■T U J U H B E L A S■

1.9K 131 53
                                    

TAKDIRKU BERSAMAMU
°•°•°•°•°•




Netra pemuda berusia dua puluh tujuh tahun itu menatap lekat rumah yang berdiri kokoh di hadapannya. Rumah yang pertama kali ia kunjungi dan pertama kali ia pijaki. Ini adalah rumah si penyejuk hatinya.

Sesak di dada terus saja ada, rasa bahagia bercampur rasa takut memenuhi jiwa. Membuat raga tak kuasa ingin pergi jauh dari sini dan tak mau bertemu dengan si empu. Namun janji telah ia ucap pada si penyejuk hatinya bahwa hari ini ia akan membicarakan tentang janjinya empat tahun yang lalu.

Elusan lembutnya tangan menyadarkannya dari lamunan. Raffa menatap wajah wanita di sampingnya dengan senyuman dan anggukan mantap.

"Panggilah aku jika memang kamu sudah mengatakan semuanya. Kumohon jujurlah walaupun itu menyakitkan."

Raffa terus menatap wajah wanita di sampingnya, ia menghapus air mata yang mengalir di pipi wanita yang ia cintai, "sudahlah jangan menangis lagi. Kau penguatku jika kamu menangis aku jadi tidak bersemangat dan aku menjadi lemah kembali."

"Hiksss ... hiksss. Aku ini orang macam apa? Aku pasti sangat-sangat melukai hatinya, Raffa. Aku takut, aku takut nanti bertatap muka dengannya. Ya Allah ... seharusnya dari dulu aku tolak saja. Aku menyesal."

Raffa menunduk dan menangkup pipi wanita itu, ia berbicara selembut mungkin, "hey sayang ... jangan pernah kamu mengatakan menyesal! Bagaimanapun ini sudah takdirnya. Qadarullah. Kita sudah mengambil keputusan yang tepat. Berhentilah menangis kumohon," Raffa membawa wanita itu ke dalam pelukannya, "ssstt. Tenanglah ..."

Wanita itu mengangguk dalam pelukan Raffa dan melepas pelukannya. Ia mendongak menatap pria yang kini telah menjadi jalan menuju syurga-Nya.

"Iya, Raffa. Aku akan diam. Aku hanya sedikit takut saja. Cepatlah selesaikan."

Raffa mencium kening wanitanya, "doakan aku."

"Selalu."

Sementara Bakinza hatinya sedang berbunga-bunga karena hari ini Raffa akan mempertanggung jawabkan janjinya. Ia tidak sabar untuk mendengarnya.

"Duh, yang mau dapat kepastian, nih dari dia. Bahagia banget," ucap Fatih sambil menoel tangan Bakinza.

Wajah Bakinza bersemu ia memegangi pipinya yang memanas, "iya, Kak. Duh kok aku deg-degan, ya. Dia bilangnya cuman mau datang dulu membicarakan sesuatu. Bicarain apa, ya, Kak, kira-kira?"

Fatih menyentil dahi Bakinza, "ya bicarain tentang janjinya ke kamulah, aneh!"

Bakinza mengusap bekas sentilan Fatih, "ya ampun, Kak, panansnya sampe menjalar ke hati."

Fatih memutar bola matanya balas, "lebay," Fatih bersedekap dada, "nih lihat Kakak tuh sampe nge-handle
semua kerjaan Kakak yang numpuknya bikin usap dada. Demi apa cobak? Demi kamu, Dek. Demi mendengar langsung pria itu menyatakannya. Dan demi melihat wajah bahagiamu."

Netra Bakinza berkaca ia tak mampu berkata. Dengan cepat ia memeluk Fatih dan menumpahkan tangisnya dalam diam. Ia pun tidak menyangka akhirnya tahun ini datang juga. Tahun di mana Bakinza siap untuk membina rumah tangga bersama dengan orang yang dicintainya.

"Tapi Kinza sedih, deh. Abi sama Umi gak ada malah ke rumah Uwak," ucapnya seraya melepaskan pelukan Fatih.

"Udah gak papa. Dia juga gak mungkin langsung lamar kamu kan? Paling dia nanti mau minta restu Kaka dulu."

"Hehe, iya."

Tiba-tiba keduanya mendengar suara bel rumah. Bertambah pula debaran dada Bakinza.

BAKINZA-Takdirku BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang