51 : She Wouldn't Give Up

57 8 2
                                    





"Lo mau buka pintu apa gue ancurin nih pintu sekarang?"

Ancaman dari luar ruangan itu mampu membuat Gama mengusap wajahnya, kesal. "Open it." Lirihnya, pasrah.

"Gam?" Nakala berdiri, memandangi wajah penuh pasrah yang terlukis pada mimik kekasihnya.

Gama menghela nafasnya. "Buka aja, udah gak ada cara, daripada mamah yang dateng kesini?"

Nakala memutar kunci, kendati meraih kenop pintu. Memandangi wajah agresif Jevan Abraham dari sana. "Minggir, mana temen gue?!"

"Lo bisa ngomong baik - baik gak?"

Jevan mendorong tubuh gadis itu sampai tubuhnya membentur sisi dinding. "Minggir, kontol."

Nakala mengusap wajahnya. Gadis itu melihat tubuh gagah milik pemuda perkasa itu menghantam indah tulang pipi kekasihnya.

Bugh!

"Lo, pulang. Sekarang." Ucapan penuh penekanan itu membuat Gama mengedipkan netranya.

"Lo bisa gak, gak usah mukul Van!" Jerit gadisnya.

"Lo bisa gak, gak usah egois, Kal?" Ujar Jevan.

Gadis itu menarik seragam putih yang terbalut di tubuh pemuda Abraham itu. "Keluar!"

"Gue bawa temen gue keluar juga dari sini!" Jerit Jevan, dengan urat - urat yang sudah membiru di lehernya. "Kalo perlu keluar dari hidup lo sekalian!"

Suara pukulan menggelegar kemudian. "Lo bisa gak usah ribut gak anjing?!" Juan mengambil kendali, gumpalan tangannya menghantam pintu yang terbuat dari kayu jati. "Gue udah bilang sama lo, Van. Tarik Gama gak usah pake mulut!"

Gama bangun dari duduknya. Pemuda itu merapihkan hoodie hitamnya yang acak - acakan. "Gue bisa bangun dan jalan sendiri, Van." Ujar pemuda itu, seraya menyingkirkan tangan Jevan dari bahu bidangnya. "Lo tunggu luar aja," sambungnya.

Juan mengisyaratkan hal yang sama kepada Jevan. Meminta pemuda itu menunggu di luar, sebab emosinya masih membara - bara.

Gadis berjagat Bumi itu mengusak rambutnya.

"Gue kecewa sama lo berdua." Lirih Juan. "Lo berdua harusnya tau beberapa batasan yang dilangkahi, bisa berbalik menyulitkan buat hidup lo berdua." Sambungnya.

"Ju," Gadis yang berada tepat dibelakang Juan itu menarik pelan telapak sahabatnya.

"Its enough, Kal. Gue jadi percaya lo ngancurin hidup Gama." Sahut Juanda, seraya menarik tangannya, seolah enggan disentuh oleh gadis itu. "Gue tunggu di luar, Gam. Better lo berdua ngucapin salam perpisahan, karena gue gak tau apa yang bakal nyokap lo lakuin abis ini."

Juan melangkah keluar dari ruangan tersebut.

Diiringi Gama yang beralih menarik tubuh kecil sang gadis kedalam dekapannya. "Sorry,"

"You dont have to say that.. Gam.. Its my fault.." Gadis itu melimpahi hoodie hitam sang adam dengan air matanya.

Gama menarik wajah gadis itu. "Nangis?"

"Do you think?"

Pemuda itu terkekeh, penampilkan gigi gingsulnya dari sana. "Kamu tetep cantik, meskipun nangis juga." Guraunya. "Its okay, Kal. Ini bukan salah kamu, kamu cuma nolongin aku yang lagi mabok. Aku bakal jelasin ke Juan sama Jevan, ke mama juga."

Gama menarik gadis itu kembali dalam dekapannya. Sebelum akhirnya pemuda itu meraih sandal hitamnya di rak sepatu.

"I love you,"

Pemuda itu tertawa. "Too, my princess."

Negeri SebelasTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang