"You have you're biggest fear, Dar?" Pertanyaan dari lisan Nakala malam itu membuat kubu halaman rumah Haidar itu menjadi beku. Seperti atlantis saja.Haidar menggeleng. "Biggest fear? Untuk sekarang enggak ada sih.." Ujar pemuda itu sambil membuka toples keripik pisang yang dipersembahkan sang ibu untuk teman - temannya yang berkunjung.
Nakala mengangguk faham. "You wouldn't ask about my biggest fear?" Tanya gadis itu.
Haidar tertawa. "Iya, iya. Jadi ketakutan terbesar lo apa Kal?"
Gadis itu terdiam beberapa saat. "Gue.." Rintihnya, "Gue takut kehilangan temen - temen gue, Dar. Soalnya gue gak punya banyak temen." Ujar gadis itu. "Gue gak berhasil di keluarga juga, jadi gue rasa punya temen - temen kayak lo itu salah satu keberhasilan yang tuhan kasih."
Haidar tertawa, jemarinya berhenti menjentik senar gitarnya. "Lo juga temen terbaik gue, Kal."
"Bisa aja lo Dar." Kekeh gadis itu. "Gue lebih takut kehilangan sahabat - sahabat gue daripada takut mati."
Malam itu, percakapan Nakala dan Haidar mencerminkan mengapa gadis itu begitu takut kehilangan teman - temannya. Bukan hanya Haidar, bahkan Haikal pun menjadi suatu hal yang sangat ia berkati di hidupnya.
Sorak - sorai para siswa terdengar mendelisik, mengisi ruang kosong didalam kelas saintek itu. Beberapa siswa bersorak penuh heboh, sebab Nakala Bumi adalah gadis yang memegang piala nomor satu jika soal bertengkar.
Juanda sibuk menarik gadis itu, sesekali si gadis membenahi letak rambutnya yang menutupi wajahnya, masih dengan lisannya yang terus berteriak, meneriaki perempuan yang kini terkulai kaku di atas kursi duduknya.
"Eh denger ya ngentot! Gue gak pernah mau berantem sama orang tapi ternyata lo yang mecahin gue sama temen - temen gue?!" Jerit gadis itu, di ikuti Haidar yang sibuk memegangi lengan Nakala.
"Kal, udah Kal.." Ujar Haidar yang masih berupaya mengendorkan situasi.
"Lo diem Dar!" Jerit Nakala tidak mau kalah. "LO KALO GUE NGOMONG LIAT MUKA GUE!" Seru Nakala, urat - urat di lehernya mulai terlihat. Ia berbicara begitu fasih dengan setumpuk emosi yang menguasai batinnya.
Jemari gadis itu meraih tumblr hijau tosca yang tergeletak di lantai. Kian gadis itu membanting tumblr milik lawan bicaranya tepat dihadapan sang empunya. "GUE BILANG KALO GUE NGOMONG LIAT GUE KONTOL!" Jeritnya. Kini telapaknya hendak menjamah raga usang milik lawan bicaranya, namun dengan cekatan Juanda menengahi, disusul Jevan dibelakangnya yang berjalan menggebu - gebu.
"Jev, tolongin gue Jev." Ucap Haidar yang kini sibuk membenahi pecahan dari tumblr tosca itu.
"Kenapasih? Kenapa?" Tanya pemuda Abraham itu, masih dengan separuh nyawanya yang tertinggal di koridor kelas bersama petikan senarnya. "Lo kenapa Kei?" Jevan menatap lawan bicara Nakala, namanya Keisya. Salah satu rekannya dalam rohani kristen, ia memang seseorang yang dikenal patuh dan tunduk terhadap guru, nilai - nilainya juga terkenal bagus, gadis rohani ini merupakan gadis penurut yang kian ditugaskan sebagai mata - mata mereka.
Haidar mendecakkan lidahnya. "Ini Keisya yang mata - matain kita selama ini, monyet." Bisik pemuda itu dengan setitik rasa kesal di lubuknya. "Makanya Nakala ngamuk - ngamuk, karena kita ternyata selama ini di mata - matain juga, postingan ig lo, postingan ig Juan, postingan semuanya, termasuk selama ini kita nongkrong dimana aja dan ngapain aja, di aduin."
Jevan menghela nafasnya panjang. "Bener?" Tanya pemuda berwajah tegas itu pada sang teman. Respon berupa anggukan dari sang lawan bicara membuat Jevan pusing sendiri dibuatnya. "Siapa yang nyuruh lo mata - matain gue sama anak - anak?"
"Bu Eneng, sama guru konselling." Ujar gadis bersajak Keisya itu, separuh kata - katanya terdengar patah - patah.
Juanda mengusap wajahnya kasar. "Sejauh apa yang udah lo tau soal gue sama anak - anak? Dan sebanyak apa juga yang udah lo aduin?"
Gadis itu menunduk, matanya memuja lantai kelas.
"Gue nanya, jawab." Tegas Juan, dengan telapak tangannya yang masih mengelus - elus punggung Nakala.
