"Ngapain sih dia pindah ke sini? Bikin rusuh aja tau nggak?! Kelas kita selama ini baik-baik aja tanpa ada masalah. Tapi semenjak dia di sini, reputasi kita jadi jelek di mata guru. Dari dulu tau kan kalo kita nggak pernah punya masalah sama sekali, bahkan kita juga pernah kan jadi kelas terdamai?"
Sebuah kebohongan besar jika Cakra tidak mendengar ucapan yang menyindirnya habis-habisan itu. Cakra tidak menoleh ke arah siapa gerangan orang yang berbicara asal seperti itu. Cakra tidak mau cari masalah di sini. Ia pun menghela napas, lalu memilih melanjutkan langkahnya menuju bangkunya.
Sebisa mungkin Cakra tidak ambil hati akan ucapan telak teman kelasnya yang menganggap dirinya adalah pembawa siaal. Karena Cakra yang masuk BK, tidak sedikit guru yang menyunggingkan perkara itu. Mengingat jika kelas mereka pernah mendapatkan julukan kelas tiada masalah.
Lagipula Cakra malas meladeni, walaupun ia sudah berkata yang sejujurnya, pasti semua teman kelasnya tidak ada yang percaya.
"Cakra, gue mau ngomong bentar sama lo."
Cakra segera mendongak, memperhatikan Ferdi, selaku ketua kelas. Cakra mendengkus pelan, ia tidak juga merespons. Ia sudah bisa menyimpulkan sendiri pembahasan soal yang akan Ferdi jabarkan.
"Semua marah sama lo, tau kan?" tanya Ferdi sambil duduk di kursi sebelah Cakra.
Cakra mengalihkan pandangannya, kini memperhatikan dunia luar lewat jendela di sampingnya. Cowok itu hanya bergumam seadanya.
Ferdi melanjutkan. "Gue nggak tau emang lo bawa rokook atau sebenarnya ada yang jail sama lo. Tapi yang pasti lo udah bikin kita kecewa sama sikap lo."
Cakra segera menolehkan wajahnya. "Terus?"
Ferdi menghela napasnya pendek. "Sebagai pembelajaran, gue mau lo berhenti cari masalah."
Cakra tersenyum miring. "Masalahku sendiri aja udah banyak," ujarnya sambil menolak bersitatap dengan Ferdi.
"Nggak cuma masalah rokook aja Kra, guru-guru juga mulai menyinggung soal lo yang berantem sama kakak kelas. Gue harap lo bisa jaga emosi lo untuk kedepannya. Nggak cuma lo yang nanggung, kita semua yang kena imbasnya."
Cakra tidak membalas, memilih untuk mengabaikan. Ferdi kemudian berdiri dari duduknya, menepuk bahu Cakra beberapa saat, sebelum akhirnya pergi ke bangkunya lagi. Cakra melirik ketua kelas itu sekilas, hingga akhirnya ia mengembuskan napas dalam-dalam.
Zidan yang baru saja masuk ke kelas dan melihat Ferdi yang berbincang-bincang dengan Cakra sempat menaruh rasa penasarannya. Zidan melirik Cakra dan Ferdi secara bergantian, sebelum akhirnya ia berjalan cepat menuju bangkunya. Tepat di samping Cakra.
Ketika Zidan duduk, Cakra sama sekali tidak menoleh dan lebih memilih fokus pada bukunya. Zidan menepuk pundak Cakra, membuat Cakra langsung menoleh.
"Kenapa?"
Zidan kembali melirik Ferdi dari bangkunya. Ia berbicara setengah berbisik. "Ferdi bahas apa sama lo barusan?"
Cakra mengendikkan bahunya tidak acuh, kembali membaca bukunya. "Nggak usah dibahas."
Bibir Zidan mencebik. "Apaan sih? Gue malah tambah kepo."
"Jangan dibahas," jawab Cakra, dingin.
Zidan mendengkus kasar. "Ya udah kalo nggak mau jawab, gue tanya Ferdi juga boleh." Zidan sudah berdiri dari duduknya, bersiap melangkah keluar dari bangkunya, namun sebuah tangan mencengkeram lengannya. Zidan menunduk, lalu pandangan bersirebok dengan mata tajam Cakra.
Cakra mengisyaratkan dengan matanya agar Zidan kembali duduk dibangkunya, tentu saja Zidan langsung menurut.
"Apaan?" tanya Zidan. "Dia buat macem-macem sama lo, ya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Overdramatic (END)
Ficção Adolescente"Kamu minum berapa gelas sih? Mulut kamu bau banget tau nggak?" Cakra bertanya dengan satu tangan yang menutupi hidung dan mulutnya. Dahinya berkenyit bingung. "Jalan sama gue dulu, baru gue bakal jawab gue minum berapa," jawab Inez ngawur. Hal itu...