Di halaman rumah yang cukup mewah, tampak garden party tengah dilangsungkan. Gibran—ayah Karang—tengah merayakan ulang tahunnya yang ketujuh puluh, rambut pria itu sudah banyak beruban, wajahnya pun dipenuhi banyak kerutan. Tak disangka saja kalau ia masih setia sendiri sampai masa tuanya yang tetap tampak gagah dan berwibawa.
Khusus keluarga besar merayakan ulang tahun Gibran itu—termasuk keluarga kecil Karang; Pelita, Karang, Leo dan Ananta—adik perempuan Leo. Selama menjelang dua puluh tahun pernikahannya, Karang dan Pelita dikaruniai sepasang anak. Kebetulan perbedaan usia Leo dan Ananta cukup jauh, saat itu usia Ananta baru empat belas tahun, sedangkan Leo sembilan belas tahun.
Kebetulan sejak Pelita melahirkan Ananta, ia dan Karang sepakat pindah ke Bandung setelah Karang bersedia meneruskan bisnis ayahnya dan meninggalkan dunia fotografer yang lama digeluti. Gibran tak pernah berniat menikah lagi, ia sudah cukup senang saat putra satu-satunya memutuskan tinggal di Bandung dan menemani masa tuanya. Sedangkan Pelita yang lulus sebagai sarjana kedokteran serta melewati beberapa fase hingga berhasil menjadi dokter umum di salah satu RSUD Bandung, kini keluarganya tampak makin harmonis.
Sejak usia enam tahun Leo tinggal di Bandung, ia bersekolah di kota itu hingga SMA, lalu setelah lulus ia pindah sendiri di Jakarta demi melanjutkan pendidikan strata satunya di Universitas Merah Putih—kampus sama tempat Karang dan Pelita menimba ilmu dulu, karena di Jakarta banyak keluarga yang bisa mengawasi Leo, jadi Karang melepas putranya di Jakarta dan tinggal di apartemen. Sebulan sekali Leo bisa pulang ke Bandung, kebetulan jarak tempuh sekadar tiga sampai empat jam, jadi memudahkan Leo bolak-balik Jakarta-Bandung.
Kini terlihat Leo mengarahkan kamera pada objek-objek menarik di pelataran rumah Gibran, ia masih belum piawai menggunakan kamera, jadi beberapa kali berdecak karena hasil jepretannya dirasa kurang memuaskan.
"Di luar kali ya," gumam Leo sebelum memutuskan menjauhi orang-orang seraya mengedarkan arah kamera yang ia pegang dan memosisikan benda tersebut setara dengan wajah. Laki-laki itu keluar melewati gerbang tinggi rumah Gibran yang hanya dibuka separuh, Leo mengarahkan kamera pada jalan nan menampilkan begitu banyak lalu-lalang kendaraan dengan kerlap-kerlip lampu sen yang cukup menarik.
"KALUNG GUE! JAMBRET!!!" Seorang gadis baru saja melewati Leo, bahkan hampir menabraknya jika saja Leo tak mundur selangkah. Laki-laki itu mengalungkan tali kamera di lehernya sebelum beralih mengejar seseorang, panggilan jiwa mendesaknya.
Leo menendang pinggang preman yang masih berlari hingga akhirnya tersungkur di aspal. Buru-buru Leo merebut kalung perak yang dipegang preman itu, tapi sialnya si preman beranjak dan mengajak duel, pada akhirnya baku hantam terjadi hingga Leo bisa memukul mundur preman itu. Untung saja kamera miliknya juga tak tersentuh pukulan preman tadi.
Gadis pemilik kalung nan sempat terpaku pada pergulatan tadi akhirnya mendekat. "Makasih udah dibantu ambil kalungnya."
Leo mengamati gadis itu dari ujung kaki hingga kepala, ia mengulurkan tangan kanannya. "Leo."
Ekspresi yang gadis itu tunjukan justru berbeda, ia memutar bola mata seraya bersidekap. "Nggak punya nama, mana kalungnya."
Leo tersenyum miring, baru kali ini ia menghadapi gadis secuek itu. Ia tatap kalung perak berbandul nama RACHEL di telapak tangan kanannya, ia kembalikan benda itu pada si pemilik.
"Oke, Rachel. Kalau tiga kali kita ketemu, gue minta timbal balik buat pertolongan gue malam ini," tutur Leo.
Gadis itu mengernyit. "Ap-apa? Lo gila?"
"See you, Rachel." Leo beringsut pergi, sedangkan gadis bernama Rachel itu masih mematung memikirkan kalimat laki-laki aneh tadi.
"Tiga kali ketemu? Ngehayal itu orang, gue aja mau daftar kuliah di Jakarta, yang bener aja Bandung-Jakarta, nggak mungkinlah ketemu dia lagi," gumam Rachel sebelum melenggang pergi seraya memasukan kalungnya pada saku celana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap-Sayap Patah (completed)
RomanceSekuel of 'Danke' Romance, angst. "Terbang setinggi yang lo mau, lari sejauh yang lo bisa. Senang dikasih kebebasan, 'kan? Tapi satu hal, saat lo capek nanti--nggak usah cari tempat buat lo pulang, karena dia udah capek buat mengerti segalanya, dan...