19

2.1K 126 0
                                    

Dalam perjalanan menuju parkiran sekolah, Cakra tiba-tiba menghentikan langkahnya, sedetik kemudian tatapannya beralih kepada Inez. Ia menatap cewek itu dalam diam, sedangkan pikiran Inez sudah berkecamuk memikirkan kenapa Cakra bertingkah seperti itu.

"Bentar," ujar Cakra mengawali pembicaraan, pandangan matanya tak lepas dari wajah cantik Inez. "Gini ... kenapa kamu ngotot mau pulang bareng aku?"

Karena gue pengin berduaan sama lo.

Inez menggeleng pelan ketika hatinya berkata seperti itu. Ia tidak jadi mengutarakannya. Sebagai gantinya, ia tersenyum miring kepada Cakra.

"Gue cuma mau ngancem elo." Inez berbicara cukup keras.

Cakra memutar tubuhnya menghadap Inez sepenuhnya, ia mengembuskan napas secara perlahan. "Kamu nggak bisa pulang bareng aku Inez."

Inez terpaku dan cukup terkejut mendengar ucapan Cakra. Entah kenapa, atau ini hanya perasaannya saja, Inez baru mendengar pertama kali Cakra menyebut namanya.

Inez tidak menyangkalnya, ia suka itu. Bibirnya sudah menyunggingkan senyum tipis hingga Cakra tidak menyadari hal itu. "Kenapa gue nggak bisa?" Inez berdehem.

"Aku cuma pake sepeda," jawab Cakra.

"Kan ada boncengannya." Inez tidak mau kalah, ia terus membantah.

"Kamu sengaja mau bikin aku malu, ya?"

"Kenapa gitu?" Inez mengerutkan keningnya bingung. Namun Cakra hanya diam sambil menatapnya terus, dan sekarang Inez cukup paham kenapa Cakra bertanya seperti itu. Inez menarik napas dalam-dalam, lalu mengembuskannya secara perlahan. "Lo nggak perlu khawatir. Gue nggak akan sengaja buat lo malu. Gue cuma pengin pulang bareng lo. Apa itu salah?"

"Kenapa harus sama aku yang naik sepeda?" Cakra membalasnya. "Kenapa nggak sama Rian aja yang pakai motor gede? Dia lebih bisa jagain kamu."

"Jangan ngomongin Rian! Dia nggak ada di sini!" Inez mengomel kepada Cakra. Tatapan membunuhnya sudah terlihat, membuat Cakra tiba-tiba merasa bersalah. "Gue nggak suka dia, apa lo tau itu?"

"Jangan terlalu benci sama seseorang, nanti kamu malah kemakan omongan kamu sendiri," peringat Cakra. Kemudian ia kembali berjalan, disusul oleh Inez dibelakangnya.

Cakra memutuskan untuk membiarkan Inez pulang bersamanya.

"Gue nggak akan suka Rian sampai kapanpun."

"Nggak tau kedepannya seperti apa Nez, jangan sampai kamu nyesel sama omongan kamu sendiri. Saat ini kamu emang ngomong kayak gitu, tapi suatu saat bisa jadi kamu bakal kecewa sama diri kamu sendiri kenapa dulu ngomong itu."

Mulut Inez terkunci rapat, ia tidak berani berucap lagi. Ia memikirkan perkataan Cakra barusan.

Cakra berjalan menghampiri sepedanya, ketika ia hendak menaikinya, ia menyadari jika ban sepedanya kempes. Dua-duanya sekaligus. Cakra mendesah kecewa, kenapa waktunya tidak tepat seperti ini?

"Kayaknya kamu nggak bisa pulang bareng aku, kamu mending sekarang pesan tak—

"Kita bawa ke bengkel sekarang aja," sahut Inez, memotong ucapan Cakra yang belum terselesaikan sepenuhnya.

Cakra menggeleng dan mendesah panjang. "Aku bisa sendiri, kamu pesen taksi sekarang aja atau ojek online."

"Nggak!" Inez membantah telak. "Lo nggak denger gue ngomong apa barusan? Kita bawa sepeda lo ke bengkel sama-sama. Gue nggak bisa lari gitu aja dari lo. Gue sebelumnya udah setuju mau pulang bareng lo, jadi apapun masalahnya, gue bakal bareng lo. Gue nggak mau nyoba enaknya doang."

Overdramatic (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang