11. Always there.

3.4K 290 30
                                    

Rachel merasa lebih baik saat jas putih Raka memeluk tubuhnya, meski masih terasa begitu dingin—setidaknya tubuh bagian atas tertutupi. Rachel tampak menggigil sepanjang perjalanan menuju kost-nya, ia sampai memeluk Raka dari belakang tanpa peduli kalau perasaan Raka justru kian dilambungkan ketika Rachel melakukan hal semacam itu—meski terdesak karena hawa dingin air kolam renang.

Raka tersenyum simpul di balik helmnya, tangan kiri Raka mengelusi tangan Rachel yang melingkar di perutnya sebelum kembali mempercepat laju kendaraan membelah ibukota bersamaan waktu nan semakin larut.

Lima belas menit berlalu, motor Raka sudah menepi di depan gerbang kost Rachel. Laki-laki itu melepas helm, ia mengernyit tatkala menyadari kalau tangan Rachel masih melingkar di perutnya, ia menunduk mengusap tangan nan terasa dingin itu.

"Hel, kita udah sampai," ucap Raka, sebenarnya ia suka diperlakukan seperti itu, hanya saja Raka tak ingin egois pada waktu, nanti Rachel bisa sakit kalau tak cepat-cepat mengganti bajunya yang basah.

Rachel tersadar, tadi ia terpejam sejenak. Gadis itu melepas pelukannya dan bergerak turun, ia memeluk lengan sendiri. Suara gemretak gigi-giginya yang bersentuhan terdengar, wajah kuarsa itu mulai pucat saja.

"Hel." Raka turun dari motor, ia mendekati gadis itu. "Ini jadinya sakit? Pucat gini elo."

"Nggak apa-apa. Makasih udah diantar pulang ya, Ka."

"Kok nggak apa-apa, gue beliin obat ya, Hel. Takutnya lebih parah, besok lo jangan kuliah dulu," ujar Raka begitu perhatian, manusia yang membuat Rachel seperti ini entah sedang memikirkan kondisi Rachel atau tidak. Dasar menyebalkan!

"Ini paling juga minum paracetamol aja, besok juga sembuh, Ka. Ini jasnya besok aja ya, ikutan basah jas elo di gue."

Raka mengangguk. "Tapi serius, Hel. Kalau emang sakit nggak usah kuliah ya, besok Kenta sama Aileen biar ke sini jenguk elo, gue pasti nggak dibolehin masuk ke kost cewek."

Rachel tersenyum. "Iya Pak Raka, iya saya nurut omongan Bapak aja." Gadis itu masih sanggup tertawa meski sudah sangat pucat. "Gue langsung masuk ya, Ka. Lo mau pulang apa balik ke acara Natasha?"

"Balik, ngapain ke sana lagi. Ya udah, ganti baju terus istirahat, hati-hati."

Rachel melambai tangan sejenak, ia bergerak membuka gerbang kost sebelum berlalu melewati halaman dan berakhir di kamar nomor lima.

Raka masih diam hingga Rachel masuk kost-nya, laki-laki itu menyugar rambut sejenak sebelum mengeluarkan sebungkus rokok serta pemantik api dari saku celana. Ia meloloskan sebatang dan menyulut sumbu, setelah itu asap rokok membumbung menguar ke udara melalui bibir serta hidung Raka.

"Selamat malam, Hel," ucap Raka saat memasang helmnya dan duduk di jok motor, ia melaju pergi.

***

Perhatian yang Raka bagi tak sekadar malam itu, pagi-pagi tanpa menghubungi Rachel pun Raka datang ke kost dan menunggu dengan sabar hingga Rachel keluar dari kamar nomor lima. Nyatanya, Rachel memang tetap berangkat kuliah meski hidungnya kemerahan setelah bersin berulang kali sejak semalam.

Raka berdiri di depan gerbang seraya menatap Rachel nan tersenyum menghampiri. Raka terenyuh menyadari meskipun Rachel dan Leo telah berakhir—ternyata Leo masih menyiksa gadis itu, Raka takkan lagi membiarkan Leo semena-mena terhadap Rachel.

Gadis itu mendorong gerbang, sebuah syal abu-abu melingkar di leher Rachel. Wajahnya masih pucat, bersin pun berulang kali dilakukan seraya menutupi hidung dengan tisu.

"Tuh kan sakit kan! Untung gue udah beli obat tadi di apotek dekat rumah, dan gue yakin kalau lo pasti keukeuh masuk kuliah. Bebal dikasih tahu," gerutu Raka tak bisa menyembunyikan rasa kecewanya.

Sayap-Sayap Patah (completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang