45 : Ulang tahun dan Rancau

100 14 1
                                    











































play a songs on the tab and change theme to black.

langit mendung - hanacaraka





"Kak mau kue yang tiramissue apa cheese aja?"

Gadis itu mengitari freezer, seraya jemarinya menunjuk sebuah kue yang menarik perhatiannya. "Apa aja deh mbak, except chocolate, dia gak suka chocolate soalnya. Sekalian lilin angka 1 sama 6 ya mbak"

Pelayan itu menungging senyum, seraya jemarinya mengeluarkan kue dari dalam freezer. "Buat adeknya ya Kak?"

"Pacar saya mbak, hehehe"

Merasa tidak enak, pelayan tersebut mengelak. "Eh! Maaf, abisnya wajah kakaknya tegas banget kayak udah kuliah" ujarnya. "Mau request tulisan sekalian nggak kak?"

"Boleh, Happy Birthday Gama ya tulisannya."

Nakala kemudian mengitari satu persatu freezer dengan kue - kue yang terisi didalamnya. Pemandangan itu memikat rasa laparnya.

Gadis itu memandangi satu persatu kue dengan corak warna - warni dengan rasa yang beragam - ragam, tatkala di detik terakhir pandangnya menatap kue berbentuk hati. "Yang bentuk love ini berapa mbak?"

"Ooh, itu udah di pesen kak, kalo mau request kayak gitu harus booking dulu."

Gadis itu mengangguk, menungging senyum.

"Ini kak, udah ya, pembayarannya debit atau cash?"

Gadis itu kemudian menghampiri seraya merogoh card holder didalam saku jogernya. "Debit aja kak, BCA ya"

Setelah selesai dengan pembayarannya, Nakala melangkah keluar dari ruangan dengan semerbak vanilla itu, kendati bahunya bersebobrok dengan bahu seseorang. Namun yang menubruk segera mengucap maaf. "Eh, maaf ya Kak"

"Iya gapapa"

Gadis itu melangkah keluar, mencari kunci motornya dari dalam tas hingga suara penuh ricuh itu menelisik indera pendengarannya. "Mbak kue bentuk hati buat pacar aku yang kemarin aku pesen udah jadi kan? Aku mau ambil."

Oh, kue ulangtahun lucu itu merupakan pesanannya.

Gadis itu tak menyahut, mungkin hari ulangtahun sang kekasih dengan kekasihnya, bersebobrok di hari yang sama.

Namun sedikit gelisah menguasai hatinya, sebab kue ulangtahun yang ia belikan, nampak terlalu sederhana untuk sebuah kue ulangtahun.

Kendati ponsel gadis itu berdering kemudian, ia menatap nama taruna Aditya itu terpampang nyata disana.

"Halo? Kenapa?"

"Kamu beneran beli kue?"

"Iya, its your birthday Gam." Jawabnya, sumringah.

"Kan aku udah bilang enggak usah, Kal. Aku gak doyan kue, lagipula kamu mau ngasih dimana? Mau kerumah? Ketemu mama?"

Gadis itu terdiam, netranya menatap kue ulangtahun digenggamannya. "Pacar aku ulangtahun aku gak boleh beliin kue ya?"

"Bukan kayak gitu,"

Ia mengulum senyum. "Iyaudah kalo kamu gamau nerima gapapa, aku bisa makan sendiri di kosan. Atau aku bagi Zidanne dan Haikal, mereka pasti senang."

"Kal, bukan kaya gitu, aku kan udah bilang dari jauh - jauh hari, untuk ulangtahun aku gak mau dirayain sebegininya, udah bukan anak kecil."

"Termasuk sama aku?"

"Aku gak mau kamu kerumah, udah repot - repot bawa kue, malah jadi kontroversi sama mama."

Nakala terdiam, hingga bunyi engsel pintu toko itu mengusiknya. Bersamaan dengan seseorang yang bercakap dari sana.

"Halo, tante? Iya! Nanti malem Aliya kerumah, udah bawa kue ulangtahun buat Gama."

Tut.. Tut..

Bersamaan dengan telefonnya yang kehilangan sambungan, gadis bersurai legam itu melangkah penuh riang menghampiri sebuah pajero hitam di pelataran toko.

Seraya langkahnya memasuki mobil tersebut, tubuhnya hilang dari sana, menyisakan sebuah risau di lubuk hati Nakala Bumi.

Gadis itu kehilangan keseimbangannya tatkala matanya menatap hujan yang menyelimuti senja dini hari, ricuh klakson para pengemudi terlontar kencang dari kendaraan mereka masing - masing

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Gadis itu kehilangan keseimbangannya tatkala matanya menatap hujan yang menyelimuti senja dini hari, ricuh klakson para pengemudi terlontar kencang dari kendaraan mereka masing - masing. Bagaimana tidak? Sore hari, saat jalanan sedang padat - padatnya, gadis itu malah berhenti ditengah jalan dengan motornya.

"Bawa motor yang bener! Punya otak gak sih? Berhenti kok ditengah jalan!" Sungut bapak - bapak dengan ransel di tubuhnya, nampak baru pulang kerja, sepertinya.

Gadis itu tak kuasa menahan derai yang meluncur dari air matanya, ia terus berpikir. Mungkin nama mereka hanya sama, mungkin ulangtahun mereka juga sama. Namun tak kecil kemungkinan kan, bila ia dengan gadis berjagat Aliya itu memiliki kekasih yang juga sama?

Bersamaan dengan gemuruh di hatinya, hujan mengguyur rasa sedihnya.

Dering notifikasi menuai nadanya dari sebuah ponsel di saku celananya.

Nakala Bumi, mengusap wajahnya kasar tatkala pesan dari Dokter Lily, selaku dokter yang menanganinya menghantui ruang hampa di dalam dirinya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Nakala Bumi, mengusap wajahnya kasar tatkala pesan dari Dokter Lily, selaku dokter yang menanganinya menghantui ruang hampa di dalam dirinya.

"Jalan goblok!"

Gadis itu segera tersadar, bahwa jalanan padat pengendara ini menjadi macet berkat dirinya.

Tin! Tin!

Hari itu, tidak ada yang mendengar tangisnya, selain semesta dan bulir hujan yang turun penuh derita, kendati membungkus gulita.

Negeri SebelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang