■TIGA-PULUH-ENAM■

2.7K 140 36
                                    

TAKDIRKU BERSAMAMU
°•°•°•°•°•



"Walau aku terluka. Aku merasa tak diinginkan. Tapi demi kamu. Aku rela."

-Faraat-

🍁

"Mesir selalu panas, ya," keluh Sagita sembari menyeka keringat di dahinya.

Faraat yang sedang membaca catatan penting proyek pembangunan melirik sebentar ke Sagita dan mengambil sapu tangan di sakunya lalu memberikannya pada wanita yang kini sedang menyeka keringat di lehernya.

"Sudah saya bilang yang terjun ke lapangan biar saya saja. Tapi kamu malah ngotot ingin pergi." Setelah memberikannya pada Sagita, lelaki itu dengan serius kembali melanjutkan kegiatan membacanya.

Sagita terpaku pada sapu tangan warna hijau di tangannya lalu dengan bibir tertarik manis ia pandangi dalam diam wajah tampan Faraat yang sedang serius sekali dalam kegiatannya. Ia menyium aroma di sapu tangan itu.

Gimana gue mau move on coba. Ini cowok sikapnya gentle banget.

Sagita tidak memakai sapu tangan itu untuk mengelap keringat di wajahnya. Ia malah menyimpan sapu tangan itu di tas dengan sengaja, karena tidak rela aroma Faraat akan terganti dengan bau kecut keringat. Ia bertekad tidak akan pernah memakainya.

Sagita berdehem, "terimakasih, Far. Lain hari aku akan kembalikan lagi sapu tangan kamu."

Faraat menoleh dan tersenyum. "Tidak usah dikembalikan, apa yang sudah saya beri tidak akan saya ambil. Kamu tenang saja Git, sapu tangan itu masih baru belum terpakai olehku."

Sagita tersenyum lebar, "oke. Sekali lagi terimakasih."

"Kita kembali ke kantor, kasihan kulitmu terbakar. Ayo!"

Faraat berjalan duluan, di belakangnya Sagita tersenyum senang karena dipedulikan oleh Faraat. Sagita semakin jatuh hati pada lelaki yang berbalik ke arahnya itu.

"Ayo, Git! Ngapain malah diam aja?"

Sagita mengerjap malu, dengan semangat tinggi ia berjalan. "Ah, iya!"

Faraat Faraat Faraat!! Berdosakah gue berharap Faraat ada rasa suka ke gue?

Tepat sekali sesampainya di kantor bertepatan dengan waktu salat Dzuhur. Faraat menyapa para karyawannya sekaligus menyuruh untuk bersiap ke musala yang terletak di samping bangunan ini.

Sagita keluar dari kamar kecil dan terkejut menemukan Fatih berdiri dengan raut datarnya. Ia melihat tanda di pintu menunjukkan toilet untuk wanita. Lalu sedang apa Fatih berada di sini?

"Pak Fatih? Maaf, sepertinya Bapak salah tempat, ini toilet untuk wanita." Tuturnya dengan sopan.

"Saya tahu."

Kening Sagita berkerut, "jika tahu kenapa Bapak ada di sini? Di toilet wanita?"

"Menunggu."

"Menunggu?" ulang Sagita. Ia celingukan, hanya ada dirinya saja di toilet ini. Namun, Sagita tak ambil pusing, mungkin memang sedang menunggu, entah menunggu siapa. Kemudian ia tersenyum kembali, "ah, baiklah, kalau begitu saya keluar. Permisi."

"Di toilet ini hanya ada kamu. Jadi saya menunggu kamu."

Langkah Sagita terhenti, ia berbalik badan. "Saya?" Ia kebingungan. "Eum ... oke, jika Bapak tadi menunggu saya. Kalau begitu mari Pak kita keluar, jangan di sini."

BAKINZA-Takdirku BersamamuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang