Syal abu-abu menjadi sentuhan terakhir penampilan Rachel yang sudah selesai, hari ini cukup monokrom setelah dominan dengan abu-abu. Bandana berpita abu-abu menghiasi rambutnya yang diikat tinggi, sweater warna senada pun rok lipit putih berukuran ¾ ditambah sneakers putih serta tas punggung abu-abu membuat Rachel terlihat seperti anak SMA yang siap hangout, meski hanya outfit sederhana, tapi tak mengurangi inner beauty pada dirinya.
Tin-tin!
Suara klakson mobil membuat Rachel buru-buru menghampiri jendela, lengkung bibir terukir manis saat melihat Leo baru turun dari mobil seraya menengadah, tapi Rachel langsung menggeser posisi berdiri meski sudah tertangkap basah oleh Leo tadi, entah kenapa seperti banyak kupu-kupu berterbangan di perutnya. Bahagia memang selalu sesederhana itu.
Saat Rachel melongok lagi, Leo sudah tak ada di sana. Ia bergegas cepat menghampiri pintu, tapi Mili membukanya lebih dulu.
"Itu Leo udah datang," ucap Mili seraya mengamati penampilan anak gadisnya, ia tak pernah protes karena tahu anak muda memiliki zaman keemasannya sendiri, bagi Mili urusan berpakaian anak gadisnya masih dalam batas wajar.
"Iya, aku udah dengar klakson mobilnya. Kayaknya aku nggak sarapan dulu deh, Bun. Abisnya takut Leo nunggu lama."
Mili mengusap lembut puncak kepala sang putri. "Nggak apa-apa, langsung pergi aja. Hati-hati ya di jalan. " Ia mengecup kening sebagai tanda kasih sayang sekaligus perpisahan.
"Bye, Bunda." Rachel melambai sejenak sebelum melewati wanita itu, derap kakinya begitu cepat menuruni tangga, begitu tergesa seolah siap menemukan sesuatu yang benar-benar ia tunggu sejak lama. Padahal hanya Leo, tapi sikapnya bisa seaktif dan selucu itu.
"Pag—"
"Pagi, Leo! Makasih bunganya." Bibir Leo bahkan belum sempat mengatup saat Rachel langsung saja merebut setangkai mawar yang belum ia sodorkan, untung saja terbungkus plastik, jika tidak mungkin tangan Leo tergores duri akibat tarikan Rachel cukup cepat. "Wangi." Gadis itu nyengir kuda, dia benar-benar menggemaskan, tapi Leo tak membawa karung untuk membungkusnya dan dibawa pulang. Ah, ada-ada saja.
Ah, ia sudah jatuh cinta pada Rachel lagi untuk kesekian kali. Jatuh dan bangun, berkali-kali harus dinikmatinya saat bersama gadis itu, tapi semoga tiada kejatuhan lagi esok hari.
Mereka masih berdiri di ambang pintu utama, laki-laki itu memperhatikan keadaan di belakang Rachel. "Tadi gue cuma ketemu sama Tante Mili, udah pamitan juga mau bawa elo pergi. Om Sagara mana?"
Rachel menoleh ke belakang. "Papa belom pulang jogging, kalau nunggu dia pasti bakal lama. Kita tinggal aja, ya?"
"Tapikan dia—"
"Nanti bunda yang bakal bilang, tenang aja." Rachel merangkum tangan kanan Leo tanpa ragu dan menariknya menghampiri mobil di luar gerbang, sikap gadis itu terlalu menyiratkan seolah hubungan mereka bukanlah sepasang mantan kekasih, tapi masih di area pacaran. Bahkan sikapnya lebih manis lagi kali ini, apa dalam waktu semalam mukjizat datang menghampiri Rachel?
Apa doa dari sebuah penyesalan yang selalu Leo langitkan telah dikabulkan?
Intinya, hari ini Leo siap mengingatnya sebagai salah satu hari membahagiakan, akan ia menyimpan pada sudut memori serta relung hatinya.
Laki-laki itu membukakan pintu sisi kiri dan membiarkan Rachel masuk seraya memasang sabuk pengaman sendiri, usai pintu ditutup Leo masih bergeming menengadah memperhatikan langit begitu cerah, kapas putih bergumul menggantung di angkasa, panas baskara siap menyambut siapa-siapa di bawahnya.
Suasana yang bagus, semoga ke depannya lebih baik lagi, batin Leo. Suara ketukan kaca dari dalam membuatnya meluruhkan pandang pada Rachel yang sudah menunggunya, laki-laki itu terlalu senang sampai lupa waktu. Ia bergegas mengitari kap mobil dan duduk di balik kemudi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap-Sayap Patah (completed)
RomanceSekuel of 'Danke' Romance, angst. "Terbang setinggi yang lo mau, lari sejauh yang lo bisa. Senang dikasih kebebasan, 'kan? Tapi satu hal, saat lo capek nanti--nggak usah cari tempat buat lo pulang, karena dia udah capek buat mengerti segalanya, dan...