Cuaca sedang begitu bagus saat Rachel memutuskan jalan-jalan sore sendirian sekadar mencari camilan kesukaan dari pedagang kaki lima di pinggir jalan. Perempuan itu mengenakan outfit baju kodok berbahan jeans yang dipadukan dengan t-shirt polos serta rambut diikat tinggi. Sebuah cone es krim rasa stroberi berada dalam genggam tangan kanan, beberapa kali lidah Rachel menyapunya lembut sebelum rasa manis khas stroberi berpadu dengan sensasi dingin meluncur mulus di kerongkongannya.
Kenyamanan trotoar kota Bandung terlihat dari peletakan kursi besi panjang serta tiang lampu sisi jalan berbentuk cukup futuristik, Rachel sendiri memutuskan duduk di sana seraya menghabiskan es krim.
Sebenarnya Rachel tak sekadar ingin pergi sendirian sore itu, sebab ia merasakan pening sejak sang bunda merencanakan pertemuan keluarga mereka dengan keluarga Leo. Gadis itu sama sekali tak mengharapkannya saat ia merasa hari-hari yang dijalaninya cukup baik ke depan tanpa seorang Ganindra Leo.
Rachel mengalami simalakama, jika ia jujur perihal alasan berakhirnya hubungan dengan Leo pada sang bunda, sama saja ia menyakiti orangtuanya.
Tak jujur pun Rachel harus menanggung konsekuensi bungkamnya bibir itu, ia terpaksa menikmati resah yang semakin merasuk.
Sudi tidak sudi, ia terpaksa menanggung semuanya sekarang.
Awalnya gadis itu menikmati es krim seraya mengamati lalu-lalang kendaraan di depannya, lambat laun suara petikan senar gitar yang cukup selaras mengusik indra pendengaran.
Gadis itu menoleh—mengerjap beberapa kali sekadar membuktikan jika penglihatannya tidak salah.
Sosok orang lain duduk di kursi besi panjang berbeda—berjarak dua meter dari tempat Rachel saat ini terlihat seperti Leo, dua anak kecil pengamen jalanan di depannya bernyanyi riang gembira.
Leo bisa main gitar? Batin Rachel, ia merasa belum bisa mempercayai penglihatannya.
"Mustahil, selama ini dia enggak pernah main gitar di depan gue," gumam Rachel sebelum beranjak seraya mengenggam bekas cone es krim yang kini dibuangnya pada tempat sampah di dekat kursi.
Gadis itu melangkah perlahan menghampiri Leo saat belum menyadari kehadirannya, dua pengamen cilik kini menutupi Leo dari sisi kiri.
Rachel berdeham, membuat dua bocah tersebut refleks menoleh dan menghentikan nyanyian mereka.
"Ada orang cantik," ucap Dayat seraya menarik lengan pakaian Tatang.
"Iya, pacar Abang Leo, ya?" terka Tatang.
Rachel sendiri enggan menjawab, sedangkan Leo masih sibuk dengan gitarnya seraya menatap arah berbeda, ia belum menyadari sesuatu.
Tatang menoleh dan menepuk bahu kiri Leo. "Abang, ada orang cantik. Pacar Abang, bukan?"
Leo mengerutkan kening. Ia menyandarkan gitarnya di sisi kanan sebelum beranjak dan mematung sejenak.
"Hai," sapa Rachel seraya menatap Leo dan gitarnya bergantian, "punya lo?"
"Hai juga, Hel." Ekspresi Leo berubah, wajahnya terlihat pucat, tak seceria saat bermain gitar untuk teman-teman kecilnya tadi.
"Dayat sama Tatang belum makan, kan? Ini buat kalian." Leo merogoh selembar uang biru dari saku celana, ia memberikan pada Dayat.
"Makasih, Bang! Kita cari makan dulu!" seru Dayat dan Tatang bersamaan, dua bocah itu akhirnya meninggalkan area trotoar termasuk sepasang mantan kekasih di sana.
"Duduk, Hel," ucap Leo seraya mengangkat kembali gitar yang kini ia sandarkan di dekat kakinya.
Rachel mengikuti perintah laki-laki itu, ia menatap gitar akustik nan dirasa cukup mustahil baru saja dimainkan oleh Leo.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap-Sayap Patah (completed)
RomanceSekuel of 'Danke' Romance, angst. "Terbang setinggi yang lo mau, lari sejauh yang lo bisa. Senang dikasih kebebasan, 'kan? Tapi satu hal, saat lo capek nanti--nggak usah cari tempat buat lo pulang, karena dia udah capek buat mengerti segalanya, dan...