■DUA-PULUH-ENAM■

2.3K 133 2
                                    

TAKDIRKU BERSAMAMU
°•°•°•°•°•




"Aku minta ... kamu berjuang untuk mendapatkan cintaku."

-Bakinza-

"Bagaimana aku bisa berjuang sedang kamu tidak mau berusaha untuk membuka hati untuk cinta yang baru dan menutup lembaran masa lalumu itu?"

-Faraat-

🍁

Bakinza berdehem canggung, mengalihkan fokus Faraat yang tengah berkutat dengan laptop di meja ruang TV. Bakinza bertumpu lutut lalu meletakkan secangkir teh hangat beraroma melati yang masih mengepul.

"Aku buatin teh buat kamu," ucapnya yang mati-matian menatap wajah Faraat. Sungguh dirinya menyesal dan merasa bersalah atas kejadian tadi pagi.

Faraat menatap sang istri yang malam ini menggunakan gamis berwarna cream dengan jilbab berwarna hitam. Bisakah Faraat berpikiran apakah istrinya ini sudah kembali seperti biasanya karena senyumannya itu. Dan bisakah Faraat membenarkan bahwa senyuman Bakinza--senyuman canggung?

"Silahkan diminum. Nanti keburu dingin," Bakinza cepat-cepat memecah keheningan yang tercipta. Selain itu, dirinya merasa gugup setengah mati karena ditatap begitu intens oleh sang suami.

"Aku minta maaf."

"Eh?" perkataan maaf Faraat membuat dahi Bakinza mengernyit.

"Aku minta maaf karena telah berpelukan pada saat di dapur seperti yang kamu lihat. Tapi, sungguh Za, dia Asley anak dari paman Ali. Dan maaf juga karena aku lupa memberitahumu."

Bakinza mengerjapkan mata dan akhirnya mengerti maksud perkataan suaminya. Seperkian detik wajahnya berubah menggambarkan rasa bersalah yang mendalam, "seharusnya aku yang meminta maaf, bukan kamu. Sikapku pagi tadi sangat keterlaluan dan mungkin melukai hatimu. A-aku ...," sesak di dada menghampiri karena suudzonnya pada Faraat berujung pada luka lama yang kembali terbuka.

"A-aku yang terlalu cepat mengambil kesimpulan dan aku yang membiarkan prasangka itu menjadi amarah di hati. Ma-maafkan aku," lanjutnya.

Senyum lebar Faraat terkembang, setidaknya dengan Bakinza berbicara dan mengeluarkan isi hatinya membuat hati Faraat lega. Ragu-ragu tangan kanannya ia angkat untuk menyentuh pipi sang istri. Bakinza yang menunduk terlonjak kaget karena merasakan sesuatu yang keras menghangatkan pipinya.

"Aku mengerti, kok, apa yang kamu rasakan saat itu. Wanita mana yang tidak kesal saat melihat suaminya berpelukan secara terang-terangan di hadapan istrinya, sekalipun sang istri tidak ada rasa sedikitpun pada suaminya." Faraat menggerakan ibu jarinya mengusap lembut pipi sang istri, "dan di situ juga aku bersalah karena tidak memperkenalkan Asley. Intinya kita sama-sama salah dan saling menyadari. Sekali lagi, maafin aku, ya, Za."

Bakinza hanya bisa mengangguk, namun rasa bersalahnya masih tertancap di hati. Andai Faraat tahu bahwa yang menjadikan Bakinza marah bukan karena adegan pelukan itu. Tapi itu karena dirinya mengingat perlakuan seseorang di masa lalunya. Dan rasa bersalahnya semakin besar karena ia mengakui Faraat lelaki baik seperti yang dikatakan abi, ummi dan kakaknya. Itu karena pagi tadi setelah Faraat pergi, muncul seorang wanita yang ia lihat wanita yang berpelukan dengan suaminya. Ia Asley--menceritakan tentang dirinya, tentang kedekataaannya dengan Faraat dan wanita yang berteleponan pada kemarin malam itu adalah Asley.

BAKINZA-Takdirku BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang