Kronik Tanah Berdikari

899 28 1
                                    

Ayat I:
Episode Mei
     
113 tahun lampau, kita saling berbagi jabat. Sadar, darah sesama merah, tulang berbagi putih. Runcing bambu tak lagi diarahkan ke saudara sendiri. Ujung parang untuk penjajah yang menggarang.
      
Mei ini, kita putuskan rawat jabat keramat. Insyaf, moyang satu barisan dalam perang, satu sumpah asuh bayi republik. Runcing pena bukan untuk menerkam saudara sendiri. Ujung pensil untuk tunaikan berdikari.
   
   
    
Ayat II:
Babak Oktober
   
9 dasawarsa silam, bersepakat kampung halaman kita adalah Indonesia. Hari itu kita akhirkan abad sujud dan mengajari tangan supaya terbiasa mengepal tinggi menantang langit. Mengusaikan mata tertunduk dan batang leher membungkuk.
     
Oktober ini, kita anak kandung tanah air merawat kembali tegak kepala. Mengeratkan jabat tangan bidani peradaban. Satu nusa bukan saling mangsa, satu bangsa mahsyurkan Indonesia.
    
    
    
Ayat III
Fragmen Agustus
    
15 lustrum lalu kita adakan kenduri sebab telah lahir orok republik yang berabad hanya hidup dalam mimpi. Telah habis abad pasung yang membuat tulang punggung bungkuk serendah palung. Kita bedungi si jabang dengan kain merah dan perca putih. Tak lupa dalam batok kepala dan ruang rusuknya kita taruh suci Pancasila dan murni UUD '45.
    
Agustus ini, kita selamatan memperingati dewasanya si jabang. 76 tahun kita asuhnya supaya asih. 9 windu kita rawatnya supaya rawit. 15 lustrum kita bermandi darah supaya ia berpasti arah.
    
  
    
Ayat IV:
Tahun Merawat Tegak Kepala
     
Hari ini kita rawat lagi tegak kepala. Membiasakan jemari karib dengan kepal mencium langit dan tulang punggung yang asing dengan bungkuk lagi terkurung.
     
Hari ini kita rawat lagi berdikari. Bidani mahsyur dari sebuah bangsa yang kini dengan tidur.
   
      
    
    
    
   
    
19/1/2021

Manuskrip Rumah ApiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang