue?"

"Kalo mereka semua ngejauh dari gue, menurut lo yang bakal bertahan sampe akhir siapa, Rak?" Tuai sang gadis.

"Haidar." Ucap Raka. "Dia bakal bertahan terus sama lo pasti, orang dia yang paling deket sama lo. Pasti Haidar."

Negeri SebelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang