Bel pulang menganderungi indera pendengaran para siswa. Satu persatu dari mereka berlari penuh cekatan melangkah keluar dari pagar.Sementara gadis bersurai hitam gelam itu tidak berhenti menggigit bibirnya. Eskpresi gusar tergambar jelas di wajahnya.
"Pril, absen kelas udah diserahin ke Bu Nab—" Eksistensi seorang gadis yang muncul didepan pintu kelasnya dengan sebungkus ciki itu sukses membuat April setidaknya mengendurkan presentase panik di hatinya.
"Nau! Punya nomor kak Nakala gak?"
Gadis yang disapa Naura itu mengernyitkan dahi. "Punya, emang kenap—"
"Call dia sekarang! Bilang Juan sama Jevan otw ke kosannya"
Naura semakin mengernyitkan dahinya. "Terus kenapa anjir? Kan mereka emang sering nongkrong disana. Lagian hape lo kemana?"
Gadis itu mendecakkan lidahnya. "Hape gue lowbattery, udah buruan lo call aja!"
Sementara gadis yang satunya sibuk menekan tombol telefon pada layar radiasinya, April menata barang bawaannya kendati menenteng sebuah map berisikan daftar absen kelasnya. Gadis itu sukses menandai kolom tabel atas nama Pancagrama dengan keterangan sakit.
Langkah gadis itu bergerak cepat, hendak memberikan absen kepada guru yang bertanggung jawab di meja piket.
"April."
Panggilan penuh dingin yang terlontar dari luar ruangan itu membatalkan niatnya.
"Coba bapak liat absennya, ada yang kelongkap atau tidak? Ini mau diserahin ke meja piket kan?"
Gadis itu merapatkan kedua bibirnya, hal yang tidak ia duga - duga menyambutnya. Hakikinya, absen kelas jarang sekali di cek oleh wali kelas, maka gadis itu dengan percaya diri bisa memanipulasi daftar absen dan keterangan siswa, lalu menyetornya ke meja piket. Sebab guru yang bertugas disana tidak akan mengecek dua kali keterangan yang ia tulis.
Lelaki paruh baya yang bertanggung jawab atas organisir kelasnya itu meraih map hijau di genggaman sang gadis. "Sebentar ya, bapak cek dulu."
Jantung gadis itu berdegup dua kali lipat dari pada biasanya, mati lah ia jika ketahuan
berpartisipasi atas hilangnya Gama hari ini.Sementara lelaki dengan separuh rambutnya yang sudah memutih mulai membuka map tersebut. Memandangi satu persatu nama yang ada disana.
"Gama sakit?"
Gadis itu menggerutu didalam hati.
"Bapak gak dapet izin apa - apa dari orangtuanya, Pril. Lagi pula pihak konselling lagi nyariin dia seharian ini. Orangtuanya sampai whatsapp bapak kasih kabar bahwa Gama gak pulang dari semalam." Ujarnya. "Kamu dapat kabar darimana?"
Gadis itu membeku, kaku. Lidahnya tak bisa menutur kata.
Sementara jawaban cekatan dari lisan sang teman berhasil menyelamatkannya. "Loh? Emang dia gak sakit pak? Tadi saya denger kata Syammi sama Haidar dia sakit. Kalo saya sama April salah denger, berarti salah informasi tuh pak"
Sang paruh baya mengernyitkan dahi. "Loh, gimana bisa sakit? Dia aja gak pulang kerumah kata orangtuanya. Kamu denger dari Syammi sama Haidar?"
Naura mengangguk, dengan sebungkus ciki keju yang ia kunyah di dalam mulutnya. "Iya. Katanya gitu." Bohongnya, padahal tidak ada ungkapan demikian dari lisan Syammi dan Haidar. Gadis itu mengkambing hitamkan dua orang demi keselamatan sang kawan.
"Ngaco tuh anak dua, tipu - tipu." Gerutu si tua. "Yaudah Pril, ini absennya Gama di tipe x aja."
April mengangguk penuh senang. "I-iya pak."
Hendak melangkah, si tua mengurungkan niatnya. "Eh iya, Naura. Nakala anak kelas kamu kan?"
"Iya pak, MIPA 3"
"Dia hari ini masuk?"
Gadis itu menggeleng. "Enggak pak,"
Sang tua mendecakkan lidah kemudian. "Ck, udah pasti berduaan tuh anak." Ucapnya. "Ya sudah, terimakasih ya neng."
Selepas kepergian si tua, April menyenggol sang kawan dengan sikunya. "Dijawab? Telfonnya?"
Naura menghela nafasnya, seraya menyodorkan layar ponselnya ke hadapan sang teman. "Calling,"
"Ah anjir!" Keluhnya.
"Emang kenapa sih dia berdua? bolos bareng?" Tanya Naura, seolah paham dengan situasi yang ada.
April mengangguk. "Iya, Kak Nakala bilang ke gue kalo Gama nginep dikosannya. Tapi situasi di sekolah lagi gak kondusif kayaknya. Juan sama Jevan sampe nubruk ke kosannya, mereka bisa berantem Nau, kayaknya.."
Naura mengelus bahu sang teman. "Its okay, everything will be fine."
"Lo kan tau, Kak Nakala udah baik banget ke kita." ujar April, penuh lirih.
"I know it, and i know her too. Gue tau Kak Nakala bakal nyoba segala cara untuk ngelindungin Gama, dont worry about this, Pril. She's a strong woman, gue yakin dia bisa atasin ini sendiri. Don't ever blame yourself too." Ucap sang teman.
April mengusap wajahnya kasar. "Apa gue minta tolong Kak William ya? Kak Nakala pasti gak bisa sendiri, Nau. Ini masalah besar buat dia, kata Juan Gama lagi dalam proses kasus Narkoba."
"Lo yakin mau ngorbanin Kak William kedalam masalah yang bukan masalahnya?"
April menghela nafasnya. "Gue gak tau harus bales kebaikan Kak Nakala gimana.."
"I know what you feel, she's a kind person for me too, tapi kita gak harus ngorbanin eksistensi oranglain untuk bantu masalah ini, Pril. You know its a big problem for them, and then you wanna William join this problem too?" Dialognya. "Just let them choose what they want."
"In your opinion, is she will give up?"
Naura menggeleng tatkala mendengar perspektif sang teman. "No, she wouldn't."
KAMU SEDANG MEMBACA
Negeri Sebelas
Fanfiction[ Wattpad AU ] Sekolah Menengah Akhir adalah karsa sederhana, tapi tidak untuk siswa - siswi Negeri Sebelas. tw! harsh words, parent issues, child trauma. highest rank #1 at sanha #1 at ryujin #3 at alternativeuniverse © 2022, nawendra