41. My Star.

1.8K 166 13
                                    

Pertama kalinya, Leo merasa benar-benar gerogi berada di sisi Rachel, nyalinya ciut saat harus melangkah di sebelah gadis itu setelah mereka berpisah sebulan lebih. Leo terlihat seperti bodyguard yang selalu berada di belakang gadis itu, dan bukan teman yang harusnya melangkah bersama di sisi Rachel.

Bukankah mereka berteman?

Rachel sendiri tak terlalu memperhatikan saat fokusnya mengarah pada ponsel meskipun ia tengah melangkah di antara kerumunan orang nan mengantre memberikan tiket masuk untuk acara tertutup itu.

Rachel baru berhenti melangkah saat ia tak sengaja menubruk seorang perempuan gemuk yang juga antre memberikan tiket masuk.

"Sori, gue nggak lihat. Ada yang sakit?" tanya Rachel, ia benar-benar ceroboh ketika kurang memperhatikan keramaian di sekitarnya.

"Nggak apa-apa." Perempuan gemuk itu tersenyum simpul sebelum berlalu menghilang dalam antrean, Rachel sendiri menyentuh dadanya seraya mengembuskan napas lega. Ia menoleh dan baru menyadari jika Leo berdiri di belakangnya, laki-laki itu bukan seperti Leo yang sering Rachel lihat. Sekarang seperti memiliki batas antara tuan putri dan prajurit meski transparan, Leo seakan benar-benar menjaga jarak dengan Rachel, begitu kontradiksi dengan sikap asli nan melekat dalam diri laki-laki itu.

"Kok lo di situ aja, sih? Sini bareng gue." Rachel menarik Leo ke sisinya tanpa ragu. "Leo kenapa, sih? Malu ya jalan sama gue."

Leo menggeleng cepat. "Enggak kok, Hel. Jaga-jaga aja."

"Ya tapi jangan di belakang juga, udah kayak apaan."

"Maaf bikin lo nggak nyaman, Hel." Leo merasa bodoh sendiri, bisa pergi dengan gadis yang begitu diinginkannya—tapi malah bersikap apatis seolah mereka sama-sama asing. Leo sendiri pusing memikirkan bahasa tubuhnya, tapi hati tentu melambung tinggi bak roket kala berada di dekat Rachel. Kapan lagi ia bisa nikmati waktu seperti ini?

Ketika antrean di depan Rachel semakin berkurang, buru-buru gadis itu menarik tangan Leo agar tak lagi jauh-jauh darinya. Leo sendiri bergeming pasrah membiarkan detak jantungnya tak keruan.

Kayaknya gue jatuh cinta lagi sama elo, Hel. Udah berapa kali gue jatuh cinta sama lo? Batin Leo.

Leo menunduk tersenyum tipis menatap tangan kiri yang digenggam erat oleh Rachel, sedangkan gadis itu tengah memberikan dua tiket miliknya pada penjaga pintu masuk.

"Langsung masuk ya, setengah jam lagi festival musiknya dimulai," ujar pria penjaga pintu masuk seraya tersenyum menatap Rachel serta Leo.

"Makasih, Mas." Rachel menarik lagi tangan Leo agar tak terlalu jauh darinya, jika Leo mungkin merasakan sesuatu yang menyenangkan, Rachel sendiri tampak biasa saja seakan perbuatannya memang sudah wajar, ia bukan sengaja membuat Leo baper.

Stage tempat berlangsungnya konser terlihat cukup tinggi dan megah, baliho berisikan nama-nama band indi yang akan tampil malam ini terlihat menempel erat pada tiang nan diatur panitia di sisi kiri panggung. Lampu-lampu jenis pinspot, bar dan panel fixture terlihat berpendar kuat menghiasi stage meskipun acara belum dimulai, alat musik lengkap juga tersedia di atas stage.

Ramai, satu kata yang cukup mewakilkan keadaan di tempat itu sekarang, Rachel dan Leo justru harus berdiri di posisi paling belakang setelah area sisi panggung telah penuh. Panitia sengaja tak menyediakan jenis-jenis tiket VIP bagi para pengunjung, mereka menyamaratakan tiket, siapa yang datang dan masuk lebih dulu—maka pengunjung tersebut bisa berdiri di depan panggung. Terlihat cukup banyak pengunjung yang membawa spanduk bertuliskan band indi atau vokalis kesukaan mereka.

Rachel menunjukan ekspresi muram begitu tahu jika ia telat datang sehingga mendapat bagian paling belakang, padahal berdiri di depan panggung untuk melihat jelas penampilan band indi favoritnya adalah satu hal yang ingin Rachel realisasikan, tapi sekarang harus pupus. Sejauh mata memandang, hanya berdesakan yang tampak, peluh sebesar biji jagung bahkan menetes di dahi gadis itu.

Sayap-Sayap Patah (completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang