SATU

780 73 24
                                    

Warning! Semua nama tokoh, pangkat, tempat, dan negara hanyalah pengandaian dan imajinasi dariku semata. Tolong, jangan disamakan dengan real life.

***

-It's killing me slowly but sure-

***

Kebanyakan orang di dunia mungkin melihat air atau salju sebagai hujannya, bukannya peluru. Kembang api dan obor sebagai peramai malam gulita. Bukannya lemparan bom yang berisi zat kimia beracun. Piano dan gitar sebagai melodi musik yang mewarnai hari, bukannya tembakan dan teriakan yang memekik. Tawa yang menemani serta kerabat yang bertambah, bukannya tangisan pilu dan keluarga yang berkurang.

Sebuah mobil baru saja melaju keluar dari perbatasan Afghanistan melalui perjalanan panjang ke arah Pakistan. Dari Pakistan, perempuan berusia 27 tahun itu kemudian pergi dengan burung besi ciptaan manusia. Terbang melintasi laut dan darat. Menuju ke arah tenggara. Kembali, ke tempat dia berasal.

***

"Kim Jisoo!" panggil seorang laki-laki setinggi 183 cm kepada perempuan yang dipanggil Jisoo yang berada 2 meter di depannya. Jisoo menoleh ke arah panggilan. "Ada apa, Jun?" tanyanya. Koo Junhoe mendekat dan menyejajarkan tinggi mereka berdua agar bisa berbicara dengan pelan.

"Kau dipanggil oleh Jenderal Besar," bisik Junhoe. "Ada apa sebenarnya? Tumben jenderal tua itu memanggilmu sendirian," lanjutnya penasaran.

Jisoo menggeleng. "Entahlah, aku juga tidak tahu. Dan kau sebaiknya mengubah panggilanmu atau kau akan dihukum kalau ada yang mendengarnya. Sudahlah, lebih baik aku segera ke sana dan mencari tahu apa itu."

Jisoo berlalu meninggalkan Junhoe dengan rasa penasaran. Jisoo menggigit bibirnya. Dia jelas berbohong pada Junhoe. Dia tahu, sangat tahu apa yang ingin dibicarakan oleh Jenderal Besar yang sudah dianggapnya ayah sendiri itu.

'tok tok'

"Masuk!" Perintah terdengar dari dalam membuat Jisoo menahan napas untuk beberapa saat. Dia kemudian memantapkan hatinya dan masuk ke dalam. Dia melihat seorang pria yang sebenarnya berusia kisaran 40 tahun, namun wajahnya masih seperti 30-an tahun. Di pakaiannya terdapat banyak tanda jasa dan penghargaan. Ada juga bintang lima tersemat di seragamnya.

"Jelaskan padaku! Apa maksud semua ini, Letnan Kolonel Kim?" tanya pria berusia 40-an itu dengan suara tegas. Dia menatap tajam perempuan yang sudah bersamanya selama kurang lebih 10 tahun dan sudah dia kasihi seperti anak sendiri.

"Maksud saya sudah jelas, Jenderal Besar. Semuanya tertera dalam surat pengunduran diri saya," jawab Jisoo dengan tegas. Pria itu menghela napas lelah. Dia kadang lupa kalau perempuan di depannya ini juga sering membuatnya sakit kepala.

"Jis," panggil pria itu pelan, menanggalkan segala keformalannya. Dia ingin berbicara kepada Jisoo bukan sebagai atasan pada bawahan melainkan ayah pada anak meskipun mereka tidak memiliki hubungan darah.

"Ayah tahu sesuatu terjadi padamu selama bertugas di Afghanistan dua tahun terakhir, jadi ayah mohon padamu untuk membicarakannya dengan ayah," kata pria itu memohon.

"Aku tidak apa-apa, ayah. Aku hanya..." Jisoo merasa ada sesuatu yang tertahan di kerongkongannya, membuatnya sulit bicara. "lelah dengan semua ini."

Jawaban itu membuat pria yang berusia lebih tua di ruangan itu menyipit tajam. "Ayah tidak akan menyetujui surat pengunduran dirimu ini kalau begitu."

"Aku cedera." Pria itu berbalik dan menatap Jisoo yang mengucapkan kalimatnya dengan cepat. Namun, dia menangkap dengan jelas apa yang dikatakan oleh Jisoo.

Another Part of Me (Bobsoo)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang