TAKDIRKU BERSAMAMU
°•°•°•°•°•
▪
▪
▪
▪Sepasang kaki yang tertutupi gamis menjuntai melangkah ringan menuju tempat yang sudah disepakati semalam. Banyaknya orang yang berlalu lalang tak ayal membuatnya tidak nyaman dan hampir bersenggolan dengan pengguna jalan. Ia terpaksa menggunakan jalan ini karena jalan yang dikatakan utama sedang diperbaiki.
"Sebentar lagi sampai, sabar...," gumam wanita berlesung pipi itu. Saat mulai merasakan dirinya sangat tidak nyaman karena sudah bersenggolan.
Bakinza bernapas lega saat sudah sampai di depan pintu tempat yang dituju. Namun ketika dirinya sudah memegang gagang pintu, saat itu juga tangan orang lain bersamaan memegang sehingga tangan Bakinza bersentuhan dengan tangan yang kekar dan besar.
Bakinza menoleh, alangkah terkejutnya ia saat tahu tangan itu adalah tangan Raffa. Sedangkan Raffa tampak panik dan secepat itu melepaskan tangannya, ia pun berlalu masuk ke dalam tak lupa sebelumnya ia meminta maaf pada Bakinza.
Bakinza masih terdiam memegangi dadanya yang berdebar, Rabbi...
Ia melihat tangan yang tadi bersentuhan dengan tangan Raffa, rasanya menghangatkan...
Entah mengapa saat tangannya bersentuhan dengan tangan Raffa, dirinya bagai tersengat listrik. Sehingga membuat debaran di dadanya cepat namun sensasinya membahagiakan.
Namun dengan secepat itu keningnya nampak mengerut saat mengingat wajah panik Raffa dan ia berlalu begitu saja. Raffa kenapa?
Berdiam diri saja tidak akan menemukan jawaban, Raffa pun sama memasuki tempat yang ia tuju. Jadi dengan dirinya masuk dan menemui sahabatnya, bisa saja nanti ia akan melihat Raffa.
Suasana kafe lumayan sepi, Bakinza pun baru memasuki kafe ini untuk yang ke-4 kalinya. Nuansanya tidak berubah, masih sama dengan interior sederhananya namun mampu membuat pengunjung nyaman dan betah karena kebersihan dan kewangian kafe ini.
Bakinza melihat kedua sahabatnya yang duduk di dekat jendela, ia pun menghampirinya. Sepanjang berjalan matanya tiada henti mencari sosok Raffa, namun tidak ada.
"Assalamu'alaikum. Maaf, ya, lama."
"Wa'alaikumsalam," Eshal tersenyum.
"Nggak papa kok," jawab Claudy.
Bakinza duduk di saling berhadapan karena memang mejanya yang melingkar. Ia pun kemudian menceritakan kejadian yang tadi dialaminya, semalam mereka bertiga sudah sepakat untuk tidak menutupi sesuatu apapun.
"Dia panik?" Gumam Claudy, "o ... mungkin orang yang tadi lari terbirit-birit itu Raffa kali, ya?" Mata Caludy memang sempat menagkap sosok yang berlari cepat namun hanya sekilas, jadilah dia tidak tahu siapa yang berlari.
"Bisa jadi, tapi kenapa dia panik, ya?" Eshal menoleh ke samping dan melihat Raffa kembali bersama wanita yang kemarin ia lihat di mall.
"Clau, Kinza. Lihat samping!" Keduanya menoleh dan sama-sama terkejut. Raffa sedang menggandeng tangan seorang wanita, sebisa mungkin Bakinza menahan agar raut wajahnya terlihat biasa saja. Namun tak dapat dipungkiri hati dan pikirannya sedang berdebat, meyakini apakah wanita itu yang dicintai Raffa atau memang adiknya?
Untuk kedua kalinya Bakinza kembali terluka tanpa tahu kebenarannya.
Bakinza terus memperhatikan kedua insan itu sampai akhirnya netra Bakinza bertemu dengan netra Raffa. Sebelum Bakinza memutuskan pandangan, ia sempat melihat Raffa nampak terkejut namun setelah itu Raffa tersenyum padanya.
Raffa tersenyum padaku? Mengapa? Apa dia memang ingin memperlihatkan bahwa wanita itu yang dicintainya?
Tapi, perkataan Raffa ketika hujan turun bahwa aku prioritas setelah ibunya, Raffa mengatakannya tidak sengaja? Ya Allah...
KAMU SEDANG MEMBACA
BAKINZA-Takdirku Bersamamu
RomanceAllah tidak menguji cinta seseorang, Allah hanya menguji hatinya. Sejauh dan semampu manakah ia sanggup bertahan. --------------- Di saat cinta telah menetap, di saat rindu sudah dibelenggu dalam penantian panjang. Bagaikan petir yang menyambar, Bak...