TAKDIRKU BERSAMAMU
°•°•°•°•°•
▪
▪
▪
▪Warning!!
Part pendek hanya 500+ kata 😄
Ada yang seneng aku up sehari 2 kali?
🍂🍂🍂
Bakinza menangis tersedu-sedu saat Faraat hanya diam bagaikan patung. Ia sampai harus menopang tubuhnya pada pinggiran meja karena tidak kuat berdiri.
Dalam pikirnya, jika seseorang diam maka berarti 'iya'. Bakinza sudah mengambil kesimpulan sendiri jika memang suaminya mengalami kelainan seksual.
Suara Bakinza terasa tersendat di tenggorokan saat hendak berbicara. "Mas katakan jika itu tidak benar!"
Faraat masih diam.
"Jangan diam saja!"
Faraat masih diam, namun matanya mengeluarkan air mata.
"Mas katakan sesuatu. Ya Allah, hiks."
Bakinza dengan sangat lemas mengguncang tubuh Faraat seraya terus berucap kalimat yang sama. Sampai pergerakannya terhenti karena ucapan yang dilontarkan Faraat.
"Aku lemah."
"Aku lemah."
"Aku lemah sebagai pria, Za! Aku lemah! Arghhh!!!" setelah mengatakan itu Faraat menangis keras sambil menjambak rambutnya sendiri.
Bakinza menutup mulutnya melihat Faraat sekalut ini. Sebenarnya ada apa?
Mengapa tanggapan Faraat yang diberikan berbeda?
"Aku benci aku yang dulu, hiks. Aku lemah!"
"Maafkan aku Za, gak sepantasnya pria lemah dan menjijikan ini menjadi suamimu! Maafkan aku, Za."
Bakinza tersentak kala Faraat bertekuk lutut dan hendak ingin bersujud kepadanya. Segera saja Bakinza memposisikan yang sama dan sedikit memebentak Faaat.
"Apa yang mau kamu lakuin, Mas?! Seharusnya kamu menjelaskan padaku, bukan bersikap seperti ini!"
Faraat mendongak. Hati Bakinza semakin kacau melihat mata Faraat yang memerah. Pun, raut wajahnya yang terlihat menyedihkan, menyakitkan.
"Tapi aku pria lemah, Za," bisik Faraat. "Maafkan aku, Za. Maaf aku tidak jujur padamu tentang hal itu. Jika kamu tahu, sudah pasti kamu jijik dan meninggalkanku. Maaf."
Faraat menangis kembali. Sedangkan Bakinza menggigit bibir bawahnya dengan kuat. Oh Allah... situasi macam apa ini?
Bakinza menangkup wajah Faraat dengan lembut. "Mas lihat aku," pintanya dengan lembut.
"Aku malu, Za."
"Aku istrimu, Mas. Jangan pernah malu dan ragu untuk menceritakan apapun. Mas sudah berjanji pada abi dan aku untuk selalu membahagiakan seorang Bakinza. Tapi dengan Mas menyembunyikan hal yang besar, itu membuatku sedih, Mas."
Faraat akhirnya menatap Bakinza. "Tapi aku sangat menjijikan. Aku dengan egoisnya memiliki wanita seperti dirimu. Seharusnya aku tidak memintamu pada abi, seharusnya aku tidak menikahimu, seharus--
"Mas ...," Bakinza mendudukan dirinya dan membawa Faraat ke dalam pelukannya.
"Jangan peluk aku, Za. Aku kotor. Yah, aku kotor."
Bakinza menunpahkan tangisnya pada bahu Faraat. Semuanya belum jelas. Semuanya tampak membingungkan baginya.
Hal apa yang membuat Faraat mengatakan dirinya sendiri begitu rendah?
"Mas tahu aku sangat mencintamu. Tidak ada manusia yang tidak memiliki masa lalu. Aku punya dan Mas tahu itu. Yang aku lihat bukan masa lalu Mas, tapi Mas yang sekarang. Iya aku tahu, jika orang mendengar masa lalu orang yang disayangnya itu memalukan, mungkin saja mereka akan bertindak seperti yang Mas katakan. Tapi aku tidak Mas. Mas sekarang imamku. Maaf Mas aku sempat meragukan cinta Mas, tapi sekarang aku sadar. Aku sadar Mas begitu dalam mencintaiku, bahkan Mas rela hati Mas terluka saat di hatiku masih ada nama pria lain. Mas sabar menungguku akan hal itu."
Bakinza mengecup sekilas pipi Faraat. "Masa lalu itu akan selalu ada dan tidak akan pernah terlupakan oleh kita. Seburuk apapun masa lalu Mas, aku akan menerima. Bukankah dengan pernikahan kita berdua telah sama-sama berjanji pada Allah untuk saling melengkapi satu sama lain. Berbagilah denganku bukan hanya hal yang membahagiakan saja, Mas. Tapi bagikan duka Mas atau emosi yang lainnya."
Bakinza tersenyum, "jadi, Mas sudah siap berbagi duka Mas padaku?"
Faraat mengangguk.
Bakinza membuktikan kata-katanya. Walau api sudah dipercikan oleh Mr. Razaaq, tetapi tetaplah ikatan cinta suci mengalahkannya.
---B E R S A M B U N G---
Next part akan panjang. Sepanjang jalan kenangan 😆
KAMU SEDANG MEMBACA
BAKINZA-Takdirku Bersamamu
RomanceAllah tidak menguji cinta seseorang, Allah hanya menguji hatinya. Sejauh dan semampu manakah ia sanggup bertahan. --------------- Di saat cinta telah menetap, di saat rindu sudah dibelenggu dalam penantian panjang. Bagaikan petir yang menyambar, Bak...