29 : Ea

145 20 0
                                    










"Ku hamil duluan, sudah tiga bulan~ EeeeeeAAAAA!" Suara paling ramai itu terlontar dari lisan Haidar, pinggulnya sibuk bergerak selayaknya partai goyang. "Gara - gara pacarku hobi gelap - gelapan!" Pemuda itu berjoget penuh percaya diri didepan kelas, membuat Nakala yang baru saja mendaratkan kakinya menatap pemuda itu dengan tatapan penuh hina.

"Matiin." Perintah gadis itu, jemarinya menunjuk sound system yang tergantung di atas kelas.

Raka dari tempat duduknya segera menekan tombol pause pada lagunya, sementara Haidar? Tentunya, memasang mimik kesal. "Ah elah kan lagunya lagi enak!"

Sementara Raka dari tempat duduknya hanya mengangkat kedua bahunya sebagai pertanda bahwa ia tidak ikut serta saat pemutaran lagu tersebut. Alias semua itu adalah ide Haidar, termasuk mengkoneksikan sound system kelas dengan ponselnya lewat bluetooth.

"Nanti di omelin Bu Juju, Dar." Ujar gadis itu, jemarinya sibuk meletakkan old skool putihnya di rak sepatu, serta aturan disekolah ini adalah jangan mengenakan sepatu didalam kelas. "Zidan mana?"

Haidar menggeleng. "Gak tau, belum dateng. Kenapa emang?"

"Mau nyontek tugas gue." Jawab Nakala. Netranya memandangi bangku pada barisan pertama yang kosong, hanya diisi Raka dan tas ranselnya. "Felix?"

"Telat lagi, kayak biasa." Sahut Raka.

Kelas ini benar - benar tidak punya satupun hal positif. Semua kekacauan bersebobrok di kelas ini, Nakala, Raka, Haikal, Felix, Haidar. Tentunya Zidanne tidak termasuk, namun tetap saja nominasi anak ternakal dipecahkan oleh rekor kelas ini. Dari kelas IPS, hanya ada Gama dan Syammi. Sementara dari kelas sebelah, hanya ada Juan dan Jevan. Sisanya? Normallllllll.

Dua guru mata pelajaran bahkan enggan memasuki kelas MIPA tersebut, karena apalagi? Ya karena murid - muridnya. Namun terlepas dari itu semua, tokoh utama porak poranda negeri sebelas adalah Nakala Bumi. Disusul Gama Aditya, dengan dua sejolinya. Juan dan Jevan.

Tiga puluh menit kemudian, waktu menunjukkan pukul 6.30, tapi gadis berjagat Ayu itu tidak kunjung bangun dari tidurnya.

"Lo kenapasih? Sakit?" Tanya Raka, perihal Nakala tidak kunjung melepas hoodie cokelatnya dari tubuh mungilnya itu. "UKS gih."

"Iya nanti, perut gue sakit banget." Lirih gadis itu. Jemarinya merogoh saku, mengeluarkan ponsel merah dari sana. "Rak, tolong pesenin gojek dong ke kosan gue, alamatnya paling atas."

"Gamau nunggu Felix dateng? Nanti minta anterin aja, dikit lagi udah jam masuk ini." Usulnya. "Atau gue suruh Haidar anterin lo ya?"

Nakala menggeleng. "Motor yang udah parkir gak akan bisa keluar, pager pasti digembok. Pesenin gue gojek aja tolong, mumpung belum bell gue bisa balik tanpa harus izin."

Pemuda Prabuming itu mengangguk, selain karena ia tidak tega, suhu badan si gadis juga membuat dirinya merasa gerah. Gadis itu demam tinggi.

Sementara Haidar yang sibuk mencari alkitabnya, pemuda itu melirik ke bangku tempat Nakala tertidur. "Gak cabut doi? Apa mau ikut renungan pagi?"

Raka menggeleng. "Dia? Ikut renungan pagi? Gak mungkin. Lagian ini gue lagi mesenin gojeknya."

Dahi pemuda Abi itu mengernyit. "Lah? Pulang dia?"

"Sakit, Dar. Demam tinggi, pegang aja jidatnya sana."

Haidar mengangguk faham. "Ngapain mesen gojek? Kan cowonya bawa motor." Maksud dari ucapan Haidar adalah tidak lain tidak bukan Gama.

Raka tersenyum, mimik wajahnya menggambarkan senyuman penuh paksa. "Emang pernah Gama nganter - jemput dia? Selama ini kan selalu Felix sama gue, atau lo."

Negeri SebelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang