Sasuke dewasa sedang bersama dengan Naruto dewasa, mereka sedang membicarakan beberapa hal sebelum waktu kepulangan mereka, esok harinya. Mereka sudah terlalu lama meninggalkan Desa, Istri mereka pasti sudah sangat cemas.
Ketimbang Sasuke, Naruto lebih memikirkan kondisi putri kecilnya. Himawari tidak pernah absen bertemu dengannya sekalipun ia sangat sibuk mengurus tumpukan dokumen di kantor hokage. Putri kecilnya itu sering kali datang mengantarkan makan siang bersama dengan Hinata.
"Kondisi mata mu sudah baikan?" Tanya Naruto.
Sasuke mengangguk, "Tentu saja."
"Baguslah, kita harus segera kembali, sudah terlalu banyak hal yang terlewat disini."
"Iya kau benar," Sasuke tersenyum tipis.
"Sudah terlalu banyak juga waktu berharga yang aku lewatkan dulu," lanjut Sasuke.
Naruto melirik Sasuke lalu memukul bahu kanan pria itu, "Yang berlalu biarlah berlalu. Masih banyak waktu yang bisa kita gunakan di masa depan."
Sasuke melihat tangan kanan Naruto yang terbalut perban, "Kau juga mengorbankan tangan kananmu untuk menghentikan aku."
"Aku lebih baik kehilangan tanganku, dari pada harus kehilangan teman yang berharga bagiku," ucap Naruto dengan senyum khasnya.
Sasuke sangat mengerti maksud Naruto, jika ia nantinya tidak menghapus ingatan orang-orang di masa lalu, apakah masa depan akan benar-benar berubah? Menghapus ingatan berarti membalikkan keadaan Kembali, hanya waktu yang berjalan lambat dengan kisah yang sama.
Pertarungan dan dendam dirinya pada Itachi akan kembali, tergabung dalam Akatsuki, mengacaukan pertemuan 5kage, Membalas dendam pada Danzo, mengikuti perang, dan pertarungan di lembah akhir. Semua itu pasti akan kembali terjadi, jikapun tidak seperti itu kakaknya Itachi tidak mungkin bisa bertahan.
"Papa/Ayah...." Teriak Sarada dan Boruto.
Keduanya menghampiri mereka, "Hn/Ya"
"Hei, Papa. Jangan terlalu dingin seperti balok es," kesal Sarada sedikit.
"Baiklah, ada apa kalian kemari?"
"Ayah, Paman......apa kita tidak bisa mengundur kepulangan kita?"
"Tidak bisa Bolt," tolak tegas Naruto.
"Kenapa?"
"Tempat kita bukan disini, sekalipun ini di masa lalu kami. Apa kalian tidak merindukan rumah? Ibu dan Hima pasti sudah sangat mencemaskan kita."
"Benar kata Naruto, kita tidak boleh terlalu banyak ikut campur," tambah Sasuke.
"Tapi..." gantung Sarada.
"Aku mengerti niatmu Sarada, tapi Itachi juga tidak mungkin bisa bertahan bahkan sampai kau lahir."
"Kenapa, papa?"
"Kakak ku Itachi selain menanggung kebencian dari adiknya sendiri, dan beban berat di pundaknya, dia juga sudah lama menderita sebuah penyakit. Dia bertahan hidup dengan obat-obatan, agar aku di masa ini bisa datang dan membunuhnya sesuai dengan apa yang dia katakan dulu."
"Jadi itu semua karena paman yang meminta papa?"
Sasuke tidak bisa menjawab pertanyaan Sarada, memorinya kembali pada malam itu. Malam dimana distrik Uchiha di lumuri oleh darah, malam dimana dia melihat mayat kedua orang tuanya, dan sisi lain Itachi. Jika malam itu Sasuke lebih peka, ia mungkin bisa melihat Itachi meneteskan air matanya sebelum meninggalkannya sendiri di sana.
Naruto melirik ke Boruto, putranya ini punya rasa penasaran yang tinggi sama seperti dirinya dulu, tentu selain itu rasa pedulinya pada teman-temanya juga turunan darinya. Naruto bersyukur, setidaknya Boruto bisa memiliki banyak teman dan menikmati masa kecilnya dengan bermain.
KAMU SEDANG MEMBACA
FROM FUTURE ✅
Fiksi Penggemar👤Karakter milik MASASHI KISHIMOTO dan MIKIO IKEMOTO. 🖼️Pinteres "Mana ada Ninja yang bisa menciptakan Alat seperti itu -ttebayo, kau jangan membohongi aku Bocah" Uzumaki Naruto "BAKA Otou-san!!! Aku serius -ttebasa. aku anakmu di masa depan" Uzum...