Rachel mengubah posisi tidur, ia bergerak ke kiri dan membiarkan tangannya memeluk sesuatu yang ia pikir sebuah guling, padahal guling tersebut adalah dada Raka. Si pemilik dada juga tak tahu jika ia tengah dipeluk begitu nyamannya setelah ikut terpejam meski di tempat terbuka sekalipun. Namun, Rachel perlahan membuka mata setelah rumput-rumput menggelitik telinganya, gadis itu menatap bergantian sosok manusia serta posisi tangan Rachel berada berulang-ulang sebelum benar-benar menyadari sesuatu.Astaga! Ini kenapa? Batin Rachel, ia mendelik merasa syok.
Rachel menarik tangannya sebelum beranjak duduk, keadaan masih gelap meski terdengar sayup-sayup suara kokokan ayam. Ia mengedar pandang dan baru menyadari jika Rachel tak tidur di kamarnya, tapi di alam terbuka. Gadis itu menengadah pada arunika pagi yang begitu memukau, gradasi oranye bercampur langit nan masih gelap terlihat sangat cantik.
Rachel memeluk lutut seraya menguap lebar, ia masih mengantuk, tapi tak mungkin juga melanjutkan tidur di tempat ini, apalagi bersama Raka. Bisa-bisa seseorang lewat dan berburuk sangka hingga menerka jika Rachel serta Raka melakukan hal senonoh di tempat itu.
Rachel menepuk bahu Raka beberapa kali. "Bangun, woy! Udah mau shubuh kayaknya," ucap Rachel.
Raka terusik, ia membuka mata dan beranjak duduk saat melihat Rachel sudah duduk.
"Kok gue bisa tidur di sini sih, Ka? Kenapa elo nggak bangunin gue?" cecar Rachel.
"Maaf, lo kelihatan pules banget tidurnya, ya udah gue biarin aja. Di sini nggak ada macan kok, jadi aman-aman aja. Makhluk halusnya juga takut, jadi nggak akan nongol." Raka terkekeh, ia mendapat pukulan di bahu.
"Apaan sih, untung aja gue bangun. Kalau ada orang lewat sini terus lihat kita kan bahaya, nanti dikira ada apa-apa."
"Ya gampang, Hel. Paling dibawa ke KUA." Tawa Raka lebih kencang lagi, saat Rachel akan memukulnya—Raka lebih gesit menghindar.
"Sumpah nggak lucu! Nggak mau nikah muda! Nggak mau punya anak dulu!" seru Rachel membuat Raka tak henti-hentinya tertawa, Raka siap menempatkan pagi ini sebagai salah satu pagi paling berharga—sebab ia bersyukur setelah bola matanya pertama kali menangkap pemandangan gadis seperti Rachel di sisi Raka. Bukankah setiap orang akan senang jika membuka mata kala pagi hari—lalu yang dilihatnya adalah sosok tercinta?
"Iya maaflah, kan asal ceplos tadi."
Rachel mengerucut, ia kembali menatap arunika nan semakin jelas memenuhi langit, gradasi oranye di atas sana semakin berkilau saja bersamaan terang yang menyingkirkan awan pekat agar pemilik singasana bisa muncul menuju tahtanya.
"Bagus banget langitnya, Ka," ucap Rachel seraya menunjuk sesuatu di atas sana.
"Bulan semalam juga bagus, tapi elonya malah tidur. Ya udah, gue lihat sendirian."
"Kan ngantuk, ya gue tidurlah."
"Kalau gue ajak ke kuburan, pasti elo juga bakal tidur juga ya?" Raka kembali terkekeh. "Mau pulang nggak?"
"Ya mau lah! Gue ada kelas jam sembilan, sekarang udah shubuh." Suara adzan sayup-sayup terdengar.
"Ya udah, kita pulang sekarang. Anggap aja kita lagi camping di alam terbuka, jadi kayak gini."
Rachel mengangguk, ia beranjak seraya membersihkan bagian belakang jaket serta celana yang terkena rumput serta tanah kering.
Rachel memberikan jaket Raka setelah sempat menutupi tubuhnya saat tidur. "Makasih ya, Ka."
"Sama-sama, Hel. Kita ke jalan yang semalam lagi." Raka melangkah lebih dulu, Rachel mengekor. Lampu-lampu semalam sudah tak lagi menyala setelah keadaan sekitar mulai terang oleh cahaya matahari.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap-Sayap Patah (completed)
RomanceSekuel of 'Danke' Romance, angst. "Terbang setinggi yang lo mau, lari sejauh yang lo bisa. Senang dikasih kebebasan, 'kan? Tapi satu hal, saat lo capek nanti--nggak usah cari tempat buat lo pulang, karena dia udah capek buat mengerti segalanya, dan...