Jevan menghembuskan nafasnya. "Udah Ju, nanti gue aja yang ngomong sama dia, lo bawa Nakala dulu ke Warjok sama anak - anak, biar gue sama Haidar yang beresin bala disini. Daripada nanti keburu ketauan sama Bu Juju, ini udah mau masuk juga." Perintah Jevan itu di turuti oleh Juan, kini mereka bergerak melangkah menuju belakang sekolah. Sedangkan Haidar sibuk membersihkan kelas yang porak poranda, bagaimana tidak, gadis Ayu itu menggeret hampir semua meja, membuat barang anak - anak lain jadi ikut berserakan.
Nakala melangkah pelan - pelan di dampingi Juan dan Raka disampingnya, sementara Haikal dan Felix mengikuti dibelakang. Tatkala mereka melewati koridor soshum, netra Gama terbelalak. Melihat situasi yang sepertinya sudah tidak kondusif.
"Kenapa?" Bibir pemuda itu bergerak, menciptakan jawaban dari lisan pemuda Prabuming.
"Berantem."
Tepat setibanya mereka di rentetan warung pojok, bell masuk berdering. Juanda seratus persen yakin Nakala akan dipanggil oleh guru konselling, ke khawatiran pemuda itu disusul oleh Haidar dan Jevan yang berlari dengan huru - hara, lalu muncul Syammi dibelakang mereka.
"Gimana?" Tanya Juan, air wajahnya meluntur penuh asa.
Haidar menggeleng. "Dia gabakal ngadu kayaknya, udah gue omongin sama Jevan tadi, lebih baik kalo dia gak ngomong apa - apa daripada bersuara, dia juga udah tau Nakala ngamuk kayak gimana."
Hembusan nafas semuanya terdengar lega.
"Sebenernya kronologi awalnya gimana sih? Ceritain ke gue." Pinta Juanda, lagi - lagi dengan suara calming miliknya yang terdengar tegas.
Haidar menghela nafasnya, seolah - olah siap untuk menceritakan semuanya. "Jadi awalnya, foto - fotonya Nakala sama Haikal tuh kesebar, gue personal udah tau kalo itu ya cuma foto aja, kayak foto - foto kita sama anak - anak biasa kan, tapi masalahnya foto ini tuh nyampe ke Bu Eneng, yang bikin Haikal dicecer terus - terusan." Jelas pemuda itu. "Dia cerita ke gue sama ke Zidanne, gue nyampein ke Kala kalo foto itu bocor, maksud gue ya akun instagram dia dan privasi dia sekarang semuanya udah gak aman. Tapi dia malah nangkepnya beda, dia marah - marah ke Zidanne sama Haikal, mikir kalo anak - anak mau pada ngejauhin dia tanpa alasan." Lanjut Haidar. "Gue disini ngejelasin aja, kalo sebenernya anak - anak bukan mau pada ngejauhin lo, tapi emang situasi nya bener - bener nggak kondusif, Kal. All of the things happen diluar kendali kita, dari awal posisi kita semua udah gak aman."
Juan mengacak rambutnya. "Dari awal gue udah curiga, dari mulai anak - anak yang dihukum tuh anak - anak kita terus, ketauan ngerokok di Warjok lah, cabut sekolah lah, itu pasti anak - anak kita yang ketauan mulu." Ujar pemuda itu. "Ditambah lagi case lo sama Gama itu bener - bener gak masuk akal, gue gak setuju lo tidur sama Gama, tapi lebih aneh lagi gimana sekolah bisa tau disaat yang tau kejadian itu aja cuma anak - anak kita doang?"
Haidar menimpali. "Gue udah nanya ke Keisya soal apa aja yang dia tau soal anak - anak kita, dan dia gak nyebutin soal kasus itu sama sekali. Keisya bahkan gak tau kalo Nakala sama Gama, makanya dia nyepuin ke guru ya foto - foto Kala sama Haikal doang, karena mikirnya Kala deketnya sama Haikal."
Nakala mengusap wajahnya kasar. "Yaudah lo mikir aja Ju" Ujar gadis itu. "Berarti selama ini kenapa anak - anak kita selalu kena kasus, pelakunya dari anak - anak kita sendiri." Sambungnya, "Terlebih kasus gue sama Gama."
"Tapi gak mungkin dong anak - anak kita bikin masalah buat anak - anak kita sendiri?" Tanya Felix.
Nakala membantah. "Ya mungkin aja, dia bikin masalah justru karena dia impostornya, dan dia tau dia gak akan kena hukuman karena dia yang ngaduin kita semua."
KAMU SEDANG MEMBACA
Negeri Sebelas
Fanfiction[ Wattpad AU ] Sekolah Menengah Akhir adalah karsa sederhana, tapi tidak untuk siswa - siswi Negeri Sebelas. tw! harsh words, parent issues, child trauma. highest rank #1 at sanha #1 at ryujin #3 at alternativeuniverse © 2022, nawendra