Inez tersenyum berseri-seri di hadapan Cakra sambil melambaikan tangannya kepada Cakra, namun cowok itu bergeming di tempat, menatap datar kepada Inez.
"Kenapa lo nyari gue?" tanya Inez sambil melipat kedua tangannya di depan dadaanya. Ia mendongak, menunggu respons dari Cakra.
Cakra agak terkejut mendengar pertanyaan Inez tersebut. Bukankah seharusnya dia tahu alasan kenapa Cakra mencarinya? Cakra membuang kasar napasnya, merasa tidak habis pikir. Ia tiba-tiba merasa pusing sendiri.
"Serius Nez kamu tanya itu sama aku?" Cakra membuang pandangannya ke samping sambil terkekeh. Ia geleng-geleng kepalanya.
Sedangkan Inez langsung mengerutkan keningnya. "Emangnya kenapa? Salah?"
"Ya aku cuma nggak habis pikir aja sama kamu Nez," timpal Cakra. "Harusnya kamu tau tujuan aku datang ke sini tuh mau ngapain."
Inez mendecakkan lidahnya, "lo ngomong aja nggak, mana gue tau tujuan lo datang ke sini mau ngapain? Emangnya dikira gue ini cenayang." Inez tertawa pelan. "Lo ada-ada aja deh. "
"Nez, jangan becanda gini," sahut Cakra. "Aku lagi serius."
"Ya udah jangan muter-muter mulu dari tadi, lo mau ngomong apa?" Inez bertanya sambil mendongak ke atas. "Wajah lo bisa biasa aja nggak sih? Jangan natap gue kayak gitu, takut tau!" Inez memukul pelan pundak Cakra.
Cakra mengembuskan napas gusar, lalu ia mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya dan memperlihatkannya kepada Inez. "Maksud kamu nempelin ini di mading apaan Nez?" tanya Cakra dengan intonasi suara yang ia jaga sebisa mungkin agar terdengar tidak marah, takut jika Inez malah kabur karena merasa terintimidasi. Bukannya mendapatkan jawaban yang dirinya mau, tentu saja Cakra akan kehilangan kesempatan untuk mendengar tutur kata dari bibir Inez. "Itu yang bikin aku bingung dari tadi, seharusnya kamu tau aku datang nemuin kamu mau bahas ini."
Inez mengambil alih kertas ditangan Cakra. Ia sempat menyerngitkan keningnya, namun begitu ia melihat kertas itu, Inez pun langsung paham apa yang Cakra maksudkan. "Oh ini ...," ujarnya sambil manggut-manggut, detik berikutnya ia kembali menyorot ke arah Cakra. "Udah lihat juga lo, gimana ide gue? Bagus, kan?" Inez menunjukkan sederet giginya yang tersusun rapi.
"Sejak kapan aku pacaran sama kamu?" tanya Cakra lagi, fokus pada tujuan utama.
Inez berkacak pinggang di depan Cakra. "Udahlah, nurut aja sama gue. Harusnya lo seneng."
"Aku nggak suka. Lagipula pacaran itu harus disetujui oleh kedua belah pihak, kamu nggak bisa gini dong Nez.
"Terus kenapa lo nggak setuju aja?"
Cakra menghembuskan napas panjang, berbicara dengan Inez sangat membuatnya lelah.
"Udah kan masalahnya selesai?" lanjut Inez.
"Selesai dari mana? Belum juga mulai," protes Cakra.
"Udah deh, lo nurut aja sama gue. Harusnya lo juga seneng dong kalo kayak gini, lo semakin terkenal karena pacaran sama gue. Lo beruntung! Semua cowok mau ada di posisi lo Cakra."
"Ngapain harus terkenal? Aku nggak butuh itu," tolak Cakra sembari menggeleng. "Yang aku butuhkan sekarang kamu jelasin ke semua orang bahwa apa yang kamu tempel dimading itu hanya rekayasa."
Inez menyemburkan tawanya. "Aneh lo, lo benar-benar aneh. Lo nggak normal Kra. Seneng dong harusnya, kok malah marah-marah sama gue?"
Lelah berdebat dengan Inez yang tidak tahu kapan ujungnya akan berhenti, Cakra segara membalikkan badannya, tidak lupa ia memberikan tatapan tajam untuk Inez. Cakra sudah berjalan sebanyak tiga langkah sebelum Inez akhirnya mengejarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Overdramatic (END)
Teen Fiction"Kamu minum berapa gelas sih? Mulut kamu bau banget tau nggak?" Cakra bertanya dengan satu tangan yang menutupi hidung dan mulutnya. Dahinya berkenyit bingung. "Jalan sama gue dulu, baru gue bakal jawab gue minum berapa," jawab Inez ngawur. Hal itu...