7. Rose, beach dock, you and me.

3.5K 266 39
                                    

Pensil yang dipegang Rachel kini ia goreskan pada kanvas kosong di depannya, hal mudah yang bisa ia lakukan saat emosi atau marah hanyalah melukis, sebab nyawa atau rasa bisa lebih tertuang dalam goresan gambar nan menjadi utuh. Tangan Rachel seperti memiliki nyawa sendiri saat terus bergerak mengikuti kata hati, perlahan goresan-goresan tersebut membentuk sebuah gambar setangkai mawar berduri, memiliki empat daun serta beberapa kelopaknya telah gugur terbawa angin.

Rachel memiliki makna tersendiri kenapa harus melukis setangkai mawar. Anggap saja bunga itu adalah perasaannya sekarang, di mana perlahan satu per satu kelopak yang dianggap sebagai keutuhan hati ternyata sudah rapuh dan jatuh sedikit demi sedikit, mawar juga membutuhkan kehidupan—saat pemiliknya enggan merawat—yang terjadi adalah bunga itu akan layu dan melepas setiap kelopaknya, membiarkan semuanya mulai usang dan berakhir dibuang. Memangnya siapa yang suka menyimpan mawar layu, apalagi mati?

Tatapan Rachel masih fokus pada kanvas yang kini sudah dihiasi sebuah gambar, meski hanya goresan pensil, tapi mawar itu seperti 3D alias hidup. Diraihnya cat air dari meja kecil di sisi kiri kanvas, baru ia pilih warna, tapi tangannya kembali meletakan benda itu, ternyata Rachel mengurungkan niat membubuhkan warna.

Angin berhembus dari jendela kamar kost nan terbuka lebar, Rachel suka ketenangan dan kedamaian, saat sendiri bisa ia rasakan hal itu. Mendekati tengah malam kesunyian menyergap, ia tak dengarkan bising yang biasa memenuhi indra pendengarannya, suara angin pun tak terdengar sama sekali. Semuanya benar-benar hening, dan Rachel menikmatinya.

Gadis itu duduk di balik jendela seraya melukis—kini beranjak dan mengangkat hasil lukisan yang hanya sebatas goresan pensil, ia memperhatikan lagi detail gambar sederhana tersebut.

"Katanya, lukisan itu sebuah cinta yang dihidupkan pelukis, apa yang mereka gambar harus pakai perasaan, harus pakai emosi dan hati, harus berimajinasi. Kenapa setiap hal yang gue gambar semuanya sedih-sedih? Apa ini hidup gue?" Rachel menertawai hidup konyol ini, ia letakan lagi kanvas pada tempatnya sebelum bergerak menutup jendela saat jarum jam dinding menghampiri angka sebelas.

Sejak pulang dari apartemen Leo tadi, Rachel tak melakukan apa-apa selain diam di kamar tanpa memedulikan ponselnya meski terus berbunyi hingga emosi perlahan menggerogoti hatinya—membuat Rachel meraih kanvas kosong di sudut kamar dan menuang rasa gundah di sana.

Kali ini Rachel merasa cukup lega saat emosinya beralih menjadi sebuah gambar, gadis itu membuka nakas kecil di sisi ranjang dan mengeluarkan sebuah kotak merah mudah bergambar pelangi, kunci kecil warna perak digunakan Rachel untuk membuka kotak tersebut, ia mengeluarkan isi yang hanya sebatas tangkai mawar—sudah begitu layu tanpa satu saja kelopaknya.

"Ini yang lo kasih ke gue? Udah busuk kayak janji-janji lo selama ini." Rachel menggenggamnya erat, sengaja membiarkan duri-duri pada tangkai menusuk telapak tangan kanan sampai saat Rachel membuka genggaman itu—sudah merah oleh darah di beberapa titik. "Ini nggak sakit Leo, enggak sama sekali. Perih sedikit dan besok hilang, kenapa rasa sakit yang lo kasih ke gue nggak hilang segampang itu. Bajingan banget lo."

Rachel memasukan lagi mawar itu pada kotak dan meletakkannya di nakas, Rachel menatap tangannya yang dipenuhi darah, tiba-tiba air mata jatuh lagi.

"Perasaan gue udah mati, udah mati. Buat apa kita pertahankan kalau udah nggak sejalan, buat apa kita masih sama-sama kalau kenyataannya lo sendiri aja udah nggak pernah ada buat gue. Ini bukan cinta, ini siksa. Kalau gue nggak boleh mengakhiri kita, biar gue paksa buat lo yang lepasin gue. Jangan bikin luka-luka ini jadi makin bernanah."

Ibaratnya saat seseorang memutuskan menanam batang mawar yang sebatas ditancapkan saja di tanah, awalnya si pemilik sangat bersemangat mengurusnya, ia beri pupuk dan sirami air setiap hari hingga mawar itu tumbuh kian tinggi dan mulai menunjukan kuncup bunga. Saat mawar telah mekar, ternyata si pemilik lupa karena menemukan bunga lain yang lebih menarik dan tak berduri, lambat laun mawar pun mengalami evolusi, kelopaknya perlahan jatuh hingga menyisakan batang saja dan teronggok begitu menyedihkan karena ditinggalkan.

Sayap-Sayap Patah (completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang