TIGA PULUH EMPAT

220 43 9
                                    

"Kenapa kau mau ikut dengan rencana Jisoo, Chan?" tanya Rosé saat Jisoo sudah pergi.

"Kau sendiri kenapa mau ikut?" tanya Chanwoo balik. "Bukannya Jenderal Youngbae hanya memintamu di sini sampai Jisoo sembuh? Jisoo sudah lama sembuh, bahkan kau sempat menjalankan misi merepotkan bersama kami tapi kau tidak pulang juga."

"Kenapa kau terdengar mengusirku?" Rosé terdiam setelahnya untuk beberapa saat sebelum menjawab, "Sebenarnya aku tidak boleh mengatakan hal ini, tapi aku ditugaskan untuk menjaga Jisoo sampai aku mendapat pemberitahuan lebih lanjut. Lagipula, Junhoe juga ada di sini. Jadi sekali dayung dua tiga pulau terlampaui."

Chanwoo merengut kesal. "Cih! Dasar bucin," gerutunya. Mentang-mentang hanya dirinya sendiri yang jones.

"Kau belum menjawab pertanyaanku padahal aku yang bertanya lebih dulu, Jung Chanwoo."

"Bisakah kita tidak usah membahasnya?" elak Chanwoo yang disadari oleh Rosé yang langsung menggeleng. "Ayolah, apa salahnya memberitahuku. Apa semua laki-laki seperti kau dan Junhoe?"

"Jangan samakan aku dengan pacar bucinmu itu. Kami tidak sama," seru Chanwoo. "Kami tidak punya nasib yang sama," ulangnya dengan penekanan di setiap katanya.

Rosé tidak menyahut ataupun membalas ucapan Chanwoo. Saat ini keputusan terbaik yang bisa dipikirkannya hanyalah diam dan mendengarkan.

"Kau, Junhoe, Jisoo adalah beberapa orang yang beruntung. Kau dan Junhoe berasal dari keluarga yang berkecukupan dan mendukung kalian dalam segala hal. Jisoo beruntung karena Jenderal menemukannya dan mengangkatnya menjadi anaknya. Bahkan jauh sebelum itu, dia masih beruntung karena memiliki keluarga yang menganggapnya ada."

"Tapi aku tidak. Aku bahkan tidak tahu apapun selain namaku. Yang aku tahu hanyalah hidup di jalanan sejak aku kecil. Umur, keluarga, ataupun kasih sayang. Aku tidak tahu apa itu. Suatu hari, aku hampir sekarat karena dikeroyok beberapa orang mabuk."

"Kalau bukan karena Jisoo saat itu, aku tidak akan selamat. Dia yang menolongku. Junhoe dan Yunhyeong juga ada saat itu. Jisoo juga yang mengajakku masuk ke militer. Sejak saat itu, kami selalu berempat. Tapi seperti yang kau tahu, aku betugas sebagai back up saat Jisoo, Bobby, dan Yunhyeong ada di sana dan Yunhyeong meninggal saat itu."

"Karena itu..., aku membalas budi pada Jisoo dengan mengabdikan diriku hanya untuknya. Kapanpun dia membutuhkanku, aku akan selalu ada. Bukan karena aku punya perasaan lebih –maaf saja, aku tidak pantas untuk hal itu. Tapi karena dia penyelamatku."

Dia menoleh menatap Rosé dengan serius. "Jadi sampai disitu saja ceritaku, oke? Jangan memaksaku bercerita lagi. Kau tahu, itu memalukan untuk dibagi dengan siapapun."

***

Dua hari kemudian.

"Semua barang udah ada kan?" Jisoo mengangguk.

"Passport dan tiket ada?" tanya Jaejoong. Jisoo kembali mengangguk.

"Ingat, pesawatnya Boeing 777. Jangan sampai salah naik pesawat," Jisoo kembali mengangguk.

"Jaga diri baik-baik di sana. Jangan makan sembarangan. Jangan ikut sama orang asing. Jangan buat yang aneh-aneh dan terlibat aneh-aneh. Jangan mau kalau diberi permen sama orang-"

"Paaaa, Jisoo bukan anak umur 5 tahun," sela Jinhwan. "Bagaimana bisa dia mau ikut orang asing dengan imbalan permen?"

"Oh! Benar juga," celetuk Jaejoong. "Jangan ikut sama orang yang menawarimu wifi gratis-"

"Pa! Sadarlah! Jisoo bukan anak kecil," ujar Jinhwan. 'Dia bahkan tidak pernah seperti ini saat aku dulu mau pergi kuliah di luar negeri.'

"Diam kamu! Bagi papa, Jisoo masih kecil. Harus dijaga dan tidak boleh menikah sebelum umur 30 tahun. Jadi kita harus MOS Bobby begitu Jisoo pulang dari Dubai."

Another Part of Me (Bobsoo)✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang