1. Nightmare

4.3K 277 11
                                    

Nightmare

"Nine, maafkan ayah," sosok pria itu memeluknya erat, tubuhnya bergetar menahan tangis.

"Putraku, kau harus tetap hidup," ia menangkup wajahnya dengan pandangan hangat.

"Kau adalah harta ayah yang paling berharga nak," menghapus bulir-bulir air mata yang membasahi pipinya.

"Maafkan ayah... ayah mungkin tidak akan bisa melihatmu tumbuh besar dan menjagamu hingga kau dewasa, Nine." ia kembali memeluk dirinya erat, memberikan rasa hangat kesekujur tubuhnya.

"Nine, ayah menyayangimu. Jangan bersedih jika kau kehilangan ayah dan jangan pernah membenci atau menyalahkan dirimu apapun yang terjadi,"

Ia kemudian melihat suatu wujud sosok hitam nan besar dengan bentuk wajah mirip serigala mengerikan bermata merah menyala dibalik pria yang memeluknya.

GGRRRAAAAA

"AAAHHHH!!!!" Nine seketika berteriak atau lebih tepatnya menjerit dengan kencang.
Ia kemudian terbangun dari mimpi buruknya barusan. Nafas Nine memburu, peluh membanjiri wajah manisnya yang pucat pasi dan dikedua sudut matanya terdapat butir air mata yang perlahan turun membasahi pipi.

Bibir Nine bergetar. "Ayah, hiks aku merindukanmu..." dan kemudian ia menangis saat dirasa hatinya begitu sesak mengingat sosok pria dimimpi yang kehilangan nyawanya 10 tahun lalu itu.

Nine membiarkan emosinya mengambil alih, kerinduan akan sosok sang ayah yang menyelamatkan hidupnya dimana ia mati terbunuh oleh mahluk mitos dikalangan umat manusia, werewolf, selalu membuat Nine mengalami mimpi yang sama.

Berapa kalipun Nine ingin melupakan kejadian itu, ia tidak akan pernah bisa. Memori ingatannya akan peristiwa 10 tahun silam itu masih melekat erat di benak Nine. Dan yang tak bisa Nine lupakan adalah sosok werewolf mengerikan yang telah membunuh sang ayah didepan matanya sendiri itu.

Manusia serigala besar berbulu hitam lebat dengan satu mata yang tertutup karena luka tebasan pisau yang dibuat oleh sang ayah demi menyelematkan nyawa Nine dari terkaman werewolf tersebut.
.
.

Menjelang pagi, Nine sudah bersiap-siap untuk pergi kuliah. Tak lupa ia memakai pelembab dan sedikit foundation di area bawah matanya yang sedikit berwarna gelap karena menangis semalaman.
Nine menatap cermin didepannya, melihat kantung matanya yang terlihat seperti panda kini telah sirna. Ia lalu menarik napas panjang dan menghembuskannya perlahan.

Sebuah senyum tipis terulas di bibirnya. "Aku tidak boleh terus-terusan takut dengan mimpi itu. Ayo Nine! Kau harus semangat! Kau ini adalah lelaki yang kuat! Kau bukan lelaki yang lemah!" kata Nine menyemangati dirinya sendiri.

Setelahnya, pemuda manis itu keluar dari condo tanpa lupa mengecek ponselnya terlebih dahulu yang memperlihatkan pesan dari sahabatnya Dome, yang ternyata sudah berada di parkiran condo tempat Nine tinggal.

Saat keluar dari main gate tempat tinggalnya, Nine langsung berlari kecil menuju mobil Toyota Yaris hitam milik Dome dan masuk di kursi penumpang disamping kursi si pengemudi.

"Yo! Selamat pagi Dome," sapa Nine riang begitu masuk mobil sembari memasang sabuk pengaman.
"Hmmm," balas Dome singkat yang tengah mengunyah keripik kentang dengan lahap.
"Hei! Kita kan akan sarapan bersama Ben di kampus, kenapa kau malah memakan cemilan sekarang?"
"Aku lapar,"
"Geez, aku juga sama laparnya denganmu tapi tidak baik mengisi perut di pagi hari dengan cemilan tahu." ujar Nine memberikan nasihat pada sahabatnya ini.
"Kau ini kan calon dokter Dome," tambahnya.
"Aku ini calon dokter gigi bukan dokter gizi jadi aku tidak tahu dan tidak terpengaruh" balas Dome yang mulai menyalakan mesin mobil dan menginjak pedal gas.
"Hah, terserah kau sajalah," timpal Nine dengan memutar kedua bola matanya jenaka.

DESTINYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang