19. Friend or enemy?

2.8K 241 50
                                    

Klub malam Summer Night, kali ini tiga serangkai duduk bersebelahan, posisi Alan berada di tengah—diapit Raka sekaligus Leo, sekarang pertemanan mereka jadi terasa aneh sejak hubungan cinta segitiga antara Leo, Rachel serta Raka.

Alan sendiri menyadari kerumitan pertemanan mereka sejak tahu kalau Raka menyukai Rachel juga, seseringnya mereka berkumpul di tempat itu pun tak ada percakapan antara Leo serta Raka. Mereka yang dulu sedekat nadi sejak SMA, sekarang bisa se-asing itu hanya karena seorang gadis.

Raka memang lebih dulu mengenal Leo saat keduanya sama-sama melangsungkan SMA di Bandung, dulu Raka sempat tinggal tiga tahun di Bandung bersama neneknya sebelum wanita paruh baya itu wafat dan Raka memutuskan kembali ke Jakarta. Rumah nenek Raka dan orangtua Leo berhadapan, meski sekarang rumah nenek Raka sudah dihuni oleh pamannya sendiri karena tak ada yang mengurus rumah besar dua lantai itu sejak ditinggal oleh empunya.

Jadi, bisa dikatakan kalau Leo dan Raka sangatlah dekat, keduanya sering sekali melakukan sparring basket bersama, Raka juga mengenal keluarga Leo dengan baik, bahkan Raka sering sekali menjadi teman Ananta untuk mengerjai Leo.

Lalu sekarang?

Mereka seperti dua kutub magnet yang tak bisa menyatu, asing sekaligus pasif.

Raka tampak begitu santai membumbungkan kepulan asap rokoknya pun dengan Alan, sedangkan Leo fokus pada ponsel seraya sesekali meneguk alkohol jenis red wine di gelas sloki nan tergeletak di meja.

"Liburan pada ke mana nih?" tanya Alan membuka percakapan antara ketiganya, sejak setengah jam lalu mereka sampai tak ada percakapan pasti, lambat laun Alan yang paling sadar tentang mengapa dan bagaimana.

"Bandung," sahut Leo dan Raka bersamaan, keduanya saling menoleh bertatapan.

Alan merangkul bahu masing-masing teman di sebelahnya. "Waduh! Kompak banget kalian, mau nginep bareng? Nggak asik kalau gue nggak diajak."

"Nggak," sahut Leo dan Raka bersamaan lagi, Leo meluruhkan tangan Alan dari bahunya sebelum meneguk isi gelas sloki yang masih sisa sedikit.

"Lo mau ke rumah nenek lo itu, Ka?" tanya Alan, ia menyesap batang rokok nan terasa begitu nikmat.

"Iya, sama antar Rachel pulang ke Bandung, jadi sekalian pulang bareng sama dia," sahut Raka begitu santai tanpa memedulikan mantan kekasih Rachel yang kini meliriknya lewat ekor mata. Biar saja Leo merasakan sendiri apa itu sakit hati saat gadis yang dicintainya pergi dengan orang lain, sedangkan sikap Leo pada Rachel dulu lebih parah dari sekadar jalan dengan orang lain. Raka menikmati rasa sakit hati Leo, setidaknya harus ada penyesalan di benak temannya itu.

"Sekalian ngelamar Rachel ya," terka Alan seraya terkekeh, ia sengaja membuat hati Leo makin teriris.

"Kalau dianya mau ya ... gue siap-siap aja minta dia ke orangtuanya, lagian belum ada sebulan masa udah gaspol aja. Nggak gitulah, nikmati dulu prosesnya," ujar Raka begitu bijak.

"Ah iya, deketin dulu keluarganya gitu ya, Ka. Salut gue sama lo." Alan tersenyum miring menatap Leo yang bergeming. "Enakan naik motor, Ka. Biar bisa dipeluk Rachel dari belakang."

"Gampang, mobil atau motor sama aja juga. Dia bukan cewek gatel, nggak ngarep juga digituin Rachel."

Tiba-tiba saja Leo beranjak dan melempar gelas slokinya ke selasar hingga pecah berantakan, ia naik pitam mendengar semua percakapan dua temannya yang sengaja membuat situasi kian panas, tapi Leo tak berniat meluapkan emosi pada siapa-siapa. Laki-laki itu melenggang tanpa berucap sepatah kata, sedangkan Raka serta Alan biasa saja dengan sikap sarkas Leo tadi.

Mantan Rachel bergerak keluar klub menuju motornya seraya mengeluarkan ponsel dari saku celana, ia menatap nomor Natasha nan telah menghubungi dirinya sejak tadi sampai lebih lima kali, tapi Leo abaikan panggilan itu, dia tak ingin diganggu Natasha atau siapa-siapa, sebab hanya Rachel yang ia butuhkan.

Sayap-Sayap Patah (completed) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang