play a songs on the tab & change theme to black.➴ i love you - billie eilish
➴ alur mundur. beberapa bulan yang lalu.
Keserakahan, seringkali menghancurkan manusia. merejam hatinya bertubi - tubi, nan hancur lembur. Hidup adalah tentang siapa dahulu yang akan meraih. Hidup adalah kompetisi, bagi semua orang yang memiliki misi.
Namun bagi Jevan Abraham, hidup adalah perjalanan menuju mati.
"Papah apaansih!"
Jenjang tangan risau milik pemuda Abraham itu menarik telapak sang kakak. "Udah biarin aja Bet, kalo dia mau ngebunuh gue biar sekalian aja mati!"
"Jevan lo juga apaansih mulut lo!"
"Gue capek Bet, hidup kayak gini!"
Sang sulung menghadang arah. "Papah taro gak!" Jeritnya, menatap pisau dengan lancip di sumbu netranya. "Bunuh Abet dulu pah kalo papah mau bunuh Jevan!"
"Anak bangsat lo semua!" Nakas dengan warna khas kayu jati itu berbalik arah, sang tua membantingnya tak terarah. Beberapa gelas dan piring yang terdapat di atasnya, menggelinding, memecah beling. "Gak tau diri lo semua jadi anak!"
"Masuk Van." Bisik sang sulung, Elizabeth. Selaku sang kakak, nalurinya mesti berada pada garda terdepan jika soal melindungi.
"Nggak Bet,"
"Masuk kamar, buruan."
Begitulah, ironisnya kisah hidup pemuda berjagat Abraham ini. Beberapa orang memiliki kisah pilu, beberapa orang juga memiliki fase tak melulu, namun setidaknya, Jevan Abraham adalah pemuda yang selalu gagal, hidupnya terus bersebobrok, tak bertumpu.
Ia, hanya terus menerus diperlakukan seperti anak kecil, memupuk sikapnya untuk terus kekanak - kanakan, sementara tinggi badannya sudah melebihi seratus tujuh puluh centimeter.
Bagi Jevan, perlindungan yang selalu sang kakak, Elizabeth. Kerahkan, adalah suatu hal yang begitu ia syukuri, namun waktu demi waktu berjalan sunyi. Perlindungan yang menghangatkan itu lantas memupuknya berkembang dengan kekanakan.
Separuh hidupnya, selalu ia lakukan dengan bersembunyi.
Sebagaimana sang kakak berucap dan berbunyi.
Ruang konselling hari itu mencekam dirinya, darahnya berjalan dua kali lebih cepat melintasi nadinya. Hembusan air conditioner ruangan membuatnya menahan pipis. Meski ruangan ini adalah ruangan yang sudah biasa untuknya sejak sekolah menengah, baru pertama kali lisan pemuda itu gagap dalam menjawab.
"Jevan, jawab bapak, kamu ngeliat apa aja di kosan Nakala hari itu?"
Lisannya mengatup, takut. "A-a.."
"Jevan?"
"Kita mabok pak, semua mabok, saya gak lihat apa - apa"
Helaan nafas dari pria paruh baya itu menghantam wajahnya. "Jawab jujur, Jevan. Bapak sudah minta kamu jawab jujur, Nakala Bumi 10 MIPA 3, kamu mengenal dia dengan baik?"
"Saya baru kenal dia hari itu pak, dari nongkrong. Basis angkatan kami rapat untuk acara makrab atas permintaan alumni, dan Nakala akomodasi penggeraknya." Ucap Jevan. "Planning hari itu berjalan, tapi selesai rapat anak - anak angkatan kami pada berniat buat mabok, sebagai permulaan dari solidaritas. Kami kebingungan mau minum dimana karena masih siang, dan Nakala bilang dia ada tempat."
KAMU SEDANG MEMBACA
Negeri Sebelas
Fanfiction[ Wattpad AU ] Sekolah Menengah Akhir adalah karsa sederhana, tapi tidak untuk siswa - siswi Negeri Sebelas. tw! harsh words, parent issues, child trauma. highest rank #1 at sanha #1 at ryujin #3 at alternativeuniverse © 2022, nawendra