46 : Futsal

105 11 1
                                    







Ada satu alasan mengapa Zidanne berhenti dengan segala usahanya pada gadis bersajak Reandra itu. Dari segala upayanya untuk mendapatkan atensi dari Reandra, hanya sedikit respon gadis itu yang menyenangkan.

Beberapa kali pemuda Al Hakim itu berfikir untuk menyerah, sebab rasa bersalah pada kekasihnya sedari sekolah menengah.

Namun, saat keduanya lulus - lulusan dari jaket putih biru, seringkali sang kekasih memperumit segala keadaan, membuat keributan. Sementara Zidanne adalah orang yang paling malas berseteru atas hal - hal yang tidak penting, begitulah atmosfer buminya berhenti berputar. Zidanne memilih untuk menyerah pada keduanya, hubungannya dengan pacarnya dari SMP, juga upayanya untuk memikat gadis berjagat Reandra itu.

Toh, bagi Zidanne, sendiri juga tidak masalah.

"Dek,"

Pemuda itu mendongakkan kepalanya, seraya jemarinya meraih sepatu futsal yang tergeletak di atas rak sepatu.

"Kenapa bun?"

"Bisa gak sih futsal gak malam - malam begini?"

Pemuda itu menunduk, seolah sadar kontroversi akan melahap dinding rumah itu. Sementara Zidanne yang selalu berusaha menuntut kebebasan, alih - alih sang ibunda selalu menyeterukan ke khawatiran pada anak bungsunya.

Namun ujung dari segala perdebatan, pemuda berjagat Al Hakim itu memilih untuk selalu mengalah, dan menurut pada segala aturan yang lama - lama ia rasa sudah tidak masuk akal bagi anak laki - laki yang sudah kelas satu SMA.

"Bun, tapikan.."

"Udah deh Zidanne, enggak ada. Bentar lagi juga Papa kamu pulang kerja, kamu udah makin tua bukannya mikirin kuliah, malah begini."

Sementara layar ponselnya berdering, menampilkan telepon masuk dari kontak berjagat Haidar Abi, Zidanne enggan mengangkatnya.

"Main malam bisa malam minggu, kan dek? Bunda juga kasih kok kamu keluar malam kalau libur dan besoknya gak sekolah. Kalau futsal malam - malam terus begini, duhhh"

Zidanne mengusap wajahnya kasar. Satu, tidak mungkin ia absen pada latihan terakhir, yang kedua, tim futsal kelasnya tidak memiliki kipper pengganti karena tatanan futsal kelasnya amat - sangat berantakan, salahkan Haidar. Yang selalu pilih - pilih.

Sementara di putaran bumi lain, siswa - siswa mulai berjatuhan ke lapangan, namun tidak dengan Haikal yang baru datang dan tengah sibuk mengganti bajunya dengan jersey

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Sementara di putaran bumi lain, siswa - siswa mulai berjatuhan ke lapangan, namun tidak dengan Haikal yang baru datang dan tengah sibuk mengganti bajunya dengan jersey.

"Sia gak sama Zidanne?" Tanya Haidar, dengan dahinya yang berkerut heran.

Haikal menggeleng, seraya jemarinya sibuk membongkar isi tasnya. "Kagak, gue bawa motor sendiri dari rumah." Ucap pemuda itu sambil ngeluarin satu persatu barang dari dalam tas serut.

Haidar menepuk dahi bidangnya. "Aduh! Kumaha si Zidanne ieu." Gerutu Haidar, pake bahasa sunda, padahal dirinya boru batak. Belajar bahasa sunda, biar kayak Dilan ceunah.

"Hah?" Haikal yang gak paham sama ucapan Haidar beralih menyahuti.

"Si Zidanne, daritadi gue telfonin. Online tapi gak dijawab - jawab! Setan, hewan, iblis, dajjal" sungutnya.

"Gue kan udah bilang, Zidanne kalo malem - malem jarang boleh keluar. Lo malah pada batu, maunya latihan abis maghrib."

