Sebuah benda nan tersimpan di laci nakas ruang kerja Karang membuat Leo tertarik, awalnya laki-laki itu masuk ruang kerja ayahnya di rumah sekadar ingin mencari kamera Karang yang biasa tersimpan di nakas, Leo juga jarang sekali menjamah tempat itu jika bukan urusan mendesak.
Namun, saat pemiliknya masih sibuk di kantor ternyata Leo tak bisa sabar menunggunya pulang, jadilah ia langsung masuk ruang kerja ayahnya. Membuka isi nakas dan menemukan sebuah flashdisk di sana, kini benda kecil tersebut sudah Leo hubungkan dengan laptop, tangan Leo mulai sibuk berselancar mencari sesuatu yang menampilkan beberapa file lama milik Karang.
"Jadi, ini isinya kenangan papa waktu dia masih kuliah. Kayaknya menarik," gumam Leo.
Laki-laki itu bersila di lantai balkon kamar, matanya berfokus pada layar laptop. Semula, ia hanya menemukan beberapa foto lama milik Karang, tak ada satu pun foto Karang, hanya gambar-gambar bertema alam atau sesuatu yang menarik dari hasil jepretannya di masa lalu, tapi saat Leo membuka berkas video—sesuatu membuat pupil matanya melebar.
Terlihat seorang gadis duduk di sebuah bangku dengan posisi paha kiri menumpu paha kanan seraya memangku gitar dan bernyanyi, ia mengenakan rok lipit hitam serta kemeja putih dengan lengan digulung sebatas siku, wajah itu tampak polos dan familier di mata Leo, ia tak mungkin takkan mengenalinya.
"Ini, kan. Mama? Serius ini mama yang nyanyi pas kuliah? OSPEK?"
Petikan senar gitar bersamaan suara Pelita menjadi perpaduan yang harmonis, apalagi ekspresi sang mama seperti hanyut dalam lantunan lagu nan dibawakannya. Cukup jelas jika video itu diambil dari jarak jauh, terlihat dari beberapa orang berkerumun sedikit menutupi posisi Pelita.
Leo bahkan baru tahu kalau Pelita bisa bernyanyi sebagus itu.
Di sisi lain, suara ketukan pintu kamar diiringi seseorang terdengar memanggil—terus Leo abaikan karena terlalu sibuk sebab masih terpaku pada video sang ibu yang baru ditemukannya setelah lebih dari dua puluh tahun ia hidup di dunia.
Mungkin akan banyak hal menarik lainnya tentang kisah romansa masa muda orangtuanya.
Pintu terpaksa dibuka tanpa peduli jika pemiliknya mungkin takkan mengizinkan, kalau Ananta jelas langsung masuk tanpa ba-bi-bu lagi. Namun, kali ini Pelita yang masuk kamar sang putra tanpa meminta izin setelah ia lelah mengetuk pintu—sedangkan si pemilik kamar sama sekali tak beranjak untuk membukanya.
Wanita yang baru pulang dari rumah sakit itu belum berganti pakaian, ia masih mengenakan celana katun panjang abu-abu serta snelli dengan lengan dilipat sebatas siku, crossbody bag juga masih menggantung di bahu kanan Pelita.
Pemandangan pertama yang ditangkapnya adalah kamar Leo kosong tanpa keberadaan si pemilik, tapi wanita itu tetap masuk sekadar meneliti hingga bola matanya mengarah pada jendela geser yang terbuka, jendela mengarah langsung pada balkon kamar.
"Leo pasti lupa tutup jendela kamar, mungkin dia lagi pergi," gumam Pelita meski jelas-jelas mobil Leo ada di garasi, wanita itu melangkah menghampiri jendela ketika tirai bergerak bebas terkena sapuan angin malam yang menyeruak masuk tanpa perlu izin dulu.
Tangan Pelita sudah menyentuh sisi jendela, tapi ketika bola matanya menangkap punggung kiri seseorang tengah bersandar pada tembok, ia mengurungkan niat dan melangkahi jendela sebelum akhirnya menemukan sosok yang ia cari tengah bersila seraya memangku laptop.
"Kamu? Di sini? Mama kira pergi ke rumah tetangga," tutur Pelita, ia menyelipkan anak rambutnya ke belakang telinga sebelum berjongkok di sisi Leo. "Lihat apa sampai nggak bukain pintu kamar?"
"Lagi lihatin orang cantik yang bikin jatuh cinta," ujar Leo seraya tersenyum miring.
"Siapa? Mama pikir kamu cuma suka sama Rachel."
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap-Sayap Patah (completed)
RomansaSekuel of 'Danke' Romance, angst. "Terbang setinggi yang lo mau, lari sejauh yang lo bisa. Senang dikasih kebebasan, 'kan? Tapi satu hal, saat lo capek nanti--nggak usah cari tempat buat lo pulang, karena dia udah capek buat mengerti segalanya, dan...