DUA PULUH DELAPAN

263 44 5
                                    

Hanbin melirik jam tangannya dan berdecak kesal. Dia menatap Donghyuk yang duduk di depannya dan makan dengan tenang, tidak sepertinya. "Apa Bobby tidak ke kantor? Ini sudah hampir lewat jam makan siang dan ada rapat sesaat lagi."

"Tergantung. Mungkin saja dia datang, mungkin juga tidak," sahut Donghyuk acuh membuat Hanbin menatapnya curiga. "Tindakanmu agak aneh, Donghyuk. Biasanya kau lebih gelisah ketika tidak tahu kakakmu berkeliaran ke mana. Apa yang kalian berdua sembunyikan?"

Donghyuk menggeleng. "Tidak ada, kok. Kalau dia ingat ada rapat, dia pasti datang. Lagian, serajin-rajinnya dia bolos waktu SMA tetapi saat rapat dia selalu datang, kan?"

"Tapi, tetap saja. Belum lagi kita harus mempersiapkan bahan rapat, kalau ada yang kurang nanti kita bisa diserang sama orang tua licik lainnya," ujar Hanbin.

"Kan ada Kim Hanbin yang pintar berbicara dan negosiasi. Kau pasti bisa meyakinkan orang tua licik itu," celetuk Donghyuk.

"Setidaknya beritahu aku kemana si gigi kelinci itu pergi?" tanya Hanbin penasaran. Donghyuk memutar bola matanya malas. 'Ini sih kepo, bukan khawatir.' Donghyuk mengecek handphonenya yang bergetar tanda pesan masuk.

"Sudahlah, ayo kita ke kembali dan mempersiapkan semuanya," kata Donghyuk. "Kakak sudah ada di ruang rapat. Tidak lama lagi, rapatnya akan dimulai." Dia berdiri dan berjalan lebih dulu. Hanbin yang terkejut dan terdiam untuk beberapa saat sebelum mengejar Donghyuk.

"Kenapa kalian sekarang main rahasia dibelakangku sih?" gumam Hanbin lebay.

***

"Sebelumnya, aku mau minta maaf karena sudah mengganggu dan memanggil kalian secara tiba-tiba," sahut Jisoo pada ketiga laki-laki di depannya yang diam.

"Aku tidak tahu basa-basi jadi sebaiknya aku langsung saja. Sebelum aku memutuskan harus berbuat apa saat ini, aku ingin mendengar cerita lengkap dari kalian berdua. Pertama, bagaimana kejadian saat aku lahir dan berakhir di Panti Asuhan Kasih?"

Jaejoong berdeham dan meminum minuman yang dipesannya karena kerongkongannya terasa kering. "Akan aku ceritakan secara lengkap."

Dia menarik napas dan menghembuskannya perlahan. "Dulu aku memberikan kalung itu pada mamamu, Jaekyung," katanya sambil menunjuk kalung yang dipakai oleh Jisoo. "Kalung itu turun temurun diberikan di keluarga k-kita. Dulu juga perusahaan ayah sempat mengalami kemunduran saat mamamu hamil. Itu membuat pikiran papa terbagi antara mempertahankan perusahaan dan memperhatikan ibumu."

"Salah satu lawan bisnis papa memanfaatkan hal itu dan saat papa lengah, dia menyewa beberapa orang untuk menculik mamamu. Papa melakukan negosiasi saat itu untuk menyelamatkan mamamu, tapi sebelum kami sepakat, mamamu melarikan diri."

"Aku sudah tahu hal itu dari dr. Jinhwan," potong Jisoo.

"Versi lengkapnya," sahut Jaejoong. Jinhwan yang mendengar hal ini sontak memberi perhatian pada ucapan ayahnya. "Mamamu sempat bilang kalau dia bertemu dengan ibu yang baik, yang memberinya perlindungan dan tempat tinggal saat dia akan melahirkan. Orang itu tentu saja Ibu Heejung, pemilik Panti Asuhan Kasih."

"Keadaan ibumu sangat lemah saat Ibu Heejung melaporkan bahwa ada korban penculikan. Aku bertemu dengan mamamu dan dia bilang kalau anaknya adalah perempuan yang cantik. Saat itu aku tentu saja ingin membawamu pulang, tapi mamamu ingin kau tinggal di sana karena situasi di rumah yang tidak aman buatmu."

"Efek kejadian itu pada Jinhwan membuatnya tidak mengingat jelas peristiwa saat itu dan mamamu tidak mau ada kejadian seperti itu lagi terjadi padamu. Dia berkata bahwa itu adalah permintaan terakhirnya dan aku harus menuruti kemauannya." Jaejoong berkedip beberapa kali untuk menghilangkan bulir bening yang muncul di matanya.

Another Part of Me (Bobsoo)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang