Cakra tidak tahu harus membawa Inez pergi jalan-jalan ke mana. Apalagi dengan naik sepeda, kendaraan yang aneh untuk berpacaran, menurut Cakra. Hingga pada akhirnya, Cakra memilih taman yang sebenarnya tidak terlalu jauh dari rumahnya, di sanalah kini Cakra duduk bersama Inez, duduk beralaskan rumput taman yang hijau dan halus. Awalnya Cakra merasa ragu, tapi melihat Inez yang tidak membantah atau menolak ketika dirinya membawanya ke sini, diam-diam Cakra mengulum senyuman. Ia merasa lega.
Cakra melirik Inez yang duduk di sampingnya. "Aku bingung mau ngajak kamu ke mana Nez, di sini kamu benaran nggak keberatan?"
"Asal berduaan sama lo, gue bakal baik-baik aja. Di sini nggak buruk kok," jawab Inez pelan sembari mengedarkan pandangannya ke arah sekitarnya. "Di sini nggak sepi, lumayan banyak orang."
Memang, Cakra mengangguk setuju. Ada cukup banyak orang yang berkunjung di taman ini. Cakra berusaha menenangkan diri. Ia mendongak ke atas. Senyumannya muncul lagi, "langitnya bagus ya Nez," gumamnya.
Ucapan Cakra menarik perhatian Inez. Perlahan, Inez pun mengangkat wajahnya, melihat langit. Detik selanjutnya, Inez pun mengangguk, setuju apa yang Cakra katakan. "Iya Kra, bagus. Apalagi banyak banget bintangnya."
"Tapi kok nggak ada bulannya, ya?" Cakra menyahut lagi seraya menatap langit lebih teliti lagi.
Inez membenarkan, ia pun tidak melihatnya. "Iya, bulannya nggak ... Eh itu ada!" Inez langsung menunjuk ke atas, jari telunjuknya mengarah ke arah bulan yang baru saja menyembul dari sebuah awan gelap.
Cakra terkekeh pelan, "ngumpet rupanya, malu dia."
Inez memandangi senyuman Cakra, membuatnya ikutan mengulum senyuman juga. Hatinya bergetar melihat Cakra dalam jarak sedekat ini. Perlahan, Inez menempelkan kepalanya ke arah pundak Cakra, menyenderkan tubuhnya pada cowok itu.
"Nggak pa-pa kan Kra?" tanya Inez dengan suara minim, pandangannya lurus ke depan.
"Nggak pa-pa kalau kamu nyaman Nez," jawab Cakra pelan, ia memandangi Inez. Perlahan, tangannya bergerak dan menyentuh bahu cewek itu. Cakra sedikit bergetar, tapi ia berusaha menguasai diri untuk tenang. Belum lagi jantungnya yang entah kenapa tidak berhenti untuk berdetak terlalu cepat jika bersama Inez.
Berhasil, Cakra mengelus pundak Inez naik turun. Sudut-sudut bibirnya terangkat lagi.
"Ini kencan pertama kita, ya?" Inez bergumam.
Cakra mengangguk pelan. "Dan aku nggak bisa bawa kamu ke tempat yang layak Nez. Aku nggak bawa kamu ke kafe, bioskop, atau tempat-tempat yang mewah. Justru aku malah bawa kamu ke sini, ke tempat yang dingin dan nggak menarik sama sekali."
Inez perlahan mengangkat wajahnya dari pundak Cakra, ia duduk tegap sepenuhnya. Tatapan tajamnya menusuk Cakra, membuat cowok itu menatap Inez dengan bingung. Cakra salah tingkah sendiri, ia mengusap lengannya.
"Kamu kenapa natap aku kayak gitu Nez?"
"Gue nggak suka apa yang lo omongin tadi."
Cakra mendesah pendek. Ia paham apa yang Inez maksudkan. "Tapi itu kenyataan kan Nez? Jujur sama aku lebih baik Nez, ini bukan seperti yang kamu inginkan, kan?"
Inez tertawa mendengar kalimat yang Cakra lontarkan. "Jangan sok tahu begitu. Memangnya gue ngomong kalau lo harus bawa gue tempat-tempat seperti itu Kra? Enggak, kan? Jangan ngomong sesuatu yang nggak lo tahu sebenarnya Kra."
Kepala Cakra menunduk, ia bergulat dengan dirinya. Entah, ia merasa bahwa dirinya sudah mengecewakan Inez. "Aku ngerasa aja Nez kalau aku udah bikin kamu kecewa."
"Gue nggak kecewa, gue nggak nyesel sama sekali. Bahkan, gue terlalu bahagia ada di sini sama lo, berduaan kayak gini. Masa bodo lo mau ngajak gue ke mana, gue nggak peduli, asalkan berdua bareng lo, gue bakal baik-baik aja Kra. Gue suka berduaan kayak gini, lo ngerti kan maksud gue?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Overdramatic (END)
Fiksi Remaja"Kamu minum berapa gelas sih? Mulut kamu bau banget tau nggak?" Cakra bertanya dengan satu tangan yang menutupi hidung dan mulutnya. Dahinya berkenyit bingung. "Jalan sama gue dulu, baru gue bakal jawab gue minum berapa," jawab Inez ngawur. Hal itu...