TIGA PULUH DUA

243 47 15
                                    

"Sampai separah itu?" tanya Jennie. Jisoo mengangguk. Keduanya berada di apartemen Jennie. Tempat yang jarang dikunjungi Bobby dan teman-temannya. Hanbin saja jika ingin datang pasti dengan sepengetahuan Jennie lebih dulu. Maklum, suami takut istri sepertinya akan menjadi label Hanbin ketika mereka resmi menikah nantinya.

"Aku mohon padamu untuk merahasiakan pertemuan kita," ujar Jisoo. Jennie mengangguk. "Walau kau tidak bilang pun, aku pasti akan merahasiakannya. Kau kan pasienku juga. Dan dari awal aku sudah berjanji untuk merahasiakan semua pertemuan kita, termasuk dari teman-temanmu dan juga Kim Bobby. Bahkan kedua ayahmu dan dr. Jinhwan saja tidak diberitahu."

Jisoo menatap Jennie penuh harap. "Aku tahu aku bisa mengandalkanmu."

"Tapi...., apa benar kau yang membunuh ayah Bobby?" Jisoo terdiam mendengar pertanyaan Jennie yang diucapkannya dengan hati-hati. Namun, setelah beberapa saat Jisoo mengangguk.

"Mau berapa kalipun aku menampik hal itu tetap saja kenyataannya aku ini pembunuh."

"Kenapa kau melakukan hal itu?" tanya Jennie spontan. Jisoo menggeleng. "Kau akan tahu saat waktunya tiba," jawabnya misterius. Jennie jadinya tidak memaksa lagi.

"Meskipun kau bilang padanya kau tidak menyesali apapun, tapi kau justru bertingkah sebaliknya. Kau tahu apa yang paling pertama kulihat darimu saat kau bertemu dengan Bobby di apartemenku hari itu?" Jisoo menggeleng.

"Penyesalan," jawab Jennie lugas. "Kau menjauhinya karena kau tidak ingin membuatnya lebih terluka dengan kenyataan itu. Itu yang membuatmu bertingkah dingin padanya."

"Begitukah?" gumam Jisoo pelan. Jennie mengangguk. "Kau masih mencintainya seperti sepuluh tahun yang lalu dan karena itulah kau mau bertindak sejauh ini."

***

"Apa?!" pekik Hanbin. Dia menoleh pada Donghyuk yang kini membaca dokumen perusahaan. "Coba kau ulangi."

Donghyuk menghela napas dan menaruh dokumennya di atas meja. "Jisoo yang membunuh ayah."

Hanbin tercengang dan tidak bisa berkata-kata. "Sebenarnya apa yang terjadi dalam satu malam hingga jadi seperti ini?" ujarnya frustasi. Kemarin mereka masih haha hihi dan hari ini mereka bertengkar hebat. "Kenapa situasinya menjadi kacau?"

Donghyuk memberikan selembar foto yang masih disimpannya setelah mengambilnya secara paksa dari Bobby. "Entahlah." Dia kemudian berpaling dan memilih menatap langit-langit ruangan Hanbin. "Tahu-tahu saja ada yang mengirim paket ke rumah utama tadi malam. Isinya foto itu dan sebuah surat."

Hanbin mengerutkan keningnya melihat foto itu. Saat menyadarinya, dia terkejut. "Ini editan kan? Candaan seperti ini tidak lucu."

Donghyuk mengangkat kedua bahunya. "Aku berharap seperti itu. Aku berharap reaksi Jisoo yang marah atau memprotes foto itu. Tapi dia malah membenarkannya."

"Hah?" Hanbin tercengang. "Kau yakin?" Donghyuk mengangguk. "Aku kan melihat pertengkaran mereka dengan jelas semalam." Dia kemudian merogoh saku jasnya dan mengeluarkan selembar kertas.

Kau pasti bertanya-tanya selama ini

Orang macam apa yang membunuh ayahmu.

Orang itu ternyata berada sangat dekat denganmu.

"Apa maksudnya ini? Suratnya sangat tidak jelas," ujar Hanbin. "Kau yakin ini bukan ulah orang iseng?" tanyanya berspekulasi.

Donghyuk hanya menghela napas dan mengendikkan bahunya.

Hanbin menatap kertas itu lama. Donghyuk bahkan kembali mengerjakan tugasnya karena merasa tak ada lagi yang bisa diceritakannya. Hanbin mencium bau kertas itu dan mengernyit heran karena tercium bau kunyit dari kertas itu lantas kemudian menatap Donghyuk. "Apa kau tidak merasa ini disengaja?" tanyanya.

Another Part of Me (Bobsoo)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang