48.

38 4 2
                                    

Siang ini Asique sedang berkumpul di salah satu cafe dekat SMA nya dulu. Mereka meluangkan waktu untuk pergi menghabiskan waktu bersama tanpa ada Rey cs, ataupun Bara dan Al.

"Heran gue kok bisa ya?" Tanya Yola keheranan.

"Gue juga gak nyangka anjir! Hahaha!!" Seru Sherin dengan tawa diakhir kalimatnya.

"Eh itu beneran gak sih? Masa iya?" Tanya Keyla juga.

"Beneran gila, yakali bo'ongan," Sahut Caca dengan senyum geli di bibirnya.

"Udah ah jangan gitu, jodoh kan gak ada yang tau." Ujar Fany.

"Iya juga, tapi gak nyangka aja gitu. Masa Riki beneran jadian sama temen bimbelnya dulu yang sekarang jadi primadona kampus, gila gilaa," Ucap Rena sambil menggelengkan kepalanya.

"Wahh harus di interogasi nih kayaknya tu bocah." Usul Nancy yang membuat teman-temannya tertawa.

Bagaimana mereka tidak terkejut? Riki yang sifat gila dan gesreknya sudah mendarah daging itu bisa jadian dengan seorang primadona kampus yang anggun, cantik, ceria dan di idam-idamkan banyak pria. Riki bahkan hanya bercerita jika dia menyukai gadis itu yang dulunya teman satu bimbel Riki, tapi setelah itu Riki tidak bercerita sama sekali tentang kedekatannya dengan gadis bernama Jelita itu.

Setelah membicarakan tentang Riki dan Jelita, Asique pun kembali berbincang tentang apapun yang menarik perhatian mereka. Sampai saat ada suara sapaan yang menghentikan pembicaraan mereka.

"Hai, Ca!" Sapa orang tersebut. Asique pun mendongak kearah orang itu. Keyla, Sherin, dan Rena terkejut sama halnya dengan Caca. Namun Nancy, Yola, dan Fany hanya mengernyit bingung saat melihat seseorang yang belum pernah mereka temui.

"Siapa?" Tanya Nancy dengan wajah bingungnya.

"Oh, kenalin gue Reza. Mantannya Caca." Jawab orang itu yang tak lain adalah Reza.

Sontak saja hal itu membuat Nancy, Yola, dan Fany membulatkan matanya terkejut lalu beralih memandang Caca yang masih terdiam.

"Lo mau apa?" Tanya Rena kepada Reza.

"Gak mau apa-apa, cuma nyapa kalian aja. Masa gak boleh?" Jawab Reza yang membuat Rena mendecakan lidahnya.

"Terus ngapain masih disini? Kan udah nyapa. Mendingan lo pergi." Ujar Sherin.

"Lo kok gi-"

"Sebenernya maksud lo apa, Za? Mau lo apa? Ngapain lo tiba-tiba dateng lagi ke dalam kehidupan gue?" Ucapan Reza terpotong karena Caca tiba-tiba bertanya sambil berdiri dari duduknya.

"Bukannya gue gak terima, atau bukannya gue belum move on dari lo, Za. Tapi kehidupan gue sekarang udah lebih baik dari pada dulu saat lo masih ada di hidup gue. Kalo lo dateng cuma mau deketin gue terus ninggalin gue kayak dulu, sori, Za. Lo gak punya kesempatan untuk itu," Jelas Caca panjang lebar. Teman-temannya Caca hanya diam, begitu juga dengan Reza yang sudah dibuat terdiam dengan kata-kata yang Caca ucapkan untuknya.

"Ca, gue tau gue salah. Gue tau kalo gue udah numbuhin harapan dihati lo dulu dan dengan gampangnya gue malah hancurin semuanya. Gue minta maaf, Ca. Saat itu gue kecewa karna lo mutusin gue, dan akhirnya gue deketin lo lagi padahal gue mau jadian sama cewek lain. Gue cuma mau lo ngerasain apa yang gue rasain juga, Ca. Tapi dari sekian banyak cewek yang jadian sama gue, cuma lo yang gue rasa terbaik, Ca. Gue pamit dulu dan sekali lagi maaf. Gue janji gak akan ngulangin kesalahan gue lagi." Ujar Reza lalu ia melangkah meninggalkan Caca dan Asique serta Cafe itu.

Caca yang mendengar penjelasan dari Reza itupun langsung duduk lalu menghembuskan nafasnya lega.

"Alhamdulillah dia gak macem-macem lagi." Ucap Yola yang diangguki teman-temannya.

Asique pun kembali melanjutkan perbincangan mereka yang sempat tertunda tadi. Setelah menghabiskan waktu di cafe tersebut, Asique berpindah tempat ke mall untuk berbelanja dan menonton film hingga pukul setengah 7 malam.

***

"Lo kenapa jauhin gue?" Tanya Bara pada Sherin yang duduk didepannya.

Ya, hari ini sampai lusa Bara libur kuliah, maka dari itu ia menyempatkan diri pulang ke Jakarta untuk menengok kedua orang tuanya, bertemu teman-temannya dan juga gadis yang saat ini duduk dihadapannya, Sherin.

Setelah pulang dari mall kemarin, Sherin tiba-tiba saja mendapat pesan dari Bara yang memintanya untuk bertemu di cafe yang tak jauh dari rumah Sherin pagi ini.

"Gue gak jauhin lo, tapi ini gue yang sebenernya. Mungkin Kemarin gue deket karena gue ada rasa sama lo. Tapi sekarang udah enggak, jadi ini waktu yang tepat buat nunjukin diri gue yang sebenernya." Jawab Sherin yang membuat Bara terdiam sesaat.

"Maksud lo?" Tanya Bara.

"Gue tau sebenernya lo paham dan ngerti apa yang gue omongin. Tapi kalo lo emang bener-bener gak paham. Gue bakal jelasin." Jawab Sherin.

"Gue capek, Bar. Gak cuma fisik tapi hati gue juga. Gue capek nunggu orang yang selalu numbuhin harapan di hati. Tapi selama gue nunggu, apa orang itu datang? Ya, dia datang. Tapi bukan untuk mengubah harapan itu, melainkan menambah harapan lain yang tumbuh dihati gue. Setiap dia datang, semakin banyak harapan yang dia buat. Tapi gak ada satupun dari harapan itu yang berubah jadi kenyataan. Gue capek, nunggu tanpa kepastian itu gak gampang. Gue capek dengerin kata-kata yang seakan dia nganggep gue itu ada dan istimewa, padahal kenyataannya? Gue cuma satu dari jutaan orang yang hadir dihidupnya. Gue gak bakal pernah terlihat, Bar. Dan gue tau, cinta gak bisa dipaksain kan? Maka dari itu gue memilih untuk berhenti sampai disini." Jelas Sherin panjang dengan mata yang sudah memerah.

"Sher," Lirih Bara pelan.

"Gue minta maaf, gue udah berulang kali nyakitin hati lo. Gue udah berulang kali matahin hati lo, gue minta maaf, Sher." Lanjut Bara dengan nada penuh penyesalan. Sherin tersenyum tipis.

"Gak usah merasa bersalah, Bar. Disini gak ada yang salah sama sekali. Ini tentang perasaan dan hati, kita gak bisa nyalahin gue yang menaruh perasaan lebih ke lo, dan kita juga gak bisa nyalahin lo yang gak bisa bales perasaan gue. Cinta datang dengan sendirinya, bahkan tanpa kita suruh. Jadi bagaimanapun usaha kita buat maksa cinta itu datang, gak akan pernah bisa karna itu bukan kemauan dari cinta itu sendiri." Jelas Sherin, entah mengapa ia bisa sebijak ini.

"Gue harap setelah ini kita masih bisa temenan, Bar. Temenan tanpa melibatkan perasaan." Lanjut Sherin. Lalu mengarahkan jari kelingkingnya kedepan.

"Okey, Temenan tanpa melibatkan perasaan." Jawab Bara sambil menautkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Sherin.

Setelah itu mereka tertawa, entah apa yang mereka tertawakan.

"Semoga lo bisa nemuin seseorang yang lebih baik dari gue, Sher," Ucap Bara sambil mengacak rambut Sherin yang sebenarnya sudah ia anggap seperti adik sendiri.

"Lo juga ya, Bang," Jawab Sherin.

________________________

Halo guys! Jangan lupa vote dan komen ya, maaf kalo pendek. Semoga suka:)

Oh iya, bentar lagi 'About Us' tamat guys, jangan syedih yes:( Doakan semoga author lebih baik dalam kemampuan menulis ceritanya, biar bisa nulis banyak cerita lagi buat kalian, Aamiin.

Maafin author juga kalo kadang lama updatenya. Maafin kalo banyak typo dan kesalahan. Maaf kalo ceritanya gak sebagus cerita yang lain. Author masih belajar guys, jadi maklumin ya. Hargai setiap karya seseorang, terimakasih:)

About Us [COMPLETED] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang