"Sekolah barunya gimana le?"
Cakra yang hendak menyuapkan nasi ke dalam mulutnya lantas mengurungkan niatnya tersebut, ia mendongak, menatap wajah keriput neneknya yang duduk dihadapannya. Cakra mengusung senyuman lebar sambil meletakkan sendoknya kembali ke piring.
"Enak nek, temen baru Cakra baik-baik. Terus sekolahnya juga bagus," jawab Cakra antusias. Ia kemudian mulai mengunyah nasinya lagi.
Neneknya ikut tersenyum senang. "Bagus kalo gitu, sekolah yang rajin ya le biar nenek bangga. Nenek yakin kalo cucu nenek bakal sukses."
"Aamiin nek, doain yang terbaik aja ya buat Cakra. Cakra bakal berusaha semaksimal mungkin. Biar bisa bahagiain nenek."
"Ya sudah, habisin sarapannya biar bisa konsen di sekolah."'
"Siap nek," ucap Cakra seraya mengacungkan jempol tangannya.
Beberapa menit setelah itu, Cakra sudah selesai sarapan. Ia kemudian mengambil tas dan ijin kepada nenek untuk berangkat sekolah. Hari ini Cakra tidak buru-buru seperti kemarin, ia bisa lebih santai dan menikmati udara sejuk pagi hari saat berangkat menggunakan sepeda tua miliknya.
Membutuhkan waktu cukup lama untuk sampai di sekolahnya yang baru karena jaraknya memang terbilang jauh dari rumahnya, belum juga Cakra harus naik sepeda yang tentu saja memakan waktu lebih lama daripada naik motor atau mobil seperti teman-temannya yang lain. Tapi Cakra tidak mengeluh. Ia sudah biasa seperti ini.
Memarkirkan sepeda di tempat biasa, Cakra berniat pergi ke kelasnya, namun langkahnya terjeda ketika suara deruman motor menyita perhatiannya. Bukan hanya Cakra saja, beberapa cewek-cewek disekitarnya juga tengah menatap objek yang sama. Mereka bersorak histeris, membuat Cakra semakin kepo.
"Lo jangan heran sama cewek-cewek di sekolah ini, mereka bakal berubah gilaa kalo udah lihat cowok ganteng, misal kayak gue."
Kaget dengan suara yang tiba-tiba datang dari sebelah kanan tubuhnya, Cakra terlonjak kaget. Ia langsung membelokkan tatapannya, lalu ia melihat Zidan, teman sebangkunya, yang menatapnya sambil nyengir lebar, memperlihatkan sederet giginya yang tersusun rapi.
Alis Cakra naik beberapa sentimeter, menatap Zidan tidak mengerti. Zidan hanya nyengir, kemudian merangkul Cakra. Sikapnya yang SKSD membuat Cakra sedikit tidak nyaman. Ia lantas melepaskan rangkulannya tangan itu.
"Lo mau tau siapa dia?" tanya Zidan sambil menunjuk seorang cowok yang masih nangkring di motor kerennya. Helm full face-nya masih nangkring di kepalanya.
Teriakan histeris di lapangan parkir itu semakin keras. Cakra mengerutkan keningnya bingung. Ia menatap Zidan lagi.
"Siapa?" tanyanya pelan.
"Dia satu angkatan diatas kita. Dia kelas dua belas, bisa dibilang dia orang yang paling disegani disini. Banyak juga cewek yang naksir sama dia. Belum lagi dia tajir melintir, kurang apa lagi coba?"
"Berlebihan," jawab Cakra singkat setelah Zidan berkata seperti itu. Ia memfokuskan pandangannya lagi ke arah cowok bermotor besar itu.
"Nyata kali, beberapa bulan sekolah di sini, lo bakal tau siapa dia dan gimana orangnya. Lihat aja entar."
"Penting banget buat aku tau?"
Zidan nampak kebingungan. Ia menggaruk kepalanya yang sebenarnya tidak terasa gatal. Ia menyengir kuda. "Ya enggak juga sih."
Cakra mengangguk.
"Gue mau ke toilet dulu bentar ya, nanti ke kelasnya bareng. Lo tungguin gue di sini."
"Hmm."
Zidan langsung berlari cepat menuju toilet. Cakra sempat menatapnya sebentar. Lalu fokusnya segera teralihkan ke arah cowok yang katanya banyak yang suka dan disegani. Cakra jadi sedikit kepo mengenai hal itu.
![](https://img.wattpad.com/cover/206991570-288-k979296.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Overdramatic (END)
Teen Fiction"Kamu minum berapa gelas sih? Mulut kamu bau banget tau nggak?" Cakra bertanya dengan satu tangan yang menutupi hidung dan mulutnya. Dahinya berkenyit bingung. "Jalan sama gue dulu, baru gue bakal jawab gue minum berapa," jawab Inez ngawur. Hal itu...