kematian Jiraya

14.2K 1K 13
                                    

Waktu berlalu begitu cepat kini entah sudah berapa lama ia dan teman-temannya terdampar di masa lalu. Boruto mengikuti langkah Naruto, menuju ke arah kantor hokage, ada Kakashi sang rokudaime masa depan dan Sakura, ibu Sarada.

Entah kemana teman-temannya, ia merasa bosan. Sarada mengatakan padanya bahwa ia sedang ada misi pribadi untuk menjauhkan gadis berambut merah itu dari papanya yang selalu menempel seperti lem.

Shikadai, Inojin dan Cho-Cho sibuk dengan urusannya sendiri. Mereka berencana menghabiskan waktu bersama kakek mereka di masa lalu, sedangkan Hinata mamanya, sedang memiliki misi khusus bersama dengan anggota Timnya.

"Ada apa, -ttebasan."

"Sudah kau ikut saja -ttebayo, nanti nenek Tsunade bisa marah jika kita terlambat"

"Ck"

Naruto merasa heran, karena mendapati Gamabunta dan Gamakichi berada di Konoha, tidak biasanya kedua katak kuchiose itu datang jika tidak dipanggil.

"Kenapa, Bos katak dan Gamakichi ada disini? "

"Naruto...."

"Sssttss... Diamlah biarkan dia mengetahuinya dari tuan Fukasaku" 

"nande, Gamakichi?"

"Tidak, pergilah"

Naruto kembali melanjutkan jalannya, Boruto terheran memandang kedua katak besar itu, ini pertama kalinya ia bertemu dengan kedua katak kuchiose ayahnya.

"Yang tadi itu..."

"Itu bos katak dan Gamakichi, mereka berdua adalah Kuchiose milik ku dan ero sennin"

"Hmm..." Boruto bergumam saja dan mengikuti Naruto dari belakang.

Setelah mereka tiba di depan kantor hokage, dengan lancangnya Naruto membuka pintu itu dengan kasarnya lalu langsung menuju ke meja kerja Hokage ke lima.

"Nenek, Tsunade!!!"

 "Oh, Naruto. Kau sudah datang"

"Kenapa semuanya berkumpul disini?! dan siapa katak kecil ini?" tanya Naruto sembari menunjuk kearah Fukasaku.

"Jadi dia murid, Jiraya-boy"

"Jiraya-boy?! Jagan berbicara seolah-olah kau mengenal ero sennin"

"Naruto, dia adalah tuan Fukasaku. Beliau datang untuk menyampaikan sesuatu padamu"

"Nande?! Apa?"

Tuan Fukasaku melirik kearah Naruto dan lalu melirik kearah Boruto. Ia tersenyum sebelum berbicara lagi.

"Jiraya-boy sudah meninggal"

Kekagetan Boruto tidak bisa ia sembunyikan, sedetik kemudian ia menatap kearah Naruto yang sudah menundukkan kepalanya dengan tangan mengepal erat.

"Katakan ini semua bohong, Ero sennin dia tidak mungkin...."

"Jiraya-boy pergi menjalankan misi rahasia.  Ia sudah menemukan tempat persembunyian Akatsuki namun nyawanya harus hilang, ia dibunuh oleh pain dan di detik-detik hidupnya ia menuliskan pesan untukmu" jelas Fukasaku lalu ia menunjukkan sebuah kode yang di tulis oleh Jiraya pada punggungnya.

"Kenapa nenek Tsunade membiarkan ero sennin pergi sendiri?!"

"...." Tsunade bungkam tidak bisa berkata-kata

"Kalau Ero Sennin yang menjadi hokage dia pasti tidak akan membiarkan nenek Tsunade pergi sendiri"

"Naruto!!!"

"Sudah, biarkan saja dia sendiri dulu sakura"

"Tapi..."

"Dia benar. Aku bukanlah hokage yang bagus"

Boruto pergi menyusul Naruto, yang entah kemana sekarang, ia tidak bisa percaya jika ayahnya di masa muda akan mengalami kenyataan pahit seperti ini. Seseorang yang selama ini telah melatihnya untuk menjadi kuat dan salah satu dari ikatan yang sudah ia bangun kini sudah tiada lagi.

Boruto tahu bagaimana perasaan Naruto saat ini, mau bagaimanapun juga mereka berdua memiliki ikatan meskipun berasal dari masa yang berbeda.

"Tou-san" panggil Boruto, namun dihiraukan oleh Naruto.

Naruto terus berjalan hingga sampai di tempat tinggalnya, ia langsung memasuki kamar dan mengunci pintu itu, mencegah agar Boruto tidak masuk dan melihatnya menangis.

Sedangkan Boruto, genin dari masa depan itu bersandar pada pintu kamar ayah masa depannya, ia juga merasa sedih atas berita yang baru ia dengar tadi. Padahal Boruto berniat untuk lebih mengenal bagaimana sosok Jiraya dan seberapa berjasanya beliau dalam diri Naruto.

Pintu kamar itu terbuka, Boruto sedikit kaget. Salah satu alisnya terangkat ketika menatap mata biru safir milik Ayahnya, seperti tidak ada pancaran disana. Hanya ada kekosongan.

"Ayah, apa kau tak apa?" Boruto bertanya

"Tidak apa, aku baik. Kau tak perlu khawatir" jawab Naruto dengan nada sendu

Naruto berjalan lagi keluar, dengan tatapan kosong. Boruto terus mengikuti arah langkah Naruto. Ketika di jalan, Naruto tak sengaja melewati sebuah toko ia masuk ke dalam dan memilih membeli satu batang ice cream yang sering di belikan oleh Jiraya ketika ia sedang berlatih.

Setelah itu, Naruto keluar dari toko tersebut dan duduk di bangku taman. Ia menunduk, menatap ice cream yang sudah mulai meleleh, tidak berniat untuk mencicipinya, air matanya kembali jatuh membasahi wajahnya.

"Tou-san"

"Maaf, aku membiarkan kau melihat aku menangis. Aku bukan ayah yang keren kan?" ucap Naruto, Boruto menggeleng.

Ia mengambil tempat duduk tepat di samping Naruto dan menatap wajah ayahnya lama.

"Aku tidak percaya, ayah menangis padahal jika di hadapan ibu. Ayah selalu membanggakan diri dan berkata aku sama sekali belum pernah menangis" 

",...Kau tahu seberapa sulitnya aku berusaha untuk membangun ikatan dengan orang lain, lalu mengapa semuanya jadi harus seperti ini?...Ero-senni"

"Ayah, berhentilah menangis, -ttebasan kalau tidak aku akan mengatakan pada ibu di masa depan kalau ayah pernah menangis"

"Apa aku benar-benar akan bersama dengan Hinata?"

"Tentu saja, aku dan Hima buktinya. Apa kau masih tidak percaya kalau aku adalah anakmu di masa 15 tahun kedepan"

"Ah, sebenarnya aku masih sedikit tidak percaya, meskipun kau mengatakan aku orang yang tidak peka, mungkin itu memang benar. Aku selalu mengira jika Hinata adalah orang yang aneh, dia selalu pingsan jika aku berada tepat di hadapannya. Tapi aku selalu marah jika dia sampai terluka, bahkan mungkin bisa dibilang dia salah satu orang yang bisa membuat kekuatan chakra Kyubi dalam diriku tidak terkendali, padahal dulu aku selalu mengira jika aku menyukai Sakura"

"Ah, aku jadi banyak bicara. Maaf yah, dan terima kasih aku jadi sedikit lebih baik karena mu" 

Boruto tersenyum namun masih sedikit heran dengan ucapan ayahnya dan semakin penasaran dengan kisah cinta ibu dan ayahnya terutama kisah dimana ayahnya menyelamatkan ibunya dan bibinya Hanabi yang kala itu berada di istana Toneri.

'andai saja, perjalan waktu ini tidak cepat berakhir. Aku sangat penasaran -ttebasan'
 

FROM FUTURE ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang