04

5.9K 270 0
                                    

Bel masuk berbunyi dengan suara keras, membuat semua siswa mendesah kecewa. Padahal saja mereka masih ingin menatap murid baru yang gantengnya minta ampun itu. Terpaksa, para cewek-cewek itu pun membubarkan diri dan pergi ke kelas masing-masing.

"Ayo balik ke kelas!" ucap Ghea sambil menarik tangan Inez. Inez belum juga bergerak, membuat Ghea kembali menyorot ke arah sahabatnya. "Nez, lo denger bel bunyi, kan?"

"Gue denger," sahut Inez seraya melirik Ghea seperkian detik, selebihnya ia kembali memusatkan seluruh perhatiannya kepada murid baru itu.

"Nah itu, ayo buruan."

"Lo duluan aja dulu," balas Inez. "Gue ada perlu sebentar sama tuh cowok." Dagu Inez menunjuk ke arah murid baru tersebut.

Ghea melotot mendengar pernyataan Inez. Ia yang paham apa yang akan dilakukan Inez setelah ini hanya terbengong tidak yakin. "Lo beneran Nez? Murid baru itu?"

"Kenapa? Nggak boleh? Siapa yang ngelarang emangnya? Nggak ada, kan?" Inez memicingkan matanya menatap Ghea. Tangannya masih setia terlipat di depan dadaanya.

"Ya nggak ada sih," ucap Ghea kikuk. Ia meringis dan menggaruk tengkuknya yang sebenarnya tidak gatal sama sekali. "Kalo gitu gue balik ke kelas dulu deh, good luck Nez!" Setelah selesai berbicara, Ghea buru-buru berbalik badan, kemudian berlari kecil menuju kelasnya. Sesekali ia menoleh ke belakang menatap Inez yang sudah berjalan.

Dengan gestur tubuh percaya diri, Inez tidak melepaskan senyumannya. Langkah kakinya semakin cepat membawanya mendekati murid baru itu. Sekarang, posisinya sudah lebih dekat. Inez berhenti beberapa detik dan melihat jika murid itu nampak kebingungan.

Inez tersenyum, lalu mulai berjalan kembali dan mendekati murid baru tersebut. Sesuatu menarik perhatian Inez, membuatnya langsung bergerak lebih cepat. Inez menyerobot sebuah kertas kecil yang berada ditangan cowok itu.

"Hei!" Cowok itu berseru kaget ketika Inez berdiri dihadapannya sambil membawa kertas kecil yang ia pegang. Cowok itu lalu terdiam sambil menatap Inez tidak mengerti.

Inez mendongak, lalu tersenyum. "Sebelas IPA 2, lo lagi cari kelas ini?" Alis Inez menukik satu ke atas sembari mengangkat kertas kecil ditangannya. Sementara cowok itu masih terdiam dan memperhatikan wajah Inez. Ia seperti mengenali Inez, tapi tidak ingat kapan dan di mana ia pernah bertemu.

"Hallo? Gue lagi ngomong sama lo," ujar Inez dengan akses suara keras. Ia mengibaskan tangannya di depan wajah cowok itu.

Mengerjap pelan dan mengatur napas, cowok itu berpikir sejenak. "Ha?"

"What?!"

Cowok itu terlonjak kaget ketika Inez berkata cepat dan keras. Ia mengedipkan matanya berulang kali, tidak mengerti.

"Lo nggak denger gue ngomong apa?" tanya Inez, jari telunjuknya yang dikutek berwarna biru laut, menunjuk dirinya. Matanya membelalak.

Cowok itu menggeleng lugu. Membuat Inez mendesah panjang. "Ikut gue buruan."

"Ke mana?"

"Neraka," jawab Inez asal. Ia sudah berniat berbalik badan, sebelum akhirnya mengurungkan niatnya tersebut ketika cowok itu merespons.

"Ha?"

Inez menahan napas sejenak. "Ke kelas lo, gue bakal anterin lo ke kelas. Kurang baik apa lagi gue sama lo? Dari tadi gue tau kalo lo bingung kan cari kelas?"

Cowok itu masih saja diam.

"Bener, kan tebakan gue?"

Tidak mau memperpanjang urusan, cowok itu hanya mengangguk. Tidak sepenuhnya salah, ia memang sedang bingung dengan keberadaan kelasnya, walaupun sebenarnya tujuannya sebelum mendengar bel berbunyi adalah mencari kantin. Perutnya lapar, minta diisi.

Overdramatic (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang