53 (END)

4.6K 127 5
                                        

Satu kata yang meluncur dari bibir Zidan membuat tarikan napas Inez langsung memberat. Apalagi Ghea, cewek itu melototkan matanya. Inez tidak langsung pergi, cewek itu berpikir sejenak.

Inez menoleh lagi menatap Zidan. "Nggak mungkin lo nuduh doang tanpa bukti kan?"

"Gue emang nggak punya bukti," sahut Zidan. "Tapi gue lihat semuanya." Zidan mendapatkan tatapan butuh jawaban dari Inez. Ia pun langsung melanjutkan. "Malam saat lo kasih sembako di rumah Cakra, seminggu yang lalu, gue ada di sana."

"Lo di sana?"

"Lo dan Cakra nggak lihat gue. Gue awalnya cuma pengin main ke rumah Cakra, tapi sepertinya lo sama Cakra butuh waktu buat berduaan. Ya udah gue pun nggak jadi dan memilih buat balik ke rumah aja."

"Terus bagaimana setelah itu?" desak Inez.

"Waktu gue mau pulang, gue lihat Rian lagi motret di sekitar situ. Dan sekarang gue tahu, dia yang merencanakan semua ini. Dia butuh bukti kuat biar semua orang lebih percaya sama apa yang dia tulis di kertas itu. Dan sebuah foto udah lebih dari cukup."

"Setelah dipikir-pikir, nggak heran kalau Rian yang melakukan itu." Inez menggeram kesal, tangannya sudah terkepal kuat.

"Tapi, belum tentu kak Rian kan pelakunya?" Ghea angkat bicara.

"Belum tentu gimana, udah jelas semuanya Ghe! Rian memang pelakunya? Butuh bukti apa lagi?" Inez langsung membantah perkataan Ghea. Ia menyorot tajam kepada sahabatnya itu.

Zidan menambahi. "Kalo lo nggak percaya, gue punya bukti lain kok. Gue juga motret Rian yang ada di rumah Cakra saat itu. Lo berdua mau lihat?"

Inez menggeleng cepat. "Nggak usah, gue percaya sama lo. Makasih Dan infonya."

"Sama-sama Nez."

"Ayo Ghe kita pergi sekarang!"

"Ke mana?"

"Cari Rian, gue bakal habisin tuh cowok!" Inez berseru kencang. Sementara Ghea hanya mengangguk setuju saja.

Inez pergi ke taman belakang, ia duduk di salah satu kursi bersama Ghea. Ia sudah menghubungi Rian untuk bertemu di sini. Dan katanya, Rian sedang dalam perjalanan menuju ke tempat itu.

Untungnya, Inez tidak dibuat bertambah kesal. Rian sudah sampai di hadapan Inez dan Ghea. Dengan bibir yang merapat, Inez berdiri dari duduknya dan langsung menampar pipi Rian dengan kuat dan kencang.

PLAK!

Bekas kemerahan langsung tercetak jelas di pipi cowok itu. Inez menampar pipi Rian tidak main-main. Rian sendiri terkejut, ia memegangi bagian pipinya yang terasa nyeri. Sementara Inez hanya tersenyum sinis, sedangkan Ghea sudah membekap mulutnya.

"Nez kenap—

"Kenapa gue nampar lo gitu?" Inez memotong ucapan Rian yang belum selesai. Inez berkacak pinggang, senyuman miringnya tersungging di bibirnya. "Bukannya jawabannya udah lebih dari jelas kan? Lo membuat kesalahan! Masih mau nanya gue nampar lo kenapa?"

Ghea memegang tangan Inez. "Nez, udah jangan marah-marah sama kak Rian."

Inez langsung menepis tangan Ghea. "Lo diem aja Ghe!" teriak Inez dengan lantang, dan Ghea pun langsung kicep dibuatnya.

Tatapan Inez semakin tajam. "Nggak usah ngelak lagi, gue udah tahu semuanya. Lo yang nyebarin informasi nggak bener itu kan?"

Rian terkekeh pelan, satu tangannya masih memegangi pipinya yang terasa masih nyut-nyutan. "Lo udah tau rupanya?"

"Maksud lo apaan, ha?!" tuding Inez tajam.

"Alasan gue ya simple. Gue mau lo sama Cakra putus. Kalau gue nggak bisa dapetin elo, ya dia juga nggak boleh dapat. Buat impas." Dengan santainya Rian berkata seperti itu, yang malah semakin membuat Inez tersulut oleh emosi.

Overdramatic (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang