"Rachel."Gadis yang disebutkan namanya itu menoleh tepat sebelum kakinya bergerak melewati ambang pintu perpustakaan kampus, dan Rachel baru sadar kalau sosok Leo juga ada di sana. Sejak berada di perpustakaan tak ada yang sanggup mengusik ketenangan Rachel untuk membedah buku meski sendirian sekalipun, dan sosok yang kini dilihatnya mungkinkah sengaja mengikuti sampai di perpustakaan, aneh saja kalau Leo berada di tempat yang isinya buku semua.
"Ya." Rachel menatap datar mantan kekasihnya, ia berusaha bersikap biasa saja, toh Leo harus diperlakukan seperti apalagi memangnya?
"Gue dengar, lo mau pulang ke Bandung sama Raka?" tanya Leo skeptis, ia berusaha mencari jawaban di sudut mata Rachel.
Gadis itu mengangguk. "Soalnya Raka bilang mau ke rumah saudaranya sekalian yang ada di Bandung, jadi daripada gue naik bus atau kereta, ya udah sama dia aja." Jawaban santai itu terasa menusuk di benak Leo, biasanya Rachel akan pulang ke Bandung bersama Leo, tapi kali ini seperti tidak biasa, dan Leo tak suka apa yang tidak biasa itu.
"Apa orangtua lo tahu kalau kita udah nggak ...." Leo tak melanjutkan kalimat itu, Rachel pasti bisa menerka sendiri.
"Belum, tapi nanti pasti gue jelasin kok, nggak usah khawatir. Mereka bakal paham kalau hubungan yang cuma sebatas pacaran juga pasti berakhir, kita nggak ada ikatan mutlak." Rachel melenggang keluar perpustakaan—membiarkan Leo yang bergeming menatap gadis itu makin jauh, ia di depan mata, tapi tak tersentuh, bukan lagi miliknya.
Leo merogoh ponsel saat benda di saku celananya terus berdering mengusik lamunan tentang Rachel, nama Natasha tertera di layar ponsel. Cowok itu enggan mengangkat—malah justru mematikan ponsel sebelum bergegas menghampiri Rachel yang masih melangkah sendirian di koridor, Leo sama sekali tak canggung untuk mendekati Rachel meskipun gadis itu dimiliki temannya sendiri, Leo seperti manusia berwajah tembok yang tak tahu malu.
"Tunggu sebentar, Hel," cegah Leo seraya meraih tangan gadis itu hingga empunya memutar arah—menepis tangan Leo.
"Apa lagi?" Rachel sudah malas menanggapi Leo, apalagi ketika orang-orang mulai menjadikan mereka bahan pembicaraan.
"Kalung, nanti gue mau balikin kalung lo sebelum besok liburan semester. Bisa kita ketemu di dermaga nanti sore?"
"Dermaga? Lo serius mau balikin kalung gue, kan?"
Leo mengangguk, matanya tampak sayu, tak ada semangat yang biasa Rachel lihat di sana. Namun, untuk apa memedulikan kondisi Leo lagi, itu bukan hak Rachel.
"Oke, gue bakal ke dermaga nanti sore. Tapi, jangan sekali-kali lo nipu gue ya."
"Gue serius."
"Deal." Rachel kembali melenggang, poaisinya makin jauh hingga menghilang di ujung tangga menuju lantai dua.
"Gue harus apalagi, Hel. Kalau begini ya udah, mungkin belajar lupa itu lebih baik," gumam Leo setelah sang mantan benar-benar menghilang dari tatapan netranya.
***
Sore itu, sepasang manusia nan pernah membuat memoar mereka di sana—kini kembali ke tempat yang sama, membiarkan bola mata masing-masing kembali menikmati nuansa senja bersama camar-camar sibuk hilir-mudik seakan menyaksikan sepasang sosok yang tidak lagi bersama.
Rachel berdiri bersidekap seraya menatap debur ombak, mereka sibuk berkejaran, untung tak sampai menggelitik kaki Rachel sekadar merayunya agar mendekat, ombak itu tak mungkin menyentuh kaki Rachel nan telah beralih menapaki selasar dermaga berbahan baku kayu. Sedangkan sosok yang mengajaknya datang ke dermaga justru bergeming di sebelah Rachel, tak ada kamera yang biasa melingkar di leher Leo setelah objek favoritnya tak bisa lagi didapatkan seperti dulu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap-Sayap Patah (completed)
RomanceSekuel of 'Danke' Romance, angst. "Terbang setinggi yang lo mau, lari sejauh yang lo bisa. Senang dikasih kebebasan, 'kan? Tapi satu hal, saat lo capek nanti--nggak usah cari tempat buat lo pulang, karena dia udah capek buat mengerti segalanya, dan...