"Leo?"
Leo menengadah menemukan sosok yang begitu dikenalinya, sosok itu—pernah mengisi hatinya.
Leo bergeming beberapa saat seraya menyortir rupa gadis itu dalam ingatan hingga menemukan satu nama yang cukup familier di masa lalu, Amanda—mantan kekasihnya zaman SMA.
Amanda nan sebelumnya berkerumun dengan kedua temannya di sisi kiri tukang kue cubit kini menghampiri Leo, laki-laki itu seolah asing dengannya. Mereka memang tak pernah lagi bertemu sejak lulus SMA lima tahun lalu, ditambah penampilan Amanda sudah tak lagi seperti dulu—membuat Leo mungkin pangling.
"Hey! Kok diam aja? Lupa sama gue?" Amanda mencolek lengan laki-laki itu seraya tersenyum, ia mengamati Leo dari ujung kaki sampai kepala. "Gila! Lima tahun berubahnya drastis, tambah keren plus makin ganteng. Jadi fotografer sekarang?"
Leo menggeleng. "Enggak, cuma suka foto aja. Lo Amanda, kan?"
"Iya gue Amanda, masa udah lupa. Amnesia apa gimana?" Gadis itu terkekeh geli, dua temannya menghampiri setelah menerima dus kecil berisikan kue cubit.
"Nggak kok, beda aja." Leo mengeluarkan selembar uang biru dari dompetnya, ia memberikan pada tukang kue cubit yang kini mengeksekusi pesanan Leo tadi.
"Siapa, Man?" tanya gadis berambut pirang sebahu, ia tersenyum setelah mengamati Leo, gadis di sebelahnya juga bergeming menatap Leo seolah ikut terpikat.
Di mana ada gula, di situ ada semut.
"Ini Leo, mantan gue pas SMA," ucap Amanda begitu bangga memperkenalkan sosok tampan di sebelahnya, ia menatap Leo yang begitu kalem—seperti saat SMA. "Leo, kenalin dong dua teman gue. Jessica sama Laurine."
Leo mengulurkan tangan—bersalaman dengan dua teman Amanda, mereka masih enggan mengalihkan fokus dari laki-laki 21tahun itu seolah tak ada hal yang lebih menarik selain Ganindra Leo Angkasa.
"Ini, Mas." Tukang kue cubit memberikan kantung berisi dus kecil serta kembalian uang Leo tadi.
"Makasih, Pak." Leo meraih benda itu sebelum mengulurkannya pada Dayat. "Kembaliannya buat kalian aja ya, itu langsung habisin."
"Siap, Bang!" sahut Dayat serta Tatang penuh semangat, kedua bocah itu memilih duduk di trotoar jalan seraya menikmati kue cubit yang masih hangat. Lengkap sekali menikmati ketenangan Kota Bandung sore hari ditemani kue cubit, andai ditambah segelas kopi.
"Ya udah, gue mau ke dua pengamen itu," ucap Leo sebelum tangannya diraih Amanda.
"Nanti dulu dong, mumpung ketemu nih, boleh minta nomor lo, kan? Siapa tahu kita bisa meet up lagi."
Leo menghela napas, ia mengeluarkan ponsel dari saku celana dan memberikannya pada Amanda, ia membiarkan gadis itu mengetik nomor sendiri di ponsel Leo.
"Makasih, Leo. Nice to meet you." Amanda mengembalikan ponsel Leo, laki-laki itu sekadar tersenyum tipis sebelum melenggang menghampiri Dayat serta Tatang yang begitu menghayati rasa kue cubitnya.
"Itu serius mantan elo, Man?" tanya Jessica seolah tak percaya, gadis berambut pirang itu menoleh menatap Leo yang ikut menikmati kue cubit tadi seraya duduk membaur bersama Dayat serta Tatang. "Itu dia keren banget sih, buat gue juga mau."
Amanda menoyor kepala Jessica. "Enak aja lo, kalau emang bisa ya balikan sama gue. Masa lo sama bekas teman sendiri, dulu juga udah ganteng, sekarang lebih ganteng lagi."
"Pepet terus! Jangan kasih kendor," cibir Laurine seraya membuka dus kue cubit, ia meraih salah satunya untuk dinikmati hangat-hangat.
Ketiga gadis itu memutuskan pergi, langit sore mulai berubah abu-abu saat petir menggelepar di langit pertanda akan datang turun hujan, semua orang yang masih beraktivitas di area Taman Pasupati akhirnya memutuskan pulang ke rumah masing-masing, para pedagang kaki lima pun memilih mangkal di area yang terlindung dari hujan nantinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sayap-Sayap Patah (completed)
RomanceSekuel of 'Danke' Romance, angst. "Terbang setinggi yang lo mau, lari sejauh yang lo bisa. Senang dikasih kebebasan, 'kan? Tapi satu hal, saat lo capek nanti--nggak usah cari tempat buat lo pulang, karena dia udah capek buat mengerti segalanya, dan...