Haidar mengerucutkan bibirnya. "Kan panitia pelaksana latihannya bukan gue, puki! Lagian juga kalo siang lapangannya udah di booking anak SMA 8, telat booking gara - gara duit lo pada lama kekumpulnya!"

"Yaudah mau gak mau latihan gak ada Zidanne."

"Terus kipper nya, kosong gitu?"

"Emang pemain penggantinya gak ada?"

Haidar menggeleng. "Gak disiapin kalo pemain pengganti buat kipper."

"Pake Jevan tuh." Ujar Haikal, sambil nunjuk Jevan yang lagi berdiri dideket gawang udah siap jadi dokumenter sekaligus supporter. "Lumayan badannya gede."

"Emang boleh?"

"Ya buat latihan doang anjir masa gak boleh?" Ketus Haikal, "Kecuali kalo udah tanding kipper nya ga dateng"

"Tapi kan dia bukan dari kelas kita, Kal."

Haikal yang lagi ganti baju reflek nyambit Haidar pake kaosnya. "Ya terus mau gimana kontol? Lo ngomong lah sono sama panitia pembinanya, yang bikin acara, enaknya gimana, siapa sih emang pembinanya?"

Haidar nyengir, sambil ngusap - ngusap leher, terus gak lama netranya menangkap Gama yang lagi jalan keluar dari lapangan buat ngambil pelindung lututnya. "Gama!"

"Apaan?" Ketus pemuda Aditya itu.

"Lo panitia pembina?" Timpa Haikal, gak pake basa - basi, udah tau Haidar mau ngomongin apa, tapi alih - alih menjawab seperti apa yang Haikal kira, pemuda itu malah menggeleng.

"Kaga bukan gue, lomba antar kelas yang gelar bocah ultras tuh, tapi gue gatau panpem nya siapa." Tutur Gama, sambil nunjuk temennya ditengah lapangan. "Tanya Syammi coba"

Haikal mengernyit. "Masa iya lo gatau? Kan bocah ultras angkatan kita mentok - mentok lo, Jevan, sama Juan."

"Sumpah gue aja futsal di infoin Syammi," Jawab pemuda itu. "Katanya IPS 3 butuh gue, yaudah"

"Zidanne gak dateng latihan nih, bisa gak kipper kelas gua minjem kelas lain buat jadi kipper?" Tanya Haikal.

Gama mengendikkan bahu. "Gak tau gue, emang kelasan lo gak nyiapin pemain pengganti?"

Haikal nyikut Haidar, sementara yang disikut malah pura - pura bego. "Kumaha sia ku aing yang kena?"

Haikal bisik - bisik. "Salah lo lah gak mau masukin bocah cupu ke tim futsal kelas kita, kan jadinya kalo kayak gini gak ada pemain pengganti!"

"Bukan gak mau edan! Pada cemen! Aing kan milihnya yang jago - jago aja!"

Gama yang lagi pake pelindung lututnya terkekeh, "Emang mau make siapa buat ganti latihan hari ini?"

Haikal nunjuk Jevan di kursi penonton. "Jevan"

"Nanti gue tanya kelas gue, dikasih masuk apa enggak kalo dari kelas IPA lain. Tapi usahain yang badannya 11 - 12 sama Zidanne, Jevan kegedean. Nanti strategi lawan jadi terkecoh gara - gara kippernya gonta - ganti, apalagi yang turun ke pertandingan kan Zidanne, harusnya sih gak boleh absen pas latihan terakhir."

Haidar ngangguk - ngangguk, begitu juga Haikal yang sekarang lagi ngiket tali sepatunya.

"Yaudah Gam, thank you ya" Ucap Haidar, ala - ala bule gitu ngomongnya. "Btw sia kan hari ini ultah, gak ada selebrasinya pisan?"

Gama ketawa, sambil nyeka keringatnya yang mengalir. "Gak ada lah, pusing gue."

Ponsel pemuda itu berdering kemudian, menampilkan sebuah text dari sang kekasih bahwa dirinya tengah membeli kue tiramissue untuk perayaan ulangtahunnya.

Pemuda itu beralih menelfon gadisnya, menuai khawatir akan hal - hal yang akan datang kemudian.

Negeri SebelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang