48

1.3K 80 0
                                    

"Lo kenapa senyum-senyum kayak orang bego Nez?" Ghea menoleh ke arah samping, di mana sahabatnya sedang duduk sembari tersenyum bak baru saja ketiban uang dua puluh milyar. Menyadari bahwa ucapannya tidak digubris sama sekali, Ghea menyenggol lengan Inez.

"Apaan Ghe? Kenapa?" Inez langsung tersentak dan mengeluarkan pertanyaan bodoh. Matanya mengerjap. "Bu Iis sudah datang? Mana-mana?" Inez mengedarkan pandangannya ke depan, melongokkan wajahnya dan melihat apakah guru ajarnya itu benar-benar sudah ada di dalam ruang kelas.

Inez mengeluh pelan, lalu melempar tatapan sebal kepada Ghea. "Nggak ada bu Iis juga," dumelnya.

Ghea geregetan sendiri, rasanya ia ingin membunuh Inez jika perbuatan itu tidak dosa dan masuk ke ranah hukum. Bagaimana tidak, Inez sungguh sangat menyebalkan dan membuat emosinya mulai naik ke permukaan, padahal hari belum masih beranjak siang. Menurut Gue, masih terlalu pagi untuk mengeluarkan amarahnya.

"Nez, boleh getok kepala lo pakai palu nggak?" tanya Ghea yang sudah menahan geram sendiri.

Inez menatap Ghea sembari melotot super tajam. "Gila lo, ya? Lo pikir kepala gue ini kelapa yang harus getok?" Inez mencibir pelan.

"Tapi lo nyebelin banget! Gue nggak ngomong ada bu Iis datang, terus lo senyum-senyum sendiri sejak tadi, dan parahnya lo malah nggak denger omongan gue. Salah nggak kalah gue pengin jeburin lo ke kolam kodok belakang sekolah?" Ghea memutar bola matanya malas.

"Lo tadi ngajak gue ngomong? Kapan? Gue kok denger?"

"Nggak Nez, gue nggak ngajak ngomong sama lo. Tapi gue ngajak lo pergi ke kantin." Ghea menjawab asal karena sudah terlalu gondok dengan sahabatnya. Pagi-pagi sudah membuat rasa kesal menggelegak tak terkendali.

"Kantin? Tapi ini belum istirahat Ghe. Jam pertama juga belum di mulai. Lo dari rumah emangnya belum sarapan? Kalau gitu ayo gue anterin ke kantin! Jangan sampai lo pingsan dan ganggu mur—

"INEZ!" Ghea spontan langsung berteriak, memotong ucapan panjang Inez yang belum selesai-selesai.

Bibir Inez merapat seketika, bola matanya mengerjap bingung. "Kenapa Ghe? Kok lo malah teriak?"

"Ya karena lo ngeselin banget dari tadi!" jawab Ghea cepat. "Lo nggak paham-paham maksud gue. Ah sudahlah, males gue cari ribut pagi-pagi. Otak gue panas, gue mau tidur sebentar, bye!" Ghea kemudian merebahkan kepalanya ke atas meja. Matanya menutup.

Bibir Inez mendecak pelan, "ini bocah kesurupan apaan dah? Aneh banget!" Inez menggeleng-gelengkan kepalanya tak habis pikir. Setelah itu, ia tidak memedulikan Ghea lagi, Inez memilih berkutat pada pikirannya lagi.

Oh ya? Tadi sampai mana? Inez berpikir sejenak, kemudian ia teringat dan bibirnya kembali melukiskan senyuman indah menawan. Memori tentang malam bersama Cakra waktu itu, terputar secara apik dan runtut didalam tempurung kepalanya. Dan Inez, tidak akan melupakan momen tersebut. Ia akan menyimpannya sebaik mungkin, meletakkannya disudut ingatannya agar ia akan selalu mengenang, sampai kapanpun.

Setelah puas membayangkan kejadian itu, Inez kembali fokus ke sekitarnya. Ia melirik Ghea yang tidak bergerak sama sekali. Napas Inez terhembus panjang. "Beneran tidur nih anak?" gumamnya pelan.

"Mohon perhatiannya teman-teman!"

Kepala Inez tergelak, ia membelokkan wajahnya ke arah depan, ketika tiba-tiba suara dari teman kelasnya, lebih tepatnya si ketua kelas, sedang berbicara lantang. Inez sempat melirik Ghea, berpikir apakah perlu membangunkan sahabatnya itu atau tidak. Tapi, Inez mengendikkan bahunya, memilih membiarkan Ghea berenang secara nyaman pada alam mimpinya.

"Bu Iis nggak masuk hari ini," lanjut si ketua kelas, sedetik setelah itu sorak sorai langsung terdengar begitu meriah. Murid-murid yang tergolong malas mengikuti pelajaran seperti Inez ini, tentu saja senangnya bukan main, seperti baru saja mendapatkan harta karun berisi emas. Namun, tanggapan lain berbeda dari si murid pintar dan ambisius. Mereka malah kesal, bersungut-sungut dan mendecakkan lidah karena jam kosong.

"Husss! Diam dulu!" Si ketua kelas menyuruh anak buahnya diam dengan menempelkan jari telunjuknya ke arah bibirnya. "Jangan sampai suara kita sampai ke kelas sebelah dan ganggu mereka. Nanti kita ditegur." Setelah kelas senyap semula, ia melanjutkan. "Jadi gini teman-teman, bu Iis nggak masuk karena beliau sudah mulai cuti kehamilan. Buat minggu depan, kelas bu Iis akan digantikan dengan guru baru untuk sementara waktu sampai masa cuti bu Iis sudah selesai. Dan jangan seneng dulu! Kita ada tugas mengerjakan soal."

Desahan kecewa langsung lolos dari semua anak, tak terkecuali Inez yang langsung mengentakkan kakinya di bawah meja karena malas sekali mengisi jawaban soal-soal dari tugas itu. Tapi, hal demikian akan menjadi sesuatu yang sangat menyenangkan bagi si murid rajin, pintar dan ambisius.

"Soalnya ada di buku paket bahasa Indonesia, ada empat puluh pilihan ganda, sepuluh essai dan lima uraian. Kata bu Iis, tugas itu dikumpulkan selambat-lambatnya sebelum pulang sekolah. Tapi, lebih cepat bakal lebih baik. Dan selaku ketua kelas di sini, gue minta Roni dan Peni, ambil buku paketnya di perpustakaan."

Kedua anak laki-laki yang disuruh oleh sang ketua kelas langsung berangkat pergi mengambil buku di perpustakaan yang kebetulan saja, letaknya tidak terlalu jauh dari kelas mereka.

Inez sudah kelabakan sendiri mendengar tugas sebegitu banyaknya. Ia tidak akan mampu mengerjakannya. Sungguh, Inez sudah angkat tangan dan mengibarkan bendera putih. Ia menyerah.

Mendesah panjang, Inez melirik Ghea lagi. "Ya elah, nih anak masih molor juga rupanya." Inez tersenyum masam, kemudian ia mulai menepuk-nepuk pundak Ghea. "Ghe, bangun Ghe! Ada tugas banyak banget."

Percobaan pertama Inez menerima kegagalan. Ghea tidak kunjung bergerak sedikitpun dari tidur nyenyaknya, membuat Inez mau tak mau harus melakukannya lagi agar Ghea segera bangun. Agaknya, mimpi Ghea sudah menjelajah sampai ke benua Eropa.

"Ghea, ayo bangun buruan! Ada tugas sebanyak dosa lo nih yang harus dikerjakan." Inez mengguncang tubuh Inez lebih kencang sekaligus menambah volume suaranya.

Dan berhasil!

Ghea menggeliat sejenak, sampai akhirnya ia mengangkat tubuhnya dan mengucek pelan matanya. Ghea melenguh pelan, lalu menatap Inez dengan matanya yang sayu.

"Kenapa Nez? Udah mau pulang, ya?"

"Pulang dari Hongkong? Ini baru mulai pelajaran Ghea! Lo sih asik tidur aja. Makanya nggak tahu gini kan. Buruan cuci muka dulu lo sana!"

Bukannya menurut apa kata Inez, Ghea justru malah mengajukan pertanyaan. "Bu Iis mana Nez?

"Udah mulai cuti, bu Iis kan lagi hamil besar. Tugas kita sekarang adalah ngerjain soal. Bukunya lagi diambil, ditunggu dulu."

Ghea hanya menganggukkan kepalanya.

"Sambil nunggu, baiknya lo cuci muka dulu sana. Biar nggak ngantuk. Lo pagi-pagi gini kok udah ngantuk sih?"

"Gue tidur ya karena elo!" balas Ghea. Kemudian ia berdiri dari duduknya. "Udah, minggir dulu, gue mau ke toilet."

"Kok jadi gue yang disalahin?" Inez menunjuk dirinya sendiri. Tapi, Ghea tidak menggubris Inez, cewek itu malah berjalan menuju bangku si ketua kelas, meminta ijin sepertinya, lalu Ghea melangkah keluar dari dalam kelas.

Berhubung tugas dikumpulkan paling lambat nanti sore sebelum pulang sekolah, jadi Inez merasa bahwa untuk dua jam ke depan adalah waktu emasnya. Inez percuma saja mengerjakan soal, selain tidak bisa, Inez juga malas berusaha memecahkan sebuah soal hanya untuk menemukan jawaban yang tepat.

Ada Ghea dan teman kelasnya yang bisa Ghea rayu untuk menyontek jawaban mereka. Dan akhirnya, berkeliaran ke luar kelas adalah pilihan Inez.

"Gue mau nyusul Ghea, nemenin dia ke toilet. Nggak pa-pa, kan?" Inez terlebih dahulu meminta persetujuan pada si ketua kelas.

"Iya, tapi jangan keluyuran habis itu!"

Sepertinya ketua kelas sangat paham dengan gelagat Inez satu ini. Inez meringis sejenak, kemudian ia menyengir pelan dan mengangguk. "Oke, gue keluar dulu kalo gitu."

Overdramatic (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang