02

10.1K 394 2
                                    

"Rumah gue masih jauh nggak?" tanya Inez tiba-tiba, membuat Cakra langsung menoleh dengan kedua alis tebalnya yang nyaris menyatu.

Cowok yang memakai kemeja flanel kotak-kotak yang digulung sampai siku tersebut, memperhatikan cewek sinting disampingnya ini. "Kok kamu malah tanya aku?"

Cakra lama-lama bisa kena darah tinggi jika terus berdekatan dengan cewek tidak jelas ini, bagaimana bisa dia tidak tahu rumahnya di mana? Kenapa juga tanya Cakra yang jelas-jelas lebih tidak tahu?

Cakra merasa kepalanya yang mulai panas, emosi sudah bergumul di sana. Tapi ia mencoba untuk bersikap sabar. Karena Cakra sadar, bahwa marah-marah kepada orang mabuk tidak ada gunanya. Yang ada ia sendiri yang bakal kelelahan.

"Gue juga nggak tau rumah gue di mana," jawab Inez sembari mendongak ke atas, memperhatikan wajah tampan Cakra yang juga sedang menatapnya.

Menghela napas panjang, Cakra berhenti sebentar. Ia pusing sendiri, hari juga semakin pagi. Dari jam tangan hitam yang melekat di pergelangan tangannya, sekarang sudah pukul setengah dua pagi.

Cakra menolehkan wajahnya ke kanan dan kiri, lalu sorot matanya berhenti ke arah supermarket yang buka 24 jam. Senyuman manisnya mengembang, lalu ia pun memutuskan untuk ke sana dan mendudukkan cewek mabuk itu di kursi.

"Jangan ke mana-mana, tunggu aku di sini. Awas aja bikin aku tambah repot." Cakra berucap tegas dan menyorot tajam kepada cewek itu. Tapi, Inez malah mengendikkan bahu tak acuh, sebelum akhirnya meletakkan kepalanya di atas meja bunda.

Cakra tersenyum, lebih baik seperti ini. Kurang dari sepuluh menit, cowok itu sudah keluar dari dalam supermarket. Lalu ia menepuk pipi Inez.

"Bangun!" ujarnya dingin. Tapi tidak ada tanda-tanda Inez membuka matanya. Cakra mencobanya sekali lagi sambil menekan suaranya agar keluar lebih keras.

"Woy bangun!" Diguncangnya pundak cewek itu. Dan berhasil, Inez mengerang beberapa detik, sebelum akhirnya mendongakkan kepalanya.

"Kenapa? Sekarang udah mau per—

"Nih minum," potong Cakra seraya menyodorkan air mineral ke hadapan Inez.

Dengan setengah malas, Inez mengambil pemberian cowok itu. Lantas, ia meminumnya sedikit. Cakra melotot melihat itu. Ia langsung berkomentar sebelum Inez menutup botol air mineral tersebut.

"Minum lagi," ucap Cakra tegas. "Seenggaknya biar habis setengah botol. Selain aku nggak rugi-rugi amat, mabuk kamu juga agak berkurang."

"Gue pusing, pengin tidur."

"Makanya diminum," protes Cakra sambil menggertakkan giginya karena gemas.

Tidak ada cara lain, Inez pun akhirnya menuruti apa yang dikatakan oleh Cakra. Ia melihat sorot kemarahan dari mata cowok itu, membuat Inez merinding.

"Udah."

"Ayo aku anterin kamu pulang. Sekarang inget rumah kamu di mana?"

Inez tersenyum manis kepada Cakra, membuat cowok itu menatap Inez dengan bahagia.

"Kamu ingat?" tanya Cakra semangat.

"Enggak." Inez menjawab lirih sambil menggeleng. Cakra membelalakkan matanya, rahangnya seketika mengeras. Ia menarik napas panjang dan menghembuskannya secara perlahan. Ia harus bersabar menghadapi cewek ini.

Cowok itu berkacak pinggang, menatap dalam tampilan Inez. Lalu tatapannya berhenti ke arah paha mulus Inez. Beberapa detik kemudian Cakra melotot dan bergidik. Ia langsung mengedarkan pandangannya ke arah lain.

"Mana ponsel kamu?" tanya Cakra kemudian.

"Mau apa?"

"Udah, sini kasih aku dulu."

Overdramatic (